(4)

15 6 2
                                    

Palembang 2015

Merry pov

Aku terdiam mengamati genangan air bekas hujan tadi pagi yang kini sudah redah berganti langit cerah. Riyya dan Arani sudah lebih dulu ke kantin gara gara aku sempat ke toilet bersama temanku yang bernama Tia dan mungkin mereka berpikir aku sudah lebih dulu kesana tanpa berpamitan pada mereka.

Sekarang memasuki waktu istirahat sehingga begitu ramai siswa berlalu lalang bahkan kelas yang berolahraga pagi tadi kini masih bergulat dengan bola tendang di lapangan futsal dan ada juga yang bermain bola basket di lapangan depan kelas dua belas tidak peduli dengan genangan air dimana mana terlebih jam setelah upacara kosong karena ada rapat dadakan. Tia sempat memintaku untuk menemaminya ke area kelas dua belas, ingin bertemu saudara perempuannya tapi aku tolak dengan alasan terlalu malas untuk berjalan dan akhirnya aku melihat dia pergi dengan Diva, Lian, Dan juga Reni.

Begitu Arani dan Riyya pulang dari kantin, aku segera menyerbu makan mereka. Siapa suruh meninggalkanku, bahkan aku ingin marah tapi aku tak pandai mengubah emosiku. Mereka berdua sempat protes tapi aku tidak peduli dan itu hukuman buat mereka.

Masih ada waktu sepuluh menit untuk aku pakai ke kantin namun niatku terurungkan dengan kedatangan tiga senior laki laki dikelasku dan salah satunya adalah abang ku. Aku segera mencari kesibukan ketika melihat Ibas ada disana sedang memegang kotak pelastik bersegi panjang yang berisikan roti dengan varian rasa berbeda. Minggu kemarin hanya abangku dan dua temannya bernama Herul dan Bagas yang berjualan tapi hari ini hanya ada Bagas, abangku dan ditambah Ibas yang nampak baru.

Ibas mulai berjalan kearah meja tempat dudukku lalu tersenyum. Aku menanggapinya dengan seulas senyum terasa canggung karena ini kali pertama dia tersenyum padaku.

"Mau beli roti dek?" Tawarnya begitu ramah sampai aku dibuat linglung tak tahu harus jawab apa terlebih Arani menyenggol lenganku.

Aku hanya menjawabnya dengan anggukan kecil di kepala kemudian Ibas mulai membuka penutup tempat roti itu. "Rasa apa? Coklat atau kacang?" Dia menunjuk dua roti disana yang menjadi pembatas antara roti coklat dan roti berisi kacang juga gula aren.

"Coklat"

Ibas meletakkan tempat roti diatas mejaku lalu mengambil kantong plastik bewarna biru disaku celana abu abunya.

"Berapa?" Tanya Ibas kemudian.

"Satu berapa?" Aku kembali bertanya walau sebetulnya aku sudah tahu karena yang ikut menjual adalah abangku sendiri bahkan aku sempat menemaninya mengambil roti itu di penjual kue pada dini hari.

"Ambil dua, lima ribu"

"Dua kak"

Usai melayaniku dia kembali berjalan ke belakang barisan kursiku. Hari itu lumayan laku mungkin karena ada Ibas yang ikut menjual disana bahkan aku sendiri begitu jarang membeli roti jualan abangku tapi karena ada dia aku sampai membeli dua roti.

"Cie uhui roti cinta nih?" Arani mencolek lenganku berusaha menggoda ku dan aku tersenyum malu malu salah tingkah. Untunglah mereka bertiga sudah pergi jika tidak sudah aku bunuh Arani ditempat.

Arani dan Riyya adalah tempat untuk berbagi cerita tentang kisah percintaanku. Siapa yang aku suka pasti mereka yang dulu lebih tahu karena aku begitu mempercayai mereka bahkan termasuk hubunganku pada Kenan yang tidak ada penjelasan.

Dalam hal itu aku yang salah yang tidak pernah memberi klarifikasi pada Kenan yang sudah beberapa kali menyatakan rasa padaku dan selalu aku tolak dengan alasan berbeda. Aku masih ragu kalau boleh jujur, aku hanya takut kisah cinta pertamaku tidak berjalan baik. Aku masih kekanak-kanakan untuk memulai sebuah hubungan.

SILENZIOSOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang