#7

12 0 0
                                    

"Apa apaan ini ibu? Aku menunggu kalian sangat lama. Dan ketika kalian pulang malah membawa kabar akan menjodohkan ku? Apa ini semacam lelucon bodoh? Haaa!!"

"Rijin, dengar ibu. Ini sangat terpaksa keadaan ini sungguh memaksa ibu dan ayah melakukannya."

Aku menepis tangan ibu keras dipundakku. Air mataku sudah berjatuhan sejak beberapa menit yang lalu. Bagaimana tidak.

Saat ibu dan ayah pulang aku menyambut mereka senang kerna sangat merindukan mereka. Tapi, semuanya hilang ketika mereka mengatakan hal yang membuatku sangat pusing.

Aku akan dijodohkan. Gila. Hanya satu kata kalau ini gila.

"Pernahkah sekali saja kalian berpikir soal perasaanku? Kenapa selalu mempermainkan ku? Apa aku ini boneka kalian? Kalian selalu membuatku senang dan sedih secara bersamaan. Perlakukan aku dengan jelas. Jika ingin menyakiti ku lakukan dengan benar, kenapa malah membuatku bahagia pada akhirnya?!! Lalu membuatku sakit kembali?!!"

Plakkk!!

Satu tamparan mendarat di pipi kananku. Ibu sudah bertindak jauh dengan menamparku. Aku memegang pipiku dan mencoba melihat ibu. Pandanganku kabur kerna genangan air di mataku. Ibu menatapku dengan mata memerah dan akhirnya menumpahkan air mata.

"Ibu menyayangimu, sangat menyayangimu."

Hanya itu yang ibu katakan dan luluh membuat hatiku tercabik. Pada akhirnya aku malah memutuskan untuk menangis dari pada memberontak, seperti yang selalu kulakukan.

 Pada akhirnya aku malah memutuskan untuk menangis dari pada memberontak, seperti yang selalu kulakukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akhirnya aku berada disini. Duduk diantara semua orang. Setelah menenagkan diri aku ikut keacara perjodohan gila ini. Aku akan tetap mengatakannya gila.

Ayah dan ibu bercerita dan tertawa dengan paman dan bibi yang duduk dihadapan kami. Aku tak ingin menebak, sudah pasti kalau mereka adalah orang tua dari anak yang akan dijodohkan denganku.

Dimana anaknya?

Tentu saja dia duduk tepat di hadapanku dengan sebuah senyum kelewat lebar hingga menampakkan lubang tipis dikedua pipinya. Itu adalah senyum tulus nan manis. Tapi aku sama sekali tidak berniat untuk membalas senyuman itu. Tidak sama sekali.

"Jadi, kapan pernikahannya dilangsungkan?"

"Tidak usah terburu, biarkan mereka saling mengenal satu sama lain dulu."

"Kalau begitu, bagaimana dengan bertunangan saja dulu?"

"Ide yang bagus. Bagaimana menurutmu Rijin?"

Ibu menyentuh lenganku dan tersenyum. Semua orang melihatku menanti jawaban dariku. Aku hanya menatap ibu jengah. Aku sudah lelah untuk terus merasa kesal.

Dengan cepat aku berdiri.

"Maaf, aku merasa sesak jadi aku permisi ingin mencari udara segar."

Lalu aku membungkuk sebentar sebelum berlalu dengan cepat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Someone Like You Where Are YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang