#4

24 6 2
                                    

Aku memulai hari Senin seperti biasa. Namun, suasana kelasku tidak seperti biasanya. Baru saja aku berada di tengah pintu tiba-tiba saja aku diserang dengan pertanyaan-pertanyaan dari teman kelasku.

"Dis, lu gak apa-apa 'kan?", tanya Chika yang langsung memeriksa kondisi badanku seakan-akan aku baru saja mengalami kecelakaan.

Aku bingung kenapa Chika bertingkah seperti itu. "Eh, gue gak kenapa-kenapa, Chik. Lu ngapain sih? Gue baru sampe langsung di cek gini badan gue"

"Kata Rillo, lu abis kesurupan", balas Chika.

Plak!

Dasar Rillo.

Salah satu hal yang aku kurang suka dari Rillo ialah dia tidak terlalu pandai untuk menyimpan rahasia. Memang, tidak ada kesepakatan antara aku dengannya kalau kejadian kemarin harus dirahasiakan dari banyak orang. Tapi setidaknya, dia paham mana kabar yang harus diceritakan dan mana yang harus disimpan rapat-rapat.

Aku menghela nafas sambil menepuk jidat setelah mendengar ucapan Chika barusan.

"Iya tuh Dis lu kenapa kemarin?", tanya Anya lagi.

"Kasih gue kesempatan buat taro tas dulu ya. Baru nyampe nih soalnya hehe", jawabku sambil memasang senyum terpaksa.

Mereka mempersilakan ku berjalan menuju bangku ku dan saat ini aku benar-benar gugup seperti anak pindahan dari sekolah lain. Teman-teman kelas ku menatapku aneh. Tak jarang ada juga yang menatapku sambil berbisik-bisik dengan temannya yang lain.

Orang-orang pada ngapain sih memperhatikan gue sampe segitunya? Ada yang salahkah dari diri gue?

Aku langsung menaruh tasku dan duduk di bangku ku. Ternyata, Anya dan Chika mengikutiku dari belakang dan mereka langsung duduk di bangku depanku.

"Lu kenapa sih Dis gak cerita sama kita?", tanya Chika membuka kembali percakapan.

Please banget deh, gue baru banget duduk. Kasih gue waktu dulu buat nafas sebentar.

"Mau tau banget atau mau tau aja?", tanyaku kembali dengan nada mengejek.

Aku tahu, Chika dan Anya adalah orang yang kepo. Makanya, aku sengaja mengerjai mereka berdua terlebih dahulu. Aku senang melihat tampang-tampang mereka kalau sedang memelas bila sedang ingin tahu. Lucu.

"Ye, kebiasaan deh Disca. Ayolah cerita. Temen deket lu selain Rillo, 'kan kita berdua ini. Ya gak, Chik?", ujar Anya.

"Nah, bener banget itu! Lu bisa bebas curhat selama ini 'kan ke kita-kita aja selain sama Rillo", jawab Chika.

Hmm.

Benar juga apa yang dikatakan oleh Anya dan Chika. Aku memang punya banyak teman, tetapi hanya Anya, Chika, dan Rillo saja yang benar-benar dekat denganku. Selain mereka, aku hanya menganggapnya teman biasa atau mungkin teman bersenang-senang saja.

"Oke oke, gue bakal ceritain kejadian kemarin", kataku.

Aku langsung menceritakan kejadian kemarin kepada mereka berdua. Anya dan Chika fokus sekali mendengarkan ceritaku. Mata mereka berdua tidak berkedip sekalipun. Aku bercerita bagaimana aku bertemu dengan sosok itu sampai akhirnya aku tak sadarkan diri.

"What? Gila sih, gue bener-bener gak nyangka lu ngalamin kejadian itu!", ujar Chika kaget setelah selesai mendengarkan ceritaku.

"Are you kidding me, Dis? It's not make sense for me. Gue tau ada makhluk lain selain kita, but.. it seems impossible", balas Anya tak kalah kagetnya dengan Chika.

"Tiba-tiba gue goosebump dong", ucap Anya sambil memegang lengannya yang merinding.

"Gue paham pasti ini gak masuk akal. Tapi ini udah terjadi dan gue yang ngerasain. Mimpi buruk banget sumpah buat gue!", balasku.

"Kalo gue jadi lu, gue bakalan minta bonyok buat panggil kiayi atau apapun yang bisa ngusir makhluk itu", ujar Anya lagi.

"Bener banget tuh, Dis. Dan pastinya gak bakal berani tidur sendirian", timpal Chika.

"Hm, tapi sementara ini orang tua gue gak manggil orang-orang kayak gitu sih", balasku. "Oh iya, ada satu kabar lagi buat kalian"

"Apa tuh?", tanya mereka berbarengan.

"Gue bakal pindah sekolah. Bokap gue di mutasi ke daerah pinggiran"

"Hah? Serius? Lu pindah sekolah? Kok gue mau nangis dengernya, hiks", ujar Anya.

"Lebay deh lu, Nya", balas Chika.

"Sedih lah, Cs kita pindah sekolah cuy. Lu gak sedih apa?", timpal Anya.

"Ya sedih lah. Tapi mau diapain, nangis juga gak akan bikin Disca gak jadi pindah 'kan? Kita tuh tetap Cs walau jarak memisahkan kita", balas Chika.

Ah, terkadang teman-teman perempuanku ini memang manis. Walaupun terkadang mereka sedikit menyebalkan, tapi rasanya aku tidak bisa jauh dari mereka. "So sweet banget sih kalian. Sini peluk! Gue tetep jadi Cs kalian kok", ucapku sambil merangkul mereka. Berat sekali rasanya meninggalkan sekolah ini. Tapi apa daya, sebentar lagi aku harus meninggalkannya.

Kemudian bel sekolah berbunyi pertanda upacara akan segera dimulai. Kami bertiga menuju lapangan. Ternyata, lapangan sudah penuh oleh murid-murid. Aku, Anya, dan Chika langsung mengambil posisi baris.

Duk!

Aw.

"Kalo jalan tuh matanya yang dipake!"

Baru saja aku tertabrak oleh seseorang. Dan orang itu marah-marah kepadaku. Pada saat aku mencoba melihat wajahnya, ternyata..

Farah.

Cari masalah lagi nih orang.

"Ya lo juga lah dipake matanya kalo jalan! Orang lo yang nabrak gue!", serang ku.

"Jelas-jelas lo yang nabrak gue", balasnya.

"Gak usah cari gara-gara deh, Far. Masih pagi juga!", ujar Chika.

Farah ini memang kurang suka kepadaku. Karena aku selalu dekat dengan Rillo. Padahal, Rillo sendiri sudah punya pacar. Harusnya Farah tidak suka dengan Mikha bukan kepadaku, betul 'kan?

"Ayo baris. Biar cepet kelar", ujar Pak Ridho tengah sibuk mengatur barisan sehingga aku dan Farah kembali mengambil posisi baris.

Suasana hikmad kini telah menyelimuti lapangan sekolah. "Pengibaran bendera Merah Putih, hari Senin tanggal 3 Maret 2013, akan segera dimulai", ucap protokol memulai upacara.

Fokusku saat ini hanya tertuju pada upacara bendera. Namun, fokusku goyah karena...

Kamar 413Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang