Part 2

43 10 12
                                    

Hari ini hari yang ditunggu oleh siswa baru untuk melakukan kembali aktivitas belajar mengajar, lebih tepatnya lagi mencari para kaka kelas kece. Tapi tidak dengan gadis yang kini sedang gelagapan mencari sepatu, dia tidak ingin mencari kaka kelas kece melainkan mencari ilmu di sekolah impiannya.

Sosok gadis tersebut Azka Aqilla Qirani Wajdi. Sudah tidak sabar jurusan apa yang dia dapat sampe dia bergadang memikirkan hal tersebut. Alhasil dia bangun kesiangan. Benar kata bang haji Roma Irama begadang tidak ada gunanya, apalagi memikirkan yang tidak penting.

"Alhamdulillah nemu juga," Aqilla melirik jam dinding kamar, pukul 06.55. Aduh pasti telat mana naik angkot , ini gara gara mamah ngga nganterin Qilla, gumamnya dalam hati

Padahal kan yang salah dirinya karena kesiangan kenapa mamahnya yang disalahkan. Dasar anak ANEH!.

Setelah mamakai sepatu Aqilla segera berangkat ke sekolah, dan kini dirinya sedang menunggu angkutan umum di halte, untung saja hari ini tidak ada orang gila yang mangkal di pinggir jembatan dekat halte, yang selalu melempari dirinya dengan kerikil. Kalau ada dia akan kalah karena tidak membawa senjata serupa.

Setelah turun dari angkot, Aqilla tak melihat satpam, gerbangnya pun di buka dan tanpa pikir panjang Aqilla berlari tanpa peduli kiri kanan, toh ini sudah pukul 07.27 tidak akan ada yang orang yang baru berangkat selain dirinya. Namun dugaannya salah ketika ada sebuah mobil memasuki gerbang dengan kecepatan yang tiada kira dan....

Brughhh

"ARGHHH." Teriak Aqilla ketika dirinya tertabrak mobil, bahasa yang lebih tepatnya keserempet.
Benar saja mobil berwarna kuning kekinclongan dengan kecepatan yang tiada kira itu menyerempet Aqilla.

Dengan santainya pemilik mobil itu tidak berhenti sekedar untuk meminta maaf, membuat Aqilla geram dan langsung berdiri untuk menghampiri mobil yang sudah terparkir indah di parkiran, tentunya.

Tok tok

Aqila mengetuk pintu kaca cukup keras bercampur rasa kesal yang sudah menyeruak di tubuhnya.

Brugh...

Lagi dan lagi, Aqilla terjatuh oleh pelaku yang sama. Pria itu dengan kejamnya membuka pintu tanpa melihat disamping ada orang.

Aqilla langsung bangkit dan menahan rasa sakit di telapak tangan, bokongnya juga terasa nyeri.

Aqilla manatap tajam pria di depannya.

"Punya mata ngga sh! Ngga lihat ada orang, hah?!" ujarnya penuh kebencian.
"Lihat kok, tapi emang sengaja." setelah mengatakan itu, pria tersebut berlalu meninggalkannya.
"Cowok ngga sopan." Dan langsung mengejar pria tersebut.

"Aku belum selesai ngatain kamu!" maki Aqilla. "Bukannya minta maaf malah entengnya bilang sengaja? Kamu udah tabrak aku dua kali! Eh ralat, yang pertama keserempet, yang kedua terbentur pintu mobil kamu!" geram Aqilla, setelah berada di belakang punggung pria itu.

Pria tersebut berhenti melangkah lalu berbalik badan setelah mendengar ocehan dari Aqilla
reflek Aqilla juga ikut berhenti.

Aqilla manatap cowok di depannya dari rambut, baju, sampai sepatu dengan sorot mata tajam, namanya Rayen Budiman nama yang bagus, penampilan nya juga bagus, tapi sifatnya kurang bagus, cih. Batin Aqilla.

"Bodo amat," Setelah mengatakan itu Rayen menggeplak jidat Aqilla cukup keras, lalu melanjutkan langkahnya yang tertunda.
"Cowok brengsek!" serunya keras, dan mengambil kaca dari dalam tas untuk melihat bagaimana nasib jidatnya, benar saja jidatnya kini merah seperti cabai merah.

"Siapa yang brengsek?!"
"Cowok i..tu" tunjuk Aqilla entah kepada siapa karena pria yang bernama Rayen sudah menghilang endah kemana.

Aqilla membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang bertanya padanya.

"Ngga ada kan?!" Tanya pak guru berkepala pitak. "Sekarang kamu masuk kelas! Kali ini saya tidak akan menghukum kamu karna kamu siswi baru, kelihatannya" tebak pak guru, setelah melihat seragam Aqilla yang terlihat masih baru dan baunya pun tercium bau-bau seragam baru.
"Ta...tapi aku belom tahu kelas aku dimana pak. Makasih loh pak ngga hukum aku, lagian aku anak baru beneran kok bukan kelihatannya lagi hehe" balas Aqilla cengengesan.

Guru yang tidak mempunyai rambut dibagian tengah itu menggelengkan kepalanya pelan, baru kali ini laki-laki yang berprofesi sebagai guru menemukan murid baru bisa cengengesan seakan meledek, atau malah merasa tak punya dosa? Murid baru yang di temukan sepanjang dirinya menjadi guru biasanya sosok sopan, atau bahkan takut, walau dihatinya sering mengumpat ketika mendapat teguran yang aneh.

Tapi tidak dengan Aqilla, gadis itu tidak biasa, tapi luar biasa.

"Kenapa ngga tau kelas kamu di mana?, kan udah ada daftarnya di situh." pak guru menunjuk sebuah papan pengumuman yang tidak jauh dari tempat Aqilla berdiri.
"Makasih pak guru pitak." Aqilla memukul mulutnya dan mengumpat didalam hati.
Mulut kenapa kamu jahat sekali membuat seseorang tersinggung, batin nya.

Aqilla langsung berlari menuju papan pengumuman tanpa pamit, mungkin kalau dia terus-terusan bersama pak guru itu mulutnya akan berulah lagi bahkan semakin menjadi.

Sedangkan pak guru melongo di tempat karena ucapan Aqilla yang begitu cepat dan terdengar tidak jelas, membuatnya jadi penasaran apa yang dikatakan gadis itu barusan. Mungkin gadis itu memuji dirinya karena ganteng atau karena dirinya baik, fikirnya.

****
Rayen memasuki kelas tanpa salam, dan langsung menyelonong menuju tempat duduknya begitu saja, tanpa menyalimi guru yang sedang menulis di depan atau sekeder menyapanya.

Doni yang duduk disebalah Rayen memutar bola matanya saat pria itu duduk, dia sudah biasa melihat sahabatnya yang selalu datang seenaknya.

"Enak yak jadi anak pemilik yayasan, bisa masuk kapan saja tanpa permisi." sindir Doni untuk sang sahabat. Tapi tidak digubris oleh Rayen, dia sibuk dengan hp nya.

Doni salah satu teman Rayen yang berbeda di antara yang lain, lelaki itu adalah yang paling rajin, tapi entah kenapa dia bisa menggabung dengan Rayen dan kawan-kawan nya.

Doni melirik Rayen yang masih sibuk dengan ponselnya, "Tulis woy, lo kesini itu sekolah! Belajar! Bukan cuma buat nyari wifi terus nge-game seharian."

Tapi Rayen tetap lah Rayen, dia tetap mengotak atik benda persegi di depannya, bagi Rayen game adalah sebuah kewajiban yang harus dilakoni nya setiap hari tanpa ada yang mengganggu.

Wijaya yang melihat itu hanya menghela nafas, merasa kasihan pada Doni yang berusaha berbuat baik walau berakhir mendengus kesal.

"Dia itu sudah pintar," timpal Wijaya singkat dan langsung melanjutkan menulis. Bukan karena rajin, tapi karena di iming-imingi rokok dan makan siang oleh Doni. Akhirnya dia menurut.

"Pintar apa? Pintar ngelukain hati para cewek maksud lo?" Rayen yang mendengar perkataan Doni langsung menghentikan aktivitas kewajibannya, dan mengambil polpoin beserta buku untuk memulai mencatat.

"Akhirnya nulis juga," ucap Doni tersenyum merasa senang, karena berhasil membuat Rayen menggoreskan penanya di buku.

"Gue anak rajin!" tungkas Rayen tajam. Mau tak mau Rayen harus mengakhiri gamenya, karena tak mungkin lelaki itu bermain dalam mood yang buruk, itu tidak baik untuk rank kemenangannya.

Rayen sedikit menekan pulpennya merasa kesal karena ucapan sahabatnya yang terlalu mengejeknya tentang wanita, makhluk tuhan yang paling Rayen hindari.

***
Maap apabila cerita ini mengandung kata2 yang kurang bagus atau ceritanya kurang bagus mohon di maklumi, karna saya makhluk ciptaan tuhan yang tidak mempunyai ke sempurnaan:)

TERIMA KASIH:*

 WajdiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang