6

424 45 5
                                    

Lupa kalo ada cerita ini xD

Happy Reading 💜~💜

.
.
.
.
.
.
.

Ayah Seokmin baru saja memberi kabar bahwa Seokmin sudah siuman. Sehingga, lagi-lagi Mingyu harus kembali mangkir dari latihan basket.

Jika sebelumnya Mingyu datang ke rumah sakit dengan raut khawatir, maka kali ini ia datang dengan gurat wajah yang sangat dingin. Sesampai di depan pintu tempat Seokmin di rawat ia mengelurkan map coklat dari dalam tasnya. Map yang sama seperti yang ia temukan kemarin di meja belajar Seokmin.

Ia buka pintunya dengan keras. Seokmin yang tengah duduk santai bersandar pada headboard ranjang pun cukup terkejut atas perilaku Mingyu barusan. Tepat di hadapan Seokmin, pemuda tersebut lantas melempar map coklat tadi.

Wae? Kenapa kau melakukan itu padaku, Seok?” Seokmin lantas membuka map yang dilempar Mingyu barusan.

“KENAPA KAU MENYEMBUNYIKAN HAL TERSEBUT DARIKU?” Helaan nafas yang panjang keluar dari bibir Seokmin. Ia kemudian menatap sosok di hadapannya dengan wajah penuh penyesalan.

“Kenapa kau tidak pernah memberitahuku perihal penyakitmu itu? Sudah tidak berartikah aku untukmu, ha?” satu air mata berhasil lolos dari pelupuk mata milik pemuda bermarga Kim tersebut.

“Kau sendiri yang bilang bahwa tidak boleh ada rahasia diantara kita, tetapi apa yang telah kau lakukan? Apa kau tidak percaya lagi padaku?”

Seokmin alihkan pandangannya dari Mingyu. Ia tundudukkan kepalanya dalam-dalam dan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat berharap hal tersebut dapat meredam tangisnya. Namun, sekuat apa pun ia mencoba menahan, air matanya pun akhirnya jatuh juga.

Map coklat yang ditemukan Mingyu kemarin merupakan laporan kesehatan Seokmin 3 bulan yang lalu. Dimana dalam laporan tersebut tertulis bahwa Seokmin telah didiagnosa mengalami kanker otak stadium 3, yang artinya bahwa sebenarnya Seokmin sudah lama mengetahui perihal penyakitnya.

“JAWAB, SEOK!!!” Mingyu benar-benar tidak dapat menyembuyikan kekecewaannya. Hal yang paling tidak ia sukai di dunia ini adalah dibohongi. Ia bahkan tidak segan-segan mengajukan permusuhan pada sosok yang telah membohonginya dan sekarang malah sahabatnya sendiri yang melakukan hal dibencinya.

“Oh, apa tumor yang bersarang di otak itu membuatmu menjadi bisu seketika?”

Kata-kata yang menusuk tidak lantas membuat Seokmin membalas ucapan Mingyu. Laki-laki tersebut tetap diam tak bersuara. Seolah memberikan kesempatan kepada pemuda yang tengah berdiri untuk meluapkan emosinya.

Pada akhirnya Mingyu mengalah. Urat-urat di leher yang sebelumnya tampak jelas kini sudah kembali normal. Ia sudah bisa mengendalikan emosinya sekarang.

“Aku yakin kau pasti punya alasan untuk tidak memberitahuku terlebih dahulu,” ujar Mingyu dengan suara yang sudah kembali normal. Ia sadar bahwa suatu permasalahan harus diselesaikan dengan kepala dingin, bukan dengan cara teriak-teriak seperti barusan. Apalagi keadaan Seokmin yang tengah sakit seperti ini.

Mianhae…, “ ujar Seokmin lirih.

“Aku hanya tidak ingin kau menjauhiku … aku takut saat aku memberitahumu tentang penyakitku kau akan malu dan meninggalkanku.” Mingyu cukup terkejut atas pernyataan sahabatnya barusan.

“Kenapa kau berpikir seperti itu? Kau meragukanku?” tanya Mingyu dengan nada kecewa.

Mianhae…," jawab Seokmin dengan penuh penyesalan.

“Saat itu pun kau juga tampak bahagia setiap bercerita tentang Mina. Sehingga, membuatku ragu untuk mengatakannya padamu.”

“Apa kau merasa terganggu dengan Mina?”

Aniyo, bukan begitu. Sudah lama aku tidak melihatmu sebahagia itu, dan aku senang saat kau sudah mendapatkan sumber kebahagianmu. Aku hanya tidak ingin melihat kebahagianmu tersebut hilang gara-gara diriku.”

Mingyu menatap sosok di depannya dengan sendu. Dirinya tidak menyangka sahabatnya akan berpikir sampai ke sana. Ia menyesal telah membentaknya barusan.

“Kau pasti sembuh, kan?” tanya Mingyu dengan nada sedikit terisak.

“Pasti, Gyu. Aku pasti akan sembuh, tenang saja.” Senyum tipis kini Seokmin tunjukkan bersama mata sembabnya.

=================

Pagi hari ini cuaca tampak begitu sangat indah. Sinar yang tidak terlalu menyilaukan masuk melawati celah-celah ventilasi. Burung-burung pun berkicauan seolah sedang bernyanyi menghibur seseorang yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit. Sang objek pun terpejam menikmati pertunjukkan yang Tuhan sajikan khusus untuknya. Namun, ketenangan barusan harus terusik saat sosok berjas putih dengan beberapa alat medis memasuki ruang inapnya.

“Pagi yang indah, Tuan Seokmin,” sapanya dengan amat ramah.

“Pagi juga, uisa-nim.” Seulas senyum tipis Seokmin tunjukkan pada laki-laki yang barusan dipanggilnya uisa.

“Apa ada yang kau keluhkan?” tanyanya sambil memeriksa kesehatan Seokmin.

“Pusingnya menjadi sering muncul. Bisa dibilang setiap 10 menit saya selalu mengalaminya. Bahkan rasanya lebih sakit dari sebelum-sebelumnya. Setelahnya pun pikiran saya tiba-tiba saja menjadi kosong. Eomma juga berkata, saat teman-teman berkunjung saya tidak mengenali mereka satu pun. Padahal saya tidak pernah merasa mereka kemari,“ jelas Seokmin. Sebenarnya ia tidak begitu terkejut dengan gejala-gejala tersebut. Ia sudah sering membacanya pada buku-buku yang di belinya beberapa bulan yang lalu.

“Mendengar penjelasan dari Anda barusan dapat saya simpulkan, bahwa tumor yang ada di otak Anda semakin berkembang dan jika dibiarkan maka akan berakibat fatal pada diri Anda sendiri. Jalan satu-satunya pun harus segera di kemoterapi untuk mencegah perkembangannya.”

Uisa-nim … bisakah untuk penyembuhanku nanti dengan operasi saja?”

"Tetapi-"

“Saya tahu konsekuensinya dan saya siap untuk ‘itu’,” ujar Seokmin dengan penuh keyakinan.

Ia sudah memikirkan semuanya dengan matang-matang. Mempelajari medis sejak dini membuatnya dapat mengetahui semua akibat-akibat yang akan ditimbulkan dari penyakit yang tengah dideritanya.

“Sepertinya anda memilki banyak kenangan indah yang tidak ingin Anda lupakan,” ujar dokter tersebut dengan senyum tulus terukir di bibirnya.

“Semua moment dalam hidup saya sangatlah berarti bagi saya dan saya tidak ingin melupakannya sedetik pun.”

Lebih baik aku mati dengan membawa semua kenangan-kenangan yang aku miliki daripada aku hidup, tetapi melupakan salah satunya,” batin Seokmin.

TBC

=================


© DratnaK (17/08/19)

The Red Headband (SeokGyu)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang