4. Sedikit

2.5K 324 57
                                    

"Aku bilang, kau suamiku."

Ootsuki Toneri mengerutkan alisnya, menatap bingung pada Hinata yang tengah menata piring di atas meja makan. Pria itu duduk di kursi kosong, masih memandangi Hinata yang kini sedang menaruh lauk di meja, tak juga melanjutkan ceritanya yang menggantung itu. Hingga semua hidangan siap di meja, gadis manis itu akhirnya duduk saling berhadapan dengan Toneri. Menatap pria itu.

"Kenapa?" tanya Toneri akhirnya, tidak dapat menahan rasa penasarannya lagi.

Hinata hanya tersenyum, mengambilkan nasi dan lauk untuk Toneri. "Tidak tahu, rasanya menyenangkan untuk menggodanya seperti itu."

"Kau jelas masih sangat menyukainya setelah sekian lama."

Senyum Hinata memudar dengan cepat. Kini Toneri mendapatkan pandangan menusuk dari Hinata.

Toneri mencoba mengabaikan, memotong ikan panggang dan langsung memakannya.

Toneri tidak bodoh untuk menyadari kemarahan Hinata. Tapi gadis itu perlu untuk jujur pada dirinya sendiri. Membawa-bawa Toneri dalam masalah hidupnya tidak akan berguna. Mereka hanya teman. Keluarga Toneri mengangkat Hinata menjadi bagian dari Ootsuki setelah perpecahan dan kehancuran Hyuuga. Ibu Toneri begitu menyukai Hinata. Masalahnya baik Toneri mau pun Hinata sama-sama tidak tertarik dengan sebuah hubungan yang mengikat. Terlebih Toneri yang axesual. Hinata hanyalah tameng dalam menjaga nama baik dirinya. Pernikahan? Kalau pun terjadi, entah bagaimana akhirnya.

Maka dari itu, mereka hanya teman yang tinggal satu atap, hanya sebagai roommate'.

"Dia brengsek, bagaimana mungkin aku menyukainya." Hinata terlihat gusar, pisau yang digunakannya untuk memotong ikan seperti hendak membunuh ikan itu dua kali.

"Oh ya? Tapi kau terlihat lebih berwarna setelah kalian bertemu."

Kata-kata itu tepat mengenai jantung Hinata. Ia tak ingin menerima tudingan Toneri, bahkan meskipun itu semua benar, tak mungkin lagi untuk Hinata mencintai Sasuke.

"Hentikan Toneri, atau aku akan menciummu hingga sesak."

Toneri menjatuhkan garpunya, terlalu terkejut akan ancaman Hinata. Sedangkan Hinata tersenyum penuh arti, mata amethys miliknya menyipit.

"Jangan menggangguku, honey..."

Toneri mendecih mendengar suara Hinata yang seolah menggoda.

"Hari ini aku akan pergi ke cafe lagi, tapi aku akan datang membawa bekal makan siang untukmu."

"Tidak perlu, darling... aku akan bertemu klien baru hari ini. Aku akan makan di luar." Toneri menolak halus, ia melap bibirnya dengan tisu, meminum secangkir susu dan pergi mengambil tas kerjanya. "Dan kau nona Ootsuki, jangan pulang terlalu larut. Aku mencintaimu."

Toneri sudah menghilang di balik pintu, menyisakan Hinata yang masih duduk di ruang makan.

"Mencintaimu apanya? Jelas-jelas kau tidak tertarik padaku."
.
.
.

Sasuke termenung di balik meja kerjanya, sebentar lagi jam makan siang. Ia teringat lagi cafe itu, di mana ada Hinata di sana. Ia mengingat wajahnya yang kini lebih tirus, matanya yang biasa menatap lembut kini selalu menatapnya tajam, seolah ada begitu banyak kebencian untuk Sasuke di sana.

Seseorang mengetuk pintu, Sasuke mempersilahkan masuk dan sekretarisnya menghampiri Sasuke. "Makan siang pak? Anda ingin memesan sesuatu?"

Sasuke menimbang, ia ingin makan kue manis dan secangkir kopi dari kedai Hinata. Memesan akan memangkas waktu istirahat Sasuke dengan baik, menyisakan waktu luang mengkaji laporan. Tapi akan sangat sia-sia bila melakukannya. Sasuke ingin menemui Hinata. Tak apalah bila ia harus sedikit lembur.

FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang