3. Masa Depan yang Nyata

310 57 0
                                    

Setiba di rumah sakit, Chanyeol langsung mengikuti arah langkah Wendy. Gadis itu berlari, wajahnya pucat pasi karena khawatir akan keadaan teman lamanya itu. Tidak sabar menunggu lift, ia pun segera berlari ke arah tangga darurat menuju lantai lima tempat pasien dirawat. Chanyeol sudah beberapa kali mengingatkan untuk hati-hati tapi sama sekali tak Wendy hiraukan.

Eric sudah sempat memberinya kabar bahwa ia hanya kecelakaan ringan. Salah satu kakinya harus di gips karena kecelakaan itu membuat kakinya patah, sealin itu tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Semuanya aman terkendali, kondisi vitalnya bagus, kesadarannya seratus persen, senyumannya masih hangat saat menyambut Wendy yang datang dengan keringat bercucuran. Kalau Wendy sedang tidak kawatir mana mau ia berlari naik tangga hanya untuk menengok pria yang sempat menghancurkan moodnya itu.

"Lo nggak apa-apa? Kok bisa gini sih Ric? Duh kan lo bentar lagi comeback gimana sih. Ngelamun ya lo pas jalan? Atau-"

"Wen, duduk dulu" Eric melirik kursi yang terparkir di samping tempat tidurnya, menyuruh Wendy duduk. "Minum tuh air putih. Tenangin diri lo dulu"

"Tapi lo jawab dulu lah pertanyaan gue"

"Eric bener Wen, kamu duduk dulu. Minum air, tenangin diri kamu" Tambah Chanyeol yang kondisinya sama tidak karuannya dengan Wendy. Bedanya, ia jauh lebih tenang ketimbang kekasihnya itu.

"Ya udah oke" Dua lawan satu, Wendy kalah. Terpaksa ia duduk dan meraih satu botol air mineral yang terletak di atas nakas. Kondisi Eric jauh lebih baik daripada yang ia pikirkan, semua rasa khawatir itu perlahan sirna, digantikan oleh dahaga dan pegal di sekujur kaki. "Jadi gimana kondisi lo?" Tanyanya, masih tidak menyerah.

"As you can see. I'm fine. Ya cuma kaki doang patah, tapi sebulan lagi juga udah sembuh. Tadi tuh gue ngelamun aja pas jalan, banyak pikiran, gak taunya ada mobil lewat ya udah deh. Soal comebcak, tenang aja gue cuma nyanyi Wen, nggak pake nari-nari segala. So, kaki gue juga gak akan berpengaruh sama comeback" Eric menjawab semua pertanyaan Wendy dengan runtut, semua pertanyaan itu ada di luar kepalanya, dan sebagai tambahan... "Sekedar info aja kalau lo khawatir, gue ini manusia super. Jangan lupa, mungkin juga gak sampe satu bulan udah sembuh nih kaki"

"Syukur deh kalau gitu" Ucap Wendy lega setelah mendengar jawaban yang memuaskan.

"Mending lo pulang deh Wen, kasian si Chanyeol juga pasti udah capek"

"Ngusir nih?"

"Ya enggak. Emang lo mau disini terus?"

"Ya kalau lo nggak ada temennya, pas ada apa-apa gimana?"

"Wen gue bukan anak paud yang musti dijagain, tuh kasihan cowok lo nungguin"

"Gak apa-apa bro, kalau emang Wendy mau nungguin biar gue nginep disini juga" Chanyeol bersuara untuk yang pertamakalinya. Suara yang langsung ia sesali. Ayolah, yang Chanyeol inginkan hanya pulang. Sudah berhari-hari ia tinggal di kantor, rumahnya juga perlu dijenguk sesekali.

"Dih ogah gue jadi obat nyamuk" Eric terkekeh untuk selanjutnya kembali mengusir kedua tamunya itu. Wendy yang merasa terusir hanya bisa mengangguk pasrah, toh badannya juga perlu beristirahat setelah seharian bekerja. Sedangkan Chanyeol, ia hanya menurut. Rindunya sudah menunggu untuk dihilangkan, dan rindu itu hanya bisa hilang ketika ia sudah duduk berdua dengan Wendy, di bawah bintang-bintang, bersama dua gelas wine.

***

Wendy langsung berjalan menuju pintu apartemennya setelah pintu lift terbuka lebar, menunggu Chanyeol menghentikan langkahnya dan bertanya apa mereka bisa berduaan lebih lamaㅡseperti kebiasaan wanita pada umumnya. Sebenarnya yang paling wanita butuhkan adalah perhatian dan pengertian dari kekasihnya, tidak lebih, dan tidak kurang.

"Wen" Gadis itu tersenyum, lalu menoleh ke arah kekasihnya yang masih enggan membuka pintu apartemennya di ujung sana. "Jam berapa sekarang?"

"Jam... sembilan?" Jawab Wendy setelah menengok pada jam tangan yang selalu melingkar indah di pergelangan tangannya. "Kenapa?"

"Cinderella aja pulangnya jam duabelas loh Wen, masa kamu udah mau pulang aja? Gak mau mampir dulu emang?" Tawar Chanyeol yang disambut senyuman manis di ujung sana. Melihat reaksi kekasihnya itu, Chanyeol segera merentangkan tangannya, bersiap-siap mendekap tubuh mungil yang sudah lama ia rindukan. "I miss you" bisik Chanyeol, tepat setelah Wendy masuk sempurna dalam dekapannya.

***

Ditemani dua gelas wine yang sejak tadi menganggur, kedua kekasih itu duduk pada balkon apartemen Chanyeol sambil menghangatkan diri di balik selimut yang mereka kenakan berdua untuk menghalang dinginnya Korea dengan cara yang romantis. Sungguh, tidak ada lagi yang mereka butuhkan ketika berada di samping satu sama lain. Lihatlah, bahkan bintang-bintang di langit tersenyum terang melihat pasangan paling indah di muka bumi itu.

"Masih inget nggak Wen, dulu kita jadiannya gimana?" Tanya Chanyeol, rasanya hari yang indah ini akan makin lengkap bila ditambahi dengan kenangan-kenangan manis.

"Inget dong" Jawab Wendy mantab. "Dulu kamu ke kelas, bawa bunga, bawa gitar, aduh norak banget. Sampai pak guru aja nggak berani ganggu momen sakral kamu"

"Momen sakral kita, Wen" Katanya mengoreksi, sambil tersenyum menghadap perempuan paling cantik yang pernah ia temui di muka bumi. Kemudian dikecupnya pucuk kepala gadis itu dengan penuh kasih sayang.

"Dulu aku sebenernya takut nerima kamu, takut bakal sakit hati. Kan kamu dulu playboy!"

"Tapi kalau nggak kamu terima mungkin aku nggak bisa berhenti jadi playboy" Jujur, seyumnya manis sekali saat itu. Tipikal senyuman yang ingin kau kantongi untuk dibawa pulang lalu disimpan untuk dirimu sendiri, dan senyuman itu milik Wendy. Milik Wendy seorang. "Makasih ya"

"Buat apa?"

"Buat bikin aku berhenti jadi playboy" Kali ini, Wendy yang tersenyum. Sama manisnya. Sama indahnya.

"Makasih juga kalau gitu"

"Karena apa?" Tanya Chanyeol bingung.

"Karena menjadi cinta yang aku kira sudah tidak akan ada lagi untukku" Kedua mata itu beradu, berbagi binar yang begitu indah hanya untuk mereka berdua. "I love you"

"Yaa udah jam duabelas aku pulang dulu ya!" Katanya sambil malu-malu karena pipinya yang memerah ingin segera sembunyi. Coba saja Chanyeol tidak diam membatu setelah mendengar Wendy mengucapkan kalimat itu, maka ia tidak akan punya niat kabur seperti sekarang ini . Tapi apa daya, Chanyeol sudah terlanjur menggenggam erat tangan Wendy, mencegahnya pergi.

"Emang kenapa kalau sudah jam duabelas? Kan kamu bukan Cinderella, kamu bukan fiksi?"

"Terus aku apa dong?"

"Kamu Wendy, kamu masa depanku yang nyata" Sepasang binar itu berubah serius, tapi nadanya terdengar mantap. "Son Wendy, mau tidak jadi istriku?"

The Girl Next Door [OH HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang