Semburat merah di langit mulai menampakkan diri. Sebentar lagi sang mentari kembali ke peraduannya. Dari atas kursi kerjanya, Sean dapat melihat lampu-lampu dari gedung-gedung pencakar langit mulai menyala. Namun, pikiran Sean melanglang buana kemana-mana.Sudah seharian ini Sean menghubungi Gwen. Tapi, ponsel gadis itu tidak aktif. Pesannya pun tidak dibalas. Sean hanya ingin memastikan sekali lagi bahwa setiap kata-kata yang diucapkan gadis itu tidak benar.
Bahwa Gwen tidak mencintainya.
Sean tidak mempercayainya, tentu saja. Di sudut hatinya, Sean masih meyakini bahwa sebenarnya Gwen mencintainya. Meskipun gadis itu tidak pernah mengatakannya secara langsung, tapi Sean bisa melihat bahwa Gwen juga mencintainya dari tatapan gadis itu untuknya.
Apa selama ini dia salah mengartikan tatapan itu?
Sean memijat pelipisnya. Demi Tuhan, Sean memang membenci suatu hubungan percintaan. Dia takut menyakiti hati perempuan seperti yang ayahnya lakukan terhadap ibunya. Tapi, kenapa malah yang terjadi sebaliknya? Malah ia yang tersakiti.
Belum lagi melibatkan Jason yang notabene adalah sahabatnya sejak kecil. Sean tahu Jason adalah pecinta wanita. Tapi, tidak harus kekasihnya, kan?
Lagipula, bukannya Jason dekat dengan Katie akhir-akhir ini? Lelaki itu sendiri yang bercerita.
Apa itu hanya kamuflase untuk menutupi hubungannya dengan Gwen?
Lalu, sekarang Jason menyembunyikan Gwen?
Shit!
Sedang berkubang dengan pikirannya, pintu ruangan Sean tiba-tiba terbuka. Yang Sean tahu hanya dua orang yang bisa membuka pintu ruangannya sesuka hati tanpa perlu mengetuk lebih dulu. Jason dan David.
Dan benar saja. Saat Sean memutar kursi, kedua pria itu memasuki ruangan. David memasang tampang cerianya, sementara Jason menunduk di belakangnya.
“Hei, ini sudah malam. Tumben sekali kau masih di kantor. Bukannya akhir-akhir ini kau selalu pulang lebih awal? Menemui gadismu, kan?” ujar David menyapa dengan ceria, tanpa tahu kedua sahabatnya sedang saling bertukar tatapan. Yang satu menyorot tajam, sementara yang lainnya merasa bersalah.
Melihat tampang Jason membuat Sean teringat saat ia menangkap basah pria itu tidur bersama Gwen. Sean yang murka akhirnya merangsek maju, mencengkeram kerah kemeja Jason.
“Dimana kau sembunyikan Gwen?” desis Sean tajam.
“Wow, wow, wow. Ada apa ini?” David yang tidak tahu apa-apa mencoba menarik lengan Sean dari leher Jason. Tapi perbuatannya itu sia-sia. Sean mencengkeram Jason begitu erat.
Sementara, Jason hanya pasrah. Ia sudah hapal perangai Sean. Pria itu akan bersikap impulsif jika emosi. Seperti saat ini, dan saat Sean memergokinya di flat Gwen, hingga menyebabkan wajahnya penuh lebam. Jason bisa saja melawan Sean saat itu. Kalau masalah kekuatan, bisa dibilang Jason lebih kuat. Tapi, Jason tahu diri. Disini dia yang bersalah. Bukan haknya untuk melawan.
Karena tidak juga mendapat jawaban, Sean kembali berteriak. “Jawab!”
“Aku tidak bisa mengatakannya.” jawab Jason tenang. Ia tidak menjawab pertanyaan Sean. Bukan karena tidak ingin, tapi Jason sudah terlanjur berjanji pada Gwen untuk merahasiakan keberadaan gadis itu dari Sean. Gwen sendiri yang meminta.
Jawaban Jason mengecewakannya. Belum lagi ekspresi tenang yang ditunjukkan pria itu menyulut emosinya. Seakan-akan mengoloknya. Untuk itu, Sean memberikan pukulan tepat di perut Jason. Bahkan tak mengacuhkan David yang melerainya.
“Dammit!” desisnya sebelum pergi meninggalkan ruangan.
Jason mengerang kesakitan memegangi perutnya. Belum sembuh luka bekas pukulan Sean kemarin di wajahnya, sekarang sakitnya bertambah. Jason tidak marah. Justru ia merasa iba pada Sean yang pastinya lebih terluka daripada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Love [COMPLETED]
RomanceGwen Stevanzka mendapat tawaran ke New York untuk menjadi penyanyi sekaligus penulis lagu oleh seseorang. Ternyata sampai di New York ia ditipu. Alamat yang diberikan oleh orang tersebut palsu. Padahal Gwen sudah membayar orang tersebut karena orang...