Lima

235 25 0
                                    

"Maya, bertahan ya. Demi gue," ucap seorang pria sambil mengikuti brankar yang ditiduri Maya dan sedang didorong oleh beberapa perawat.

Maya pingsan dengan kondisi yang tidak bisa dibilang baik-baik saja.

"Anda tunggu di sini dulu. Biar nona Maya di tangani oleh dokter," ucap salah seorang perawat saat bankar yang di tempati Maya telah masuk ke dalam ruang ICU.

Ia mengusap wajahnya kasar. Ia sangat khawatir dengan keadaan Maya saat ini.

Tiba-tiba, dua orang dewasa laki-laki dan perempuan datang ke arah dirinya dengan berlari.

"Andra, gimana kondisi Maya?" tanya Tasya khawatir.

"Maya masih di tangani dokter tan, " jawabnya lesu.

"Ya Allah.. Kenapa bisa gini," ucap Tasya dan langsung menangis dalam dekapan suaminya, Yudha.

"Mama jangan gitu. Kita enggak boleh kayak gini. Do'ain Maya suapaya dia enggak kenapa-napa," nasehat Yudha.

Mereka duduk di bangki tunggu yang berada di depan ruang ICU.

Seorang laki-laki yang seumuran dengan Andra dan mengenakan seragam putih abu-abu dengan tampilan sedikit berantakan berlari sangat kencang ke arah mereka.

"Ma, dimana Maya?" tanyanya sambil mengatur nafasnya.

"Maya masih ditangani dokter." Yudha menjawab pertanyaan Mathar yang dilontarkan pada istrinya itu.

"Kenapa tadi Maya nggak ikut kamu, Thar?" tanya Tasya saat sudah sedikit lebih tenang.

"Maaf Ma, tadi Mathar suruh Maya buat nunggu Mathar. Mathar kira urusan Mathar cuma sebentar, tapi nggak taunya lama. Maaf, Ma. Gara-gara Mathar, Maya jadi kayak gini," sesal Mathar dengan mata yang berkaca-kaca tak berani menatap ke arah Tasya.

Belum sempat Tasya menjawab, Andra sudah terlebih dahulu emosi.

"Lo kemana aja? Kenapa Maya di tinggalin sendirian?" tanya Andra dengan rahang yang mengeras.

"Gue tadi ada urusan sebentar," jelas Mathar.

"Seberapa penting urusan itu dibanding dengan nyawa Maya?! Dan apa lo bilang tadi? Sebentar? Definisi sebentar menurut lo itu berapa jam?! Apa dalam waktu sebentar bisa ngebuat Maya pingsan kayak gini?! HAH!! jawab gue Thar!! Jawab!!!" sarkas Andra sambil menarik kerah Mathar

"Sorry," ucap Mathar penuh sesal.

"Apa dengan lo bilang sorry kayak gitu bisa ngebuat Maya baik-baik aja?!"

"Gu-"

Bukk..

Perkataan Mathar terpotong saat tiba-tiba Andra melayangkan pukulan padanya. Mathar yang di perlakukan seperti itu hanya diam dan pasrah. Ia merasa sangat-sangat menyesal.

Bukk..

Bukk..

"CUKUP!! kalian enggak usah berantem. Om mohon sekali lagi. Kalian jangan memperkeruh keadaan di sini. Kasihan Maya kalo temenya malah berantem kayak gini waktu dia sakit. Om tau kalian pasti sangat-sangat khawatir dengan keadaan Maya. Om dan tante pun sama," lerai Yudha sambil mempererat pelukannya pada istri tercintanya.

Seketika emosi Andra lenyap begitu saja. Lalu, ia mendekat kearah pintu dimana Maya sedang berada di dalam sana.

Mathar, ia tengah terduduk lemas di lantai dingin rumah sakit. Ia tidak memperdulikan rasa sakit yang berada pada area wajahnya. Yang ia rasakan saat ini hanyalah rasa sakit yang teramat sangat pada hatinya yang sedang digerogoti oleh rasa bersalah. Ia menangis dalam diam.

My Possesive Best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang