04 : Tempat Mengadu

84 33 5
                                    

Ig : mercapada

"dapatkah waktu
diputar balik?

* * *

Kutuliskan keseharianku dalam buku catatan kecil yang kuberi judul 'why god?'. Buku itulah tempatku bercurhat selain langsung berdoa kepada Sang Pencipta setelah beribadah.

Aku,
Sosok insan biasa,
Menaungi pikiran alaska
Tak tahu diam di mana

Mungkin insan dusta,
Mengarungi hamparan hijau
Yang terasa fana

Dalam terang dulu berada
Hidup tenang karena buta.
Seulas senyum selalu dipasang
Tanpa tahu perang datang

Dalam gelap kini berada
Tak ada siapa?
Tubuhku tersekap dalam janji
Siapa memiliki?

Gelap beranjak terang
Terang berbinar bagai berlian
Satu titik pastilah ada
Tunggu saja kuasa-Nya

(Kinan, 31 Desember 2018)

* * *

Kututup buku itu dan diletakan di atas meja belajar. Kusandarkan tubuh ini pada kursi, memejamakan mata, lalu kututup wajahku dengan kedua telapak tangan yang ada.
Aku berbisik, "Why god?"

Setelah kejadian pertama di lubang kamar, aku kerap kali melihat hal aneh. Tak ayal aku diusili oleh dedemit yang jahil dan mengajakku bermain.

Jadi yang selalu mengetuk jendela dan menggoyangkan tirai itu anak kecil yang mungkin kalian sebut tuyul. Lucu memang, namun wajahnya putih dan bermuka tua.

Bila sudah masuk gulita, dedemit itu memang selalu beraktifitas layaknya manusia pada umumnya. Pukul 10–12 malam, tuyul selalu mengganggu tidurku. Pukul 12–01 dini hari, si penggeliat berasap yang keluar melalui lubang atap, ditambah suara tangisan pilu di pohon pisang. Pukul 01–03 dini hari, nenek 'gaje' yang selalu mondar-mandir di dekat jendela. Dilanjut dengan kuntilanak yang memiliki kuku panjang selalu menarik-narik selimutku.

Kegiatan itu rutin setiap malam. Seperti mereka telah membuat jadwal kegiatan. Kejadian itu selalu tepat waktu. Setelah hari itu, aku sulit tidur nyenyak, dan sekolahku pun terganggu.

Brebet ....

Aku membuka mata. Mengembuskan napas kasar. Kulihat alat pengukur waktu yang menempel pada dinding kamar. Pukul setengah sebelas malam. Itu waktunya si tuyul kecil menggangguku.

"Tolong, biarkan aku tidur." Suaraku serak menahan tangis.

Brebet ....

Dia berada di depanku. "Aku ingin bermain denganmu."

Lagi-lagi aku menghela napas. Kasihan juga bila dia tidak diladeni. Namun apa dayaku yang sedang menahan kantuk akut ini.

"Aku mengantuk. Nanti lagi saja mainnya." Suaraku memelan agar dia dapat mengerti.

Tuyul itu menaikkan sebelah alisnya. "Janji?" Dia menyodorkan jari kelingking kecil di depan wajahku.

Aku menimbang lebih dulu. Kusandarkan lagi tubuhku pada kursi. "Hmm ...." Hanya gumaman singkat yang kuucap. Aku takut terikat lebih jauh dengan para dedemit.

Aku beranjak dari kursi. Berebah di atas dipan. Tuyul itu tidak mempermasalahkan jari kelingking tadi. Sebaliknya, dia tak menggangguku lagi. Entah kemana dia pergi.

"Mudah juga menghindar dari tuyul. Coba dari kemarin begini, tidurku tak akan terganggu lagi. Apa untuk para dedemit yang lain pun harus begini, ya? Mengobrol dengan mereka?" gumamku dalam hati.
Kemudian aku terlelap dalam mimpi.

Oh, ya. Setelah kejadian entok itu, aku tak berani tidur di kamarku. Setelah satu minggu, dan ibuku selalu berceramah, barulah aku berani menempati kamarku lagi.

[RizAf, 31 Des 2018]

***

A/N : Bukan cuma manusia yg punya scedule. Dedemit pun gak kalah kece :D

Zonder Reden [END] ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang