Ini bukan pertama kalinya Tentara Bulan datang ke rumah kami. Mungkin ini yang ketiga atau keempat, aku tidak terlalu mengingatnya. Tapi baru kali ini aku mendengar ada bunyi senapan terdengar sedekat ini.
Jeritan Ibu membuatku langsung berlari keluar dari kamar menuju ke tangga. Mendadak aku khawatir jika Ayah benar-benar dibunuh oleh para tentara sialan itu. Tapi aku tidak bisa turun. Kakiku seketika berhenti sebelum menapaki anak tangga pertama, sementara mata membulat, tidak percaya akan apa yang aku lihat.
Benard berada di samping Ayah, terus menyalak keras. Tidak ada yang terjadi dengan Ayah. Dia bahkan sama sekali tidak terluka. Namun ada sesuatu yang salah di sana. Peluru tepat berada di hadapannya, sama sekali tidak menyentuhnya.
Rambut cokelat gelap milik Ayah seketika berubah menjadi pirang terang, berkilauan layaknya emas. Aku langsung membulatkan mata dan satu kalimat yang Ayah ucapkan berputar di dalam otakku.
“Saat penduduk Kerajaan Matahari mengeluarkan kekuatannya, rambut mereka akan menyala, berkilauan.”
Ayah, apa maksudnya ini?
Ada pusaran angin yang terlihat di depannya, mungkin itulah yang menahan peluru-peluru yang ditembakkan ke arahnya. Aku masih terdiam di tempat ketika Ayah berbalik, memandangiku di atas sebelum memandangi Ibu.
“Clarice, pergilah. Bawa Alrisha menjauh dari sini!” seru Ayah. Pusaran angin di hadapannya berubah semakin kencang, dan dua Tentara Bulan yang berdiri di depan pintu seketika terdorong mundur. Angin itu perlahan mereda, tapi rambut Ayah tidak kembali menjadi cokelat tua lagi. Kini rambut itu berwarna pirang cerah namun memiliki kilat yang persis seperti kilatan pada karamel.
Aku ingin bertanya, tapi tidak satu katapun yang keluar dari mulutku. Terlalu banyak hal yang terjadi untuk dicerna hanya dalam beberapa menit. Ayah berbalik, menoleh ke arahku. “Alrisha, kau harus—”
Namun Ayah tidak sempat menyelesaikan kalimat. Satu tembakan lagi terdengar, dan itu membuat Ayah terkejut. Dalam beberapa detik berikutnya, Ayah tersungkur di bawah lututnya, sementara lengan kanannya perlahan mengucurkan darah. Salah satu pundaknya pasti kena tembak, tapi aku tidak bisa melihatnya karena baju Ayah yang warnanya hitam.
“Pergi dari sini!” teriak Ayah lagi. Kali ini angin muncul, lebih kencang dibanding sebelumnya. Angin tersebut membentuk bulatan kubah besar yang menutupi pintu dan menyelimutinya. Darah mengucur semakin deras di lengan, mulai menetes ke lantai kayu rumah. Ibu jelas menangis, namun dia langsung menarikku pergi, masuk ke dalam kamar dan menutup pintu rapat-rapat.
Bahkan setelah memasuki kamar, suara Tentara Bulan terdengar berteriak. “Tangkap anak dan wanita itu!”
Aku merinding. Aku heran. Aku bingung. Semua perasaan itu bercampur aduk menjadi satu, menghasilkan perasaan lain yang lebih hebat daripada sebuah ketakutan. Banyak yang ingin kutanyakan, tapi jelas ini bukan saat yang tepat. Ibu tiba-tiba langsung menggeser lemariku, membuka lantai kayu secara paksa. Dan tanpa kusangka, ada tangga yang menjulur ke bawah sana.
Selama 18 tahun tinggal di sini dan aku baru mengetahui bahwa ada rahasia seperti ini di bawah lantai kamarku sendiri.
“Alrisha, ayo turun!”
“Bu, tapi Ayah...”
“Dia pasti menyusul. Ayo!”
Tembakan demi tembakan terdengar, dan salah satunya mengenai kaca jendela kamarku, membuatnya seketika retak. Ketakutan yang membuncah membuatku langsung mengikuti arahan Ibu tanpa sempat bertanya akan kemana terowongan ini membawa kami. Aku turun lebih dulu, dan Ibu langsung menyusul, dia menarik sesuatu dan membuat pintu tertutup, dan lemari bahkan ikut terjatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
ECLIPSE DIARY (✓)
FantasyPINDAH TAYANG KE DREAME/INNOVEL Kerajaan Matahari dan Kerajaan Bulan sudah terpisah sejak berabad-abad yang lalu, mengikat janji untuk tidak pernah menyentuh teritorial satu sama lain. Di sinilah Alrisha, gadis dari Kerajaan Bulan yang tidak tahu du...