DELAPAN BELAS

1K 145 18
                                    


Sinar matahari yang terpancar dari arah jendela menyilaukan matanya, membuat Sean terusik dari tidurnya. Tak lama, Sean tersenyum mengingat apa yang ia lakukan beberapa jam lalu. Untuk kedua kalinya ia bisa tidur nyenyak. Tidak ada lagi mimpi buruk yang selama ini menghantuinya.

Kehilangan seorang ibu membuat Sean amat terpukul. Sejak hari ibunya berpulang, tiap malam Sean selalu mimpi buruk. Tetapi hal itu tidak pernah terjadi lagi. Pertama kalinya, saat Gwen bersedia berkencan dengannya. Dan kedua, pagi ini, setelah apa yang mereka lakukan semalam. Semuanya melibatkan Gwen. Gadis itu memang memberi warna baru dalam hidupnya. Bukan lagi hitam dan putih atau kelabu.

Mengingat kejadian semalam membuat Sean tersenyum-senyum sendiri. Sepertinya hari ini pipinya akan pegal karena terus tersenyum lebar. Sean mengulurkan sebelah tangannya sebelum berbalik menghadap tempat Gwen tertidur. Tapi, sedetik kemudian matanya membola lantaran tak menemukan sosok itu disana. Padahal Sean ingin melihat wajah bangun tidur Gwen.

Sean tersentak dan terduduk begitu saja. Ia menyugar rambutnya. Kekalutan terlihat jelas dari wajahnya. Apa jangan-jangan yang semalam itu hanya mimpi? Apa sebenarnya Gwen tidak bersamanya dan kejadian semalam hanya representasi dari khayalannya yang berwujud menjadi mimpi?

Tidak mungkin!

Sean mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan. Benar, ini salah satu kamar di mansionnya yang ia siapkan untuk Gwen. Tapi, kemana gadis itu? Apa jangan-jangan Gwen marah padanya dan memutuskan pergi?

Oh, tidak! Itu bahkan lebih buruk!

Sean meremas rambutnya dan menggeram. Bodoh! Seharusnya ia bisa menahan diri. Dan sekarang tindakan impulsifnya membuat wanita yang ia cintai pergi. Bodoh kau, Sean! Ia bersumpah akan meminta maaf pada Gwen nanti dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi betapapun ia ingin.

Tetapi, kekalutannya itu terjawab ketika pintu kamar terbuka. Padahal Sean baru saja ingin mencari Gwen tapi ternyata Gwen sudah muncul di hadapannya. Sean menghela napas lega dan tersenyum kala melihat Gwen yang hari itu memakai gaun putih memasuki ruangan. Kekhawatirannya tidak terjadi karena bidadarinya ada di depannya saat ini.

Buru-buru Sean beranjak dari kasur dan menghampiri kekasihnya. Ia segera menarik Gwen dalam pelukan.

“Kenapa?” tanya Gwen yang tersentak saat tiba-tiba Sean memeluknya.

“Kau dari mana?” Sean malah membalasnya dengan pertanyaan, masih sambil memeluk Gwen erat.

“Aku habis menyiapkan sarapan.” Jawab Gwen lembut. “Ada apa sebenarnya?”

“Aku kira semalam hanya mimpi. Aku takut kau pergi.” Sean melepas pelukan. “Maafkan aku untuk yang semalam. Aku terlalu gegabah.”

Mata Gwen menyipit. “Maaf? Kau menyesal?”

“Seharusnya aku tidak bertindak impulsif.”

Gwen bergerak menjauh. “Ok. Kalau begitu lupakan saja apa yang kita lakukan semalam.” Ujar Gwen ketus. Ia berbalik ingin pergi namun Sean lebih dulu menahannya.

“Hei, kau marah?”

“Kau bilang kau menyesal? Kau melukai perasaanku, Sean.”

Sean buru-buru membantah. “Gwen, bukan itu maksudku.”

“Lalu?”

“Ak-aku...hanya tidak ingin kau marah. Jujur, sewaktu terbangun tadi aku terkejut karena kau tidak ada disampingku. Aku mengira kebersamaan kita hanya mimpi. Yang terburuk kalau kau pergi karena marah dengan apa yang aku lakukan padamu. Untuk itu, aku minta maaf.”

“Sean, ini bukan mimpi.”

“Kalau begitu, cium aku. Untuk membuktikan kalau ini bukan mimpi.”

Lost Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang