5. Penghalang

2.4K 262 44
                                    

"Kudengar... adikmu masih hidup, Neji." Pria yang tengah duduk dengan angkuh di kursi kebesarannya itu tersenyum sinis, tangan besarnya sibuk menggoyang-goyangkan segelas wine, bergestur sedang menimbang sosok Neji yang kini menatap marah.

Neji mengepalkan tangan, menyalurkan semua amarahnya hingga buku-buku tangannya memutih. "Kau sudah berjanji, kesepakatannya nona Hinata harus hidup."

"Hahaha... Si pria terkekeh, lalu dengan cepat melemparkan segelas wine itu pada wajah Neji. Bunyi gelas yang pecah membahana di ruangan itu. Sedangkan Neji masih diam, memilih terhina. "Memang, tapi tidak seperti ini." Si Pria mengibas-ngibaskan tangannya kesal. "Dia harus jadi pengantinku. Kau tahu itu."

"Anda terlalu serakah, Tuan."Neji merendahkan suaranya, tampak waspada bila mana orang yang ada di hadapannya mungkin akan langsung mengacungkan pistol padanya. "Klan Hyuuga sudah hancur, tujuanmu sudah tercapai. Bagaimana mungkin anda menginginkan nona Hinata juga?"

Si Pria berdecak. "Dia sangat manis, penyayang dan perhatian. Kau juga menyukainya bukan?" Dia terkekeh, menikmati wajah Neji yang mengeras. "Jika bukan karena derajatmu, juga ikatan darah diantara kalian, aku yakin kau pasti dengan lancang akan menjadikannya milikmu, ya kan? Jangan membuat aku tertawa Neji, kita sama-sama tahu sebaik apa Hinata."

"Dan anda juga pasti sangat tahu bahwa nona Hinata sejak dulu menyukai bungsu Uchiha."

"Tutup mulutmu sialan!" Hilang sudah ketenangannya yang ia bangun khusus untuk menghadapi Neji. Sekali lagi ia berusaha untuk menghela nafas, mengatur emosinya yang meluap. Mengingat keluarga Uchiha sama menyakitkannya dengan mengingat Hyuuga. Dua klan yang telah memorak-porandakan hidupnya. "Keh, apa kau tidak tahu bahwa Hinata sudah menolak Sasuke Uchiha?" Ia berxusaha tuk memprovokasi. "Sasuke Uchiha bukanlah lagi sebuah ancaman untukku. Tapi Ootsuki Toneri. Makluk yang dengan lancang hidup satu rumah dengan Hinata-ku. Pantas saja aku tak pernah bisa menemukannya."

"Lalu apa mau anda tuan?" Neji tidak tahan lagi, ia merasa sudah lebih dari cukup mendengar ocehan pria itu.

"Hancurkan Toneri, dan bawa Hinata padaku."

Neji tercekat. Rasanya ia akan memilih tuk menjadi budak seumur hisupnya daripada harus menyerahkan Nona Hinata pada orang sakit seperti pria di hadapannya. Dia terlalu terobsesi pada Hinata. Pria gila, dan Neji harus mau menjadi budaknya demi sebuah Balas Budi.

"Kenapa? Kau tidak mau?" Pria itu mengerling, menyilangkan kakinya. "Kau tidak perlu cemas tentang Hinata, aku sangat mencintainya. Aku akan mejaganya baik-baik."

Benar, Neji tak perlu meragukan bagaimana dia mencintai nona Hinata. Orang gila yang tampaknya bahkan dengan senang hati melawan Dewa Maut sekalipun. Neji sangat tahu bahwa nona HInata memiliki pesona untuk menjerat lelaki manapun. Ia secantik Putri Kaguya, yang membuat semua Pria rela melawan orang-orang Bulan demi membuat sang Putri tetap tinggal.

"Tuan, sebenarnya apa tujuanmu yang sebenarnya? Bila kau menginginkan Nona Hinata, kau hanya perlu memintanya pada Tuan Hiashi. Orang sepertimu tidak mungkin akan ditolak olehnya, ya kan?"

Si pria mendengus. "Bukan urusanmu! Lakukan saja apa yang kuperintahkan!"

Meski berat, Neji mengalah, ia segera membungkuk hormat dan segera meninggalkan ruangan.

"Tck, dia mulai banyak bertingkah."

***

Sasuke tiba di kantornya dengan wajah muram. Bahkan sang asisten tak mampu hanya untuk bertanya. Aura hitam yang dikeluarkan Sasuke jauh lebih menakutkan hari ini.

"Terjadi sesuatu Pak?" Akhirnya sang asisten membuka suara, meski sebenarnya ia ketar-ketir mengkhawatirkan keselamatan dirinya sendri. "Hiiyyy" si asisten berjinggit ketka Sasuke melayangkan tatapan tajam penuh menusuk, ia pasti sudah mati kalau Sasuke mempunyai laser di matanya. "Sudah makan, Pak?" si asisten tahu bagaimana pun ia harus bisa menghendel emosi sang bos. Kalau tidak, semua pekerjaan akan terbengkalai dan dirinya harus lembur.

FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang