Pernahkah kalian begitu ingin menangis dan mengamuk sampai membabi buta karena suatu hal tapi di saat yang bersamaan hati dan tubuh kalian sudah terlanjur mati rasa? Pikiran kalian berkata bahwa kita salah, kita harus menerima hukuman atas kelalaian tersebut. Namun, hati kalian sudah terlanjur tidak mempunyai emosi yang mumpuni untuk mengeluarkan semua hal yang mengganjal. Semua terasa hampa. Bahkan kejadian yang membahagiakan pun tidak mampu untuk menghangatkan hati kita. Semua senyum, tawa, kebingungan, amarah, kesedihan, dan raut wajah lainnya hanyalah suatu respon yang otomatis keluar jika ada suatu hal dari luar menyerupai persyaratan-persyaratan tertentu yang sudah kita program ke dalam tubuh kita. “Jika ada yang bercerita tentang suatu kejadian yang mengejutkan dalam konteks membahagiakan, maka hal yang harus kamu tunjukan adalah raut wajah yang kaget dengan mulut terbuka, alis terangkat, dan gumaman penuh dengan kekaguman.” Semua terformulasikan, terpogram, tertanam, dan akhirnya membentuk suatu sistem yang baku. Bukan lagi perihal apa yang menyentuh nurani, melainkan emosi macam apa yang layak untuk dimainkan. Lalu ketika kamu mencoba untuk memprogram ulang sistem yang sudah lama dipasang, prosesor utama tubuh kita menolak atau bahkan kesulitan untuk membaca kodenya. Semua terlihat asing. Prosesor lalu membawanya ke Operating System untuk dianalisis agar kode tersebut dapat teruraikan. Lama mereka memproses kode-kode tersebut sampai akhirnya satu pemberitahuan terlampir: “Your Windows has stopped working”. Dan blue screen pun muncul. Ketika dinyalakan kembali, tubuhmu hanya dapat menjalankan Safe Mode sampai semua permasalahan yang sedang terjadi antara prosesor dan OS dapat ditemukan dan diuraikan. Atau, ketika kamu memutuskan untuk membuang kode asing itu dan menetap pada apa yang sudah lama terpasang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuat-Cuit Pahit
Non-FictionCurahan hati seorang gadis berusia awal 20-an tentang pencarian seberkas kilau dalam hidup yang terlihat redup.