Di sisi lain, orang tua Andin yang baru dapat kabar soal ide perjodohan ini di buat sangat terkejut. Pak Trisno dan bu Tuti sama sekali tak mau menerima tawaran itu kalau saja Andin tak menguping dan menanyakan soal perjodohan yang tengah di bicarakan orang tuanya.
"Mas Bimo yang tinggi itu? Aku mau! " ucap Andin yang langsung setuju tanpa pikir panjang.
Hanya pengobatan ibunya yang Andin mau. Saat ini ia tak peduli lagi dengan dirinya sendiri. Sudah terlalu lama ia jadi anak egois yang manja, ini saatnya ia berbakti dan membantu orang tuanya. Selain Andin tak mau melihat ibunya yang mati perlahan, ia juga tak mau berlama-lama membuat keluarganya tak tenang karena tagihan hutang.
"Beneran? Ini nikah, soal hati, soal cinta loh. Bukan pacaran loh, Andin yakin nak? Yakin mau nikah sama Bimo sekarang ? Bimo beda delapan taun loh sama kamu." Pak Trisno tampak meragukan kesungguhan putrinya.
"Malah bagus dong! Ayah sama ibu juga beda umur jauh, buktinya gapapakan? Aku kan gini orangnya, kalo sama mas Bimo kan cocok. Dia dewasa, dah kerja, kaya juga kan. Kali aku nikah sama dia bukannya bagus ke semuanya? "
"Nikah itu gak sehari, dua hari loh. Itu terlalu sakral dan janjinya juga suci, gak bisa di putuskan tergesa-gesa."
"Gapapa Yah, aku yakin! Bismillah aku mau dan siap menikah... " Andin menatap kedua orang tuanya dengan yakin lalu menggenggam tangannya.
Pak Trisno dan istrinya hanya bisa diam dan menghela nafas panjang lalu mengangguk pelan.
"Kalo kamu memang mau dan sudah yakin, ayah sama ibu merestui. Tapi kamu coba solat Istiqarah dulu. Besok kamu bilang kita liat lagi. Kamu beneran yakin apa enggak mau nikah sekarang... "
Hanya nasehat itu yang bisa di sampaikan pak Trisno pada putrinya yang di angguki bu Tuti. Bu Tuti bahkan sudah menangis haru karena putrinya yang begitu yakin dengan pilihannya, terbersit rasa tidak rela di hatinya. Tentu saja. Perjodohan ini rasanya seperti menjual Andin untuk melunasi hutang dan yang lainnya.
Tak hanya bu Tuti tapi juga pak Trisno yang benar-benar tidak tega dengan kenyataan pahit yang harus di alami keluarganya. Pak Trisno yang tak bekerja dan selalu gagal saat memulai bisnis, secara tak langsung memaksa Andin untuk bergerak. Sampai beberpa bulan terakhir hanya Andin yang bekerja mencukupi kebutuhan keluarga sementara ia menjaga bu Tuti yang makin drop. Sekarang Andin pula yang harus jadi jaminan, bukan jaminan. Ini lebih seperti menjual Andin setelah keringatnya di peras sampai habis.
Setelah perenungan panjang dan solat. Andin masih yakni pada keputusannya. Keputusan awal untuk tetap menikah dengan Bimo. Tak masalah bagi Andin bagaimana kedepannya yang penting ibunya sehat dulu, yang penting tidak ada hutang lagi yang perlu di tagih. Itu lebih dari cukup baginya.
Kalau Bram sama Salma yang aku cintai dan sayangi lama saja bisa meninggalkanku waktu aku susah. Sekarang kenapa aku gak mencoba menyayangi mas Bimo yang datang dan bantu aku waktu susah? Lagian hubunganku ini gak zina, gak pacaran yang gak jelas lagi. Ini berkomitmen dengan serius, aku yakin pasti mas Bimo juga berat terima aku. Jadi gak masalah... Aku bisa! Aku siap! Bismillah, aku pasti bisa, batin Andin makin yakin.
"Ayah, ibu... Bismillahirrahmanirrahim aku siap menikah sama mas Bimo... " ucap Andin mengawali pagi dengan pernyataannya yang siap menikah.
●●●
"Kak, kamu mau gak sam... "
"Aku mau nikah sama anaknya om Trisno, sama si Andin. Bulan depan gapapa." Bimo yang tau kemana arah pembicaraan papanya langsung mengucakan apa yang mau di dengar orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Money [+17] End (Repost)
RomanceAndin seorang anak tunggal yang harus bekerja keras karena orang tuanya jatuh miskin dan bangkrut. Ia juga akhirnya terpaksa mau di menikah muda karena kondisi ekonomi keluarga yang mendesak. Sementara Bimo terpaksa mau menikah dengan sistem perjod...