Our Moment

5.3K 460 1
                                    

Davina masih tak bergeming, saat Mike menghantar dirinya pulang ke rumah, wanita itu justru bertingkah aneh. Bahkan saat mereka telah sampai di depan rumah Davina, ia justru menatap Mike dengan wajah penuh tanda tanya.

"Kau tidak ingin turun, takut heh?"

Davina menautkan sebelah alisnya, ia memutar tubuhnya ke arah Mike. Dengan mata menyipit Davina mulai bersuara. "Aku tidak memberi tahumu jalan menuju rumahku, kau tau dimana rumahku tanpa bertanya padaku. Ini membuatku bingung."

Mike mengedarkan pandangannya ke berbagai arah, menghindari tatapan Davina yang terlihat menerornya.

"Apa kau tidak mengikuti perkembangan jaman? Aku bisa mendapatkan alamat rumah siapa pun hanya dengan mengetikan namanya." Mike mencoba menjawab senatural mungkin, bodohnya ia dengan santainya menghantarkan Davina pulang tanpa pembahasan apapun membuat dirinya lupa siapa Davina saat ini.

"Kau bahkan salah menyebutkan namaku," gumam Davina tak perduli sembari turun dari mobil Mike. Ia tidak ingin memikirkan hal yang membingungkan di saat masalahnya kini sudah di depan mata.

Davina tidak langsung melangkah masuk ke dalam rumahnya, melainkan ia hanya diam tanpa berani melangkah untuk masuk ke dalam menemui kedua orang tuanya.

Ada banyak hal yang masih mengganjal di benaknya. Akankah mereka mau maafkan apa yang sudah dirinya perbuat? Lari di saat acara pernikahan bukanlah hal yang main-main. Itu sangat memalukan bagi keluarganya, Davina tidak yakin keluarganya akan memaafkan dirinya meski Mike memberinya harapan dengan kata-katanya kemarin.

"Kau tidak ingin masuk?"

Mike membuatnya terkejut, Davina pikir Mike telah pergi saat dirinya turun tadi. Bukankah pria itu hanya ingin menghantarnya, lalu kenapa dia masih disini?

"Aku pikir kau sudah pergi."

"Feeling ku mengatakan kau tidak akan berani masuk ke dalam sana. Jadi aku menunggumu, mungkin kau ingin mencari udara segar sebelum kau siap untuk berbicara pada orang tuamu."

Davina menghembuskan napasnya kasar, bahunya seketika saja turun saat ketegangan yang ia rasakan sedikit menghilang. Sungguh, ia benar-benar tidak siap untuk masuk ke dalam sana untuk melihat wajah garang orang tuanya yang menanggung malu akibat ulahnya.

"Aku akan mempertimbangkan tawaranmu."

Sial, mempertimbangkan apanya. Jelas-jelas Davina menerima tawarannya, buktinya wanita itu dengan santainya kembali masuk ke dalam mobil Mike tanpa perlu di bukakan pintu oleh si pemilik mobil.

**

Davina manarik napasnya dalam-dalam, pemandangan pantai di depannya dapat meringankan pikirannya yang begitu rumit. Mencoba melupakan permasalahannya, semoga saja angin yang menerpa tubuhnya juga ikut membawa masalahnya pergi jauh, sejauh mungkin agar Davina tidak perlu memikirkannya lagi.

Mike tersenyum pelan, tangannya begitu ahli mengarahkan kamera untuk mencuri gambar wanita yang begitu ia rindukan. Mengabadikan hal langka yang mungkin saja tidak akan bisa ia dapatkan kembali, Mike tidak ingin berharap banyak, tidak perduli Angela akan mengingatnya lagi atau tidak, setidaknya saat ini ia bersama dengan Angela. Melihatnya mecoba tersenyum dan berada di sisinya lagi saat permasalahan yang datang menganggunya.

"Mike." Davina datang menghampirinya, bodohnya Mike yang terlambat mengganti arah kameranya yang tadi mengarah pada Davina hingga wanita itu sempat melihatnya yang begitu jelas sedang mengambail gambar dirinya.

"Kau sedang mengambil gambarku?"

"Tidak," jawab Mike dengan cepat, ia langsung saja mengarahkan kameranya ke arah lain.

"Aku pikir kau mengambil gambar ku, tau begitu aku tidak perlu berpose seperti tadi."

Mike tidak bisa menyembunyikan tawanya. Pantas saja saat ia mengambil gambar Davina, Mike selalu mendapatkan enggel yang pas, seolah sedang di sengaja. Ternyata Angelanya begitu sadar akan kehadiran kamera yang menyorotnya meski Mike telah melakukannya diam-diam.

"Pemandangan di belakang mu jauh lebih menarik."

"Kau pikir aku tidak menarik, begitu?" Davina tak terima, Mike belum tau saja jika dirinya tak kalah pandai berpose seperti model-model yang sering ia photo.

"Kau sendiri yang berpikir begitu," jawab Mike dan kembali pada kameranya, melihat kembali gambar-gambar yang baru saja ia ambil, juga tentunya melihat seberapa banyak gambar Angela yang ia abadikan.

"Aku juga ingin melihatnya." Davina merasa malu, Mike membuatnya terlalu percaya diri dengan kenyataan yang menjatuhkan. Bagimana tidak, ia benar-benar merasa bahwa Mike sedang mengambil gambarnya, tidak terbesit sama sekali bahwa yang menarik perhatian Mike adalah pemandangan di balakangnya. Sial!

"Kau berbohong, Mike. Jelas-jelas kau mengambil gambarku." Davina tak terima, bagaimana bisa pemandangan diblakangnya yang Mike katakan jauh lebih menarik justru tidak terlihat jelas.

"Kau tenang saja, aku bisa mengeditnya. Tidak perlu merasa bersalah karena telah menghalangi objek ku."

Damn! Orang buta saja akan tau bahwa di kamera ini wajah Davinalah yang lebih dominan. Siapapun yang melihat pasti akan terfokus pada dirinya. Yang benar saja jika ingin mengelak, dasar tupai bodoh. Belum melompat tapi sudah jatuh!

"Tidak perlu susah-susah mengeditnya. Biar aku hapus saja, kau bisa mengambil ulang pemandangan yang sempat aku halangi, lagi pula pemandangan yang kau foto tadi tidak terlalu jelas."

Mike membulatkan matanya mendengar jawaban Davina. Mudah sekali wanita itu ingin menghapus gambar yang begitu langka ia dapatkan. Dengan cepat Mike merebut kembali kamera yang ada di tangan Davian sebelum semua foto yang ia ambil lenyap begitu saja.

"Aku belum menghapus semuanya, Mike. Aku heran dengan skil mu yang begitu buruk. Kau bilang kau seorang photografer handal, lalu kenapa arah kamera mu selalu salah?" Davina masih berusaha untuk mendapatkan kembali kamera itu, enak saja mengambil gambarnya tanpa mau mengaku.

Mike menjauhkan kamera tersebut dari Davina. Mengangangkat kamera tersebut lebih tinggi agar wanita itu tidak bisa mendapatkannya lagi.

Sekuat apapun Davina menjijitkan kakinya untuk mendapat meraih kamera itu, Mike jauh labih tinggi mengangkat kamera tersebut. Namun entah mengapa tiba-tiba saja pria itu justru menarik pinggangnya hingga lebih dekat dengannya, membuta Davina terhuyun dan justru memluk Mike.

Davina tersentak, keringat dingin seketika ia rasakan. Terasa sama seperti saat dirinya baru saja menginjakan kaki di pantai ini. Davina yakin dirinya tidak pernah datang ke tempat ini sebelumnya, namun entah mengapa tempat ini terasa tidak asing baginya. Begitu juga dengan pelukan Mike, seakan ia begitu merindukan pelukan ini, pelukan yang dengan mudahnya membuat dirinya nyaman dan terasa berat untuk di lepaskan.

'Bisakah kau merasakannya lagi, Angela. Apakah kau akan ingat bagaimana kita berciuman di tempat ini. Apa kau juga akan ingat tempat ini adalah tempat terakhir kau memeluk ku. Dan aku tidak percaya dapat memeluk mu lagi, di tempat ini.'

Davina sempat terlarut, ia begitu sulit mengendalikan tubuhnya agar melepaskan pelukan Mike. Seakan tak rela, namun nalarnya terus memberontak, mengendalaikan tubuhnya yang bergerak salah karena melepaskan pelukan Mike begitu saja.

"Kau baik-baik saja?" Mike khawatir ketika ia melihat wajah Davina pucat pasi, terlebih lagi napas Davina yang menderu begitu cepat terdengar dengan jelas.

"Aa.a.a.ku baik-baik saja." Davina mencoba menetralkan dirinya, mencoba terlihat biaik-baik saja meskipun perasaan membingungkan membuatnya bertanya-tanya. "Sebaiknya kita pergi saja."




👇👇

When You Remember Me [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang