CHAPTER 3: Sepotong Tangan

1.9K 229 31
                                    

Seakan terhipnotis, diriku mulai melangkah mendekati bangunan merah darah tersebut. Permukaan tangga batu yang kupijaki memang sudah dipenuhi oleh lumut sehingga sesekali kakiku terpeleset dan hampir terkilir.

Namun, suara raungan kesakitan yang memenuhi pendengaran tidak menghentikanku untuk terus berjalan.

Ada apa dengan warga desa ini?

Kalau kuingat-ingat lagi, sedari tadi aku tidak menemukan satu pun dari mereka. Rumah-rumah yang kulewati selalu terlihat kosong dan tidak terawat. Apakah mereka ada di sebuah tempat yang ada di puncak tangga ini?

Ah, kalau tidak salah, Shiro pernah mengatakan torii itu ada di jalan masuk kuil dan jalan masuk desa, kan? Kurasa tangga batu ini mengarah ke kuil.

Ya, mungkin.

DEG. Jantungku terasa dipukul benda tumpul. Buru-buru kupertajam pendengaran. Di tengah suara benturan hujan dan raungan, baru saja kutangkap suara benturan keras.

Shiro.

Kumelangkah ke luar jalur tangga. Niatku pergi ke kuil seketika urung. Maka, tubuhku pun langsung bergerak ke dalam hutan yang memang ada di sisi kanan dan kiri tangga batu.

Dedaunan pohon yang lebat cukup untuk menghalangi terjangan rintik hujan. Namun, suasana di sini tampak lebih gelap dan mencekam. Ditambah, samar kumencium aroma anyir darah.

Lagi-lagi darah. Ada apa sebenarnya dengan desa ini?

Setelah lumayan jauh berjalan, pada akhirnya kumenemukan sebuah jalan setapak kecil. Netraku dapat menangkap sebuah rumah kayu terpencil. Dari sanalah kudengar suara benturan yang semakin terdengar jelas.

Dengan segera, aku pun mendekati rumah itu. Selain suara benturan yang terus terdengar, aroma anyir pun semakin jelas tercium. Pintu rumah kayu itu tertutup. Di permukaannya terdapat  kertas-kertas mantra yang sudah dirusak.

Untuk mengusir yuurei-kah? Ah, persetan dengan makhluk itu. Sambil berusaha menahan napas, kuintip salah satu celah yang ada di dinding kayu rumah tersebut.

Dan, yang kudapati adalah rambut acak-acakan seputih salju.

Kubelalakan mataku terkejut. Suara benturan dan aroma anyir darah tadi berasal dari sosok itu. Sosok pemuda yang tengah mengacungkan kapak tinggi-tinggi itu ..., bukankah sudah jelas kalau dia itu Shiro?

Suara benturan itu berasal dari kapak yang diayunkan Shiro. Ah, sudah jelas sekarang, tetapi ... apa yang sedang Shiro potong dengan kapaknya sampai pemuda itu harus mengacungkannya tinggi-tinggi?

Tidak. Lebih tepatnya ... siapa?

Diam-diam, diriku berjinjit. Berharap bisa melihat objek yang sedang Shiro berusaha ubah menjadi potongan-potongan kecil.

DEG. Kali ini jantungku dibuat terasa berhenti berdetak. Memang penglihatanku tidak jelas, tetapi di paling pojok ruangan yang berlantaikan tanah itu, aku melihat ...

sepotong tangan manusia.

🕸

Suara pintu geser terdengar. Tubuhku yang sedang duduk diam di ruang depan yang bersebelahan dengan pintu menuju halaman langsung tersentak. Gigiku gemetaran dan sekarang sedang berusaha kutahan.

Shiro kembali.

"Ternyata kamu di sini," ucapnya.

Aku mengangguk pelan. Tak berani kutatap wajahnya.

"Kenapa pakaianmu basah?" tanyanya.

DEG. Untuk yang ketiga kali, jantungku berdetak dengan gilanya. Shiro tidak boleh curiga.

Kuangkat kepalaku, memandang ke sosok pemuda yang masih berdiri diam di sampingku. Seperti biasa, netranya yang sebiru lidah api selalu berhasil mengintimidasi diriku. Seakan ada perasaan gelap mengerikan yang tersirat di balik keindahannya.

"Aku--" Belum sempat kuselesaikan kalimatku, Shiro dengan cepat menyela.

"Kamu tidak pergi ke rumah kayu terpencil di atas lereng bukit, kan?"

Wajah Shiro mendekat ke wajahku. Pupil matanya mengecil, memberi kesan mengancam. Tangan kanannya bergerak mengelus pipiku perlahan. Samar, kulihat bercak merah di sana.

"Tidak," jawabku berbohong. "Rumah kecil apa yang kamu maksud?"

"Tidak ada," balas Shiro. Pemuda itu kembali menjauhkan wajahnya. "Aku akan membuatkan daging bakar."

DEG.

Memoriku tentang potongan tangan manusia seketika kembali terangkat ke permukaan.

Memoriku tentang potongan tangan manusia seketika kembali terangkat ke permukaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ToriiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang