4

10.2K 328 11
                                    

"Hueek... Huek... Huek! " suara Silvia yang muntah-muntah terdengar cukup keras apalagi ia muntah di kamar mandi luar bukan yang di kamarnya.

Bimo yang baru sampai dan baru saja menyentuh piring langsung meletakkan piringnya kembali. Nafsu makannya langsung hilang begitu mendengar Silvia muntah-muntah. Hanya orang tuanya yang bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa dan masih melanjutkan obrolan soal masa lalunya. Bimo memang bukan pengidap OCD seperti penulis lain yang mudah jijik. Bimo bahkan masih bisa makan saat ayahnya kentut dengan baunya yang begitu menyengat atau hal yang lebih menjijikkan lainnya. Tapi saat ia tau bila adiknya muntah-muntah karena hubungan di luar nikah dan hanya ia yang tau, rasanya benar-benar menjijikkan.

"Gak jadi makan Kak? " Tanya pak Hendro yang hanya di jawab dengan gelengan oleh Bimo dan langsung kembali ke kamarnya.

"Adek masuk angin? " tanya bu Alin khawatir pada putrinya.

Silvia hanya mengangguk lalu mencari jeruk lemonnya. "Kak Bimo suruh cepet nikah dong Ma, Pa. Aku sama Aldo mau nikah, aku mau cepet nikah! " Ucap Silvia meminta bantuan orang tuanya untuk memaksa kakaknya.

"Pokoknya kamu tau kan syarat dari papa cuma satu. Kalo kamu nekat nikah duluan ayah gak restuin... " ucap pak Hendro santai karena yakin putranya akan lama menemukan jodohnya dan itu lebih dari cukup untuk mendewasakan dan menyelesaikan studi bagi Silvia.

"Beneran loh Pa! Cuma satu itu doang! Kalo kakak nikah aku langsung nikah juga sama Aldo! " ucap Silvia memaksa ayahnya berjanji.

"Oke, papa janji! "

"Demi Allah? "

"Demi Allah, demi Rasulullah."

Silvia langsung pergi ke kamar kakaknya. Suara Silvia yang memaksa kakaknya menikah terdengar begitu nyaring dan lucu bagi pak Hendro dan istrinya. Belum lagi Bimo yang langsung berteriak menolak permintaan Silvia, benar-benar lucu dan meyakinkan bila Silvia akan menikah setelah lulus S2.

"Please... Cuma ini Kak, cuma sekali ini aja aku minta sama kakak. Aku janji gak bakal minta apa-apa lagi dari kamu kak, aku janji gak ganggu kamu lagi... Please, jangan bikin mama papa marah sama aku Kak..." suara Silvia mulai melembut dan memelas, bahkan Silvia sampai bersimpuh agar kakaknya mau membantunya kali ini.

Bimo hanya menghela nafasnya lalu bangun meninggalkan Silvia di kamarnya.

"Mau kemana? " tanya bu Alin pada Bimo yang keluar dengan jaket dan wistbagnya.

"Tau ah, telingaku capek dengerin si Silvia. Ngomyang mulu nyuruh nikah! Dah tau aku belum pengen! Di paksa terus! " omel Bimo lalu pergi setelah menyalimi papa mamanya.

●●●

Sebuah mobil Pajero Sport warna hitam terparkir di depan rumah Alin yang sempit. Bahkan Alin sampai menitipkan motornya di halaman tetangganya begitu sampai rumah tetangganya.

"Ah, itu Andin ya? " sapa bu Alin ramah.

"Oh, tante... Apa kabar? " Andin langsung menyalimi tamunya.

"Baik... Eh kamu dari mana kok baru dateng? " Bu Alin langsung mengajak Andin masuk dan kembali duduk-duduk bersama di ruang tengah.

"Habis ngajar les tadi... " Jawab Andin sambil melepas tasnya.

Bu Alin yang baru saja bersalaman dengan Alin kini melihat jelas betapa kerasnya Andin menjalani hidup. Tangannya yang putih mulus, terlihat lebih hitam dan kasar. Tak hanya itu Andin juga terlihat jauh lebih kurus sampai paha dan betis terlihat sama. Belum lagi rambutnya yang hitam, mulus terawat kini bercabang dan terlihat kusut.

"Ngajar di mana ?" tanya bu Alin perhatian.

"Anak TK sama SD, cuma belajar baca sama nulis. Matematika dasar sedikit... " jawab Andin sambil tersenyum.

Andin yang sekilas melihat sertifikat yang di bawa ayahnya jadi sedikit khawatir. Tapi melihat ibunya yang mau menemui tamu bahkan sampai mau berlama-lama duduk membuatnya sedikit bingung dan menyangkal ke khawatirannya.

"Andin rajin ya, dah jauh berubah loh dari dulu waktu masih kuliah ya terakhir kita ketemu. Sekarang dah besar, dah dewasa... " puji bu Alin yang terus menatap Andin.

Andin hanya menundukkan pandangannya karena tersipu dengan pujian bu Alin padanya. Tak banyak pembicaraan lagi antara Andin dan bu Alin, begitu pula dengan ibunya yang memang kalem. Hanya beberapa kali suara tawa ayahnya dan pak Hendro terdengar begitu keras.

"Ya sudah, besok saya kabari lagi ya... " ucap pak Hendro sebelum pulang setelah bersalaman dan basa-basi lainnya.

●●●

Next?

Young Money [+17] End (Repost) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang