Hari ini seperti biasa Alan pergi ke kantin bersama Daniel. Semenjak tinggal di apartment sendirian, sarapan Alan berganti menjadi jam segini dan dengan menu sederhana ala kantin. Menu yang monoton bukan masalah bagi cowok itu, karena dia termasuk orang yang nggak rewel dalam urusan makan. Toh ini juga sudah menjadi keputusannya untuk tinggal berpisah dari orang tua, jadi dia sudah siap dengan segala konsekuensinya.
Baru saja memasuki kantin pandangan Alan langsung tertuju pada deretan pojok. Dua orang yang nggak asing tengah berdiri dan berbincang di sana. Sepertinya radar Alan memang sangat kuat jika menyangkut cewek itu. Cewek yang selama 3 tahun terakhir berhasil mengisi hatinya itu.
"Mau kemana?" Tanya Daniel menyadari arah jalan temannya bukan ke tempat biasa mereka beli makan. Mereka hanya berdua, Gustaf berbeda kelas dengan mereka, jadi kadang cowok itu nimbrung, kadang juga nggak seperti sekarang.
"Bakso" Jawab Alan terus berjalan.
Tumben. Pikir Daniel. Tapi urung dia ungkapkan, matanya lebih dulu menangkap bayangan seseorang yang tengah berdiri di depan gerobak bakso. Cowok itu hanya bergumam sendiri, menyadari sumber dari berubahnya menu sarapan merangkap makan siang Alan hari ini.
"Hoiiii mas bro" Seru Yoga, teman semasa SMP Alan dulu sekaligus rekan satu timnya di basket.
Alan membalas sapaan temannya itu dan melirik cewek di sebelah Yoga yang kini menoleh dengan sisa-sisa tawa renyahnya. Alan sudah siap untuk menyapanya juga namun cewek itu lebih dulu mengalihkan pandangannya ke arah gerobak. Alan hanya bisa tersenyum masam, bahkan dengan gerobak saja dirinya kalah saing dimata cewek itu.
Saat mengobrol dengan Yoga mata Alan berkali-kali melirik cewek di depannya. Untungnya teman setimnya itu memang tergolong nggak peka. Jadi cowok itu terus saja asik mengoceh tanpa menyadari lawan bicaranya sama sekali nggak fokus pada dirinya.
Alan memandangi Erlista yang tetap saja diam, seakan enggan ikut masuk kedalam obrolan dan berbicara dengannya. Bahkan sampai pesanan mereka datang dan mereka hendak kembali ke tempat duduknya, cewek itu hanya melempar senyum sekilas pada Alan.
Alan mendesah, padahal tadi dia berencana untuk mencoba basa-basi pada Erlista, sekedar menanyakan mengenai note pink yang ia temukan. Namun baru melihat betapa cueknya gadis itu saja nyalinya sudah kembali menciut. Satu hari lagi yang terbuang begitu saja, sesal Alan dalam hati.
"Misi, mau ngambil itu"
Alan terkejut dan reflek menoleh saat mendengar suara yang nggak asing itu. Detak jantung alan yang sempat normal kini kembali nggak beraturan, Erlista berdiri tepat dibelakangnya dengan menunjuk sesuatu dibalik tubuh Alan. Peka dengan maksud gadis itu Alan langsung berbalik lagi dan mengambil nampan bakso yang ada di sana. Nggak disuruh memang, tapi dia hanya ingin melakukannya.
Erlista terlihat sedikit terkejut dengan tindakan Alan. Cewek itu hanya bisa mengucapkan terimakasih sembari mengambil alih nampan di tangan Alan. Dalam hati Alan bersorak, ucapan sederhana tapi mampu membuatnya bahagia.
Alan sudah membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu namun lagi-lagi gadis itu lebih dulu mengalihkan pandangannya. Dia bahkan langsung berbalik meninggalkan Alan. Hati Alan berdenyut, Apakah dirinya sama sekali nggak menarik di mata Erlista? Hingga untuk menatapnya lebih lama saja rasanya cewek itu enggan?
"Sama-sama" Akhirnya Alan tetap mengucapkan itu sembari memandangi punggung Erlista yang berjalan menjauhi dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped
Novela JuvenilKetakutan akan victim-blamming membuatnya memilih diam ketika menerima pelecehan dari teman sekolahnya. Was in #1 trauma since December 2019 🕊🕊🕊🕊🕊 Tak kenal maka tak sayang. Coba baca aja dulu, siapa tau suka. This story contains of my unpopula...