Mereka

48 5 1
                                    


"Ma, pa... Kalian dimana? Rani capek nih cariin kalian" Rani kecil merengek kesal.

"Sini Ran, mama sama papa disini. Masa' sih anak mama nyerah gitu aja". Dia- Lusi yang berkata dengan lembut.

" Sini-sini anak papa jangan  ngambek lagi dong"  Dia- Henry yang membujuk sang putri tercinta agar tidak merengek lagi.

"Rani maunya digendong papa baru gak ngambek lagi"

~~

Aku terbangun dari tidur ku, ini masih tengah malam dan aku terbangun disaat yang tidak tepat.

"Ciih! Mimpi ini lagi" Aku berdecak kesal.

Inilah hal yang aku takutkan. Mengenang mereka yang telah meninggalkan aku disaat aku masih membutuhkan mereka semua. Benar..., orang tua ku telah lama meninggal dan aku terbiasa hidup sendiri.

Tiik tiiik tiiik...

Rintik hujan membasahi halaman rumah, membawa aroma rumput yang khas.

Tunggu!

"Hujan, benarkah ini engkau yang datang kepadaku?"
"Benarkah itu dirimu?"
"Kau mendengarkan kata hati ku"
"Izinkan kau menemani ku malam ini"
"Izinkan rintik mu menghapus semua keluh kesah ku malam ini"
"Dan juga.. Maafkan aku rembulan"
"Telah menutupi wajah rupawanmu"
"Hanya kali ini, kali ini saja"

~~

Sinar mentari memasuki celah kamar ku, membasuh wajah ku dengan lembut, mengisyaratkan diriku tuk beranjak turun dari selimut hangatku. Kepalaku benar-benar pusing, mataku sembab dan bengkak, rambut juga acak-acakan. Emangnya aku mau ke kampus kayak orang gila begini?. Mandi Ran, mandi masa' anak gadis kumul kayak gini.
Rencanaku hari ini adalah pergi ke suatu tempat. Melepaskan semua beban pikiran ku untuk sementara waktu. Bahkan mata pelajaran kuliah pun tak ku hiraukan sejenak. Dan disinilah diriku sekarang. Bersama mereka yang membuat ku menangis semalam. Aku berdiri lesu di depan pusara kedua orang tuaku. Kaki ku gemetar dan bibir ku terasa kelu. Apa yang harus aku katakan? Bolehkah aku menceritakan semua bebanku selama ini kepada mereka?. Bahkan dihadapan mereka yang sangat kusayangi aku tak dapat melakukan apapun, tertunduk lesu dan terisak. Aku menggigit bibirku menahan isakan tangis yang semakin menjadi. Bagaimanapun mereka adalah orang tuaku meskipun telah banyak dusta yang mereka katakan padaku. Aku harus menyapa mereka sepatah atau dua patah.

"Ma, Pa.. gimana kabar kalian disana?, baik-baik aja kan? Semoga kalian tenang yaa. Gak usah khawatirin Rani disini, Ran baik-baik aja kok"

Yang aku butuh kan hanya mereka untuk saat ini. Hanya sekilas memori usang yang dapat mengobati rinduku kepada mereka. Setelah mengunjungi pusara mereka, aku ingin berkunjung ke suatu tempat lagi. Taman kota, ya taman kota lah tempat pemberhentian ku selanjutnya. Disana aku dapat mengingat dengan puas bagaimana aku menghabiskan sebagian masa keciku bersama mereka disana. Alhasil aku duduk di salah satu bangku taman, menjelajah memori dimana kami saling menjaga dan tertawa bersama.

~~

"Ma, pa... Jangan jauh jauh dong  Ciclyn capek ngejer kalian"

Seorang bocah TK melintas dihadapan ku seperti nya dia sedang bermain kejar-kejaran. Seperti yang sering aku lakukan dulu.

"A..a..aduh!" Anak kecil itu tersandung.

Gawat!, aku meraih tangannya menjaganya agar tetap berdiri. Untung saja ia tak terluka.

"Hati-hati ya adik kecil, jangan lari-lari lagi. Nanti kesandung lho" Aku menepuk-nepuk pucuk kepalanya, ia hanya menganggukkan kepalanya sambil tertunduk.

"Makasih ya nak udah nolongin anak saya"

"Iya te, ini udah tugas saya kok"

~~

Aku menghembuskan nafas dengan kasar. Beruntung aku menangkap tangan anak itu, kalau tidak?.  Baru saja sekilas de ja vu menghampiri kepala ku. Saat itu aku berada di posisi yang sama dengan bocah kecil tadi. Namun bedanya, aku tersandung dan jatuh tanpa ada yang menolong. Aku harus segera balik ke rumah lagi. Sudah lama aku berkelibat dengan akal sehatku sendiri. Besok aku harus pergi ke kampus lagi, jangan sampe aku kelelahan kayak tadi malem yang alhasil aku gak masuk kuliah.

"Rani?, lho gak ke kampus ya? Malah ke taman kota. Tumben lo bolos kuliah?" Seseorang berbicara kepadaku.

Eehh...?

"K...k..kau!?"

Only MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang