03 - the second first time

156 71 78
                                    

t i g a
_____

"Akan selalu ada yang pertama untuk segala sesuatu. Apakah kamu bisa membayangkan bagaimana kalau kamu mendapatkan kesempatan kedua, dalam pertama kali melakukan sesuatu?"

"Apakah kamu akan melakukannya sama persis seperti pada kali pertama? Atau justru akan melakukan kebalikannya, agar segala sesuatu membaik?"

***

"ANAK-ANAK, Anggika sudah kembali bergabung dengan kita. Seperti yang kalian sudah dengar, Anggika benar-benar tidak ingat apa-apa tentang masa SMA nya. Nah ibu minta tolong kita semua saling mendukung Anggika." Bu Elida membuka pelajaran pagi hari ini dengan semangat.

"Anggika, kamu duduk sebangku dengan aku." Ujar anak perempuan bernama Dinda, dia adalah sahabat Anggika dari kelas 10.

"Hai. Nama kamu siapa?" Tanya Anggika berbisik kepada Dinda. Bu Elida sedang membagikan nilai pre test bab Trigonometri minggu lalu. Pre test yang tentu saja tidak Anggika ikuti.

"Dinda."

"Kamu bener-bener nggak ingat apa-apa?" Sekali dua kali Dinda menatap takjub Anggika. Dari luar memang tidak ada bedanya.

"Aku even ngga tau kalau aku udah SMA, terakhir yang aku ingat aku masih kelas 9."

"Gila, apa rasanya Gi."

"Mungkin kaya terlahir kembali." Jawab Anggika sarkas.

"Tapi sifat kamu nggak berubah kok, tetep sarkas."

Anggika nyengir menanggapi kalimat Dinda. Mungkin memang benar dia anak yang sarkas.

"Selamat, Syarah. Nilai kamu 98. Ada nggak teliti sedikit di nomor terakhir, nilai tertinggi di kelas." ujar Bu Elida yang kemudian diikuti riuh tepuk tangan murid kelas XI Mipa 1.

Anggika merasa tidak suka, yang dia ingat, dia selalu mendapat nilai tertinggi pada ulangan apapun.

Juga selalu ranking satu, sejak SD.

Setelah membagi semua hasil pre test, bu Elida mengumumkan minggu depan akan ada ulangan harian Matematika Wajib.

"Anggika, kamu boleh ikut boleh enggak, pasti akan susah untuk kamu karena kamu sama sekali nggak ingat pelajaran selama SMA kan?" Tanya bu Elida kepadaku ditengah anak-anak kelas.

"Syar, akhirnya lo punya kesempatan buat jadi ranking 1. Anggika amnesia sih!" Teriak salah satu anak laki-laki yang duduk di bangku deretan belakang, tipikal anak bandel yang kerjanya hanya tidur dan membolos.

"Lu kalau ngomong nggak ada gunanya gitu mending diam deh!" Teriak Asti.

"Diam. Jangan berkelahi. Ayo kita mulai materi trigonometri." Ujar bu Elida menengahi.

Sebenernya, Anggika, Dinda, Asti dan Syarah adalah teman dekat. Tetapi Anggika tentu lupa semua itu. Seperti yang Faris bilang. Anggika memang selalu ranking satu, dan Syarah selalu ranking dua.

Semua orang juga tau kalau Syarah ingin sekali saja mencicip ranking satu dan menggantikan tempat bertahan Anggika. Mungkin Faris benar, inilah saatnya.

***

"Makanan favorit lo di kantin ini tuh, Mi Ayam mang Uyip, Gi." Ujar Dinda membuka percakapan, seraya menunjuk warung Mi Ayam yang dimaksud.

Mulai hari ini mereka lengkap berempat lagi.

Anggika tentu belum boleh jajan sembarangan, menjelang istirahat makan siang Mama atau Papa akan datang membawakan makan siangnya, begitulah perjanjiannya.

Mama dan Papa Anggika pun bertindak seolah mereka tidak bercerai, saat ada Anggika dirumah mereka akan tinggal di rumah, bersama-sama.

Tetapi mereka akan segera saling menjauhi satu sama lain, segera setelah Anggika pergi sekolah.

Mereka amat bersyukur sampai hari ini, Anggika belum bertanya tentang keberadaan Adhan.

Nasi merah, udang rebus, telur kukus yang ditaburi keju dan beberapa kupas wortel. Makan siang Anggika. Mamanya juga menambahkan dua kotak buahvita rasa jambu.

Makanan seperti itulah yang anggika makan terus menerus. Micin, vetsin dan jajanan yang mengandung MSG sepenuhnya terlarang untuk gadis malang itu.

"Gi. Mau nggak mulai hari ini tiap pulang sekolah kita belajar bareng? Biar lu cepet ngejar ketinggalan materi. Seenggaknya untuk kelas 11 ini dulu, kan kita juga baru naik kelas 11. Biar ntar mid semester lu bisa jawab, seenggaknya biar lu bisa naik kelas." Tawar Asti.

"Sure. Makasih, kalian baik banget." Jawab Anggika senang.

Anggika, Syarah, Dinda dan Asti sebenarnya adalah paket komplit.

Anggika sangat jago di semua pelajaran, dia tidak punya kelemahan.

Syarah juga begitu, tetapi tetap saja dia tidak bisa menang melawan Anggika.

Dinda anak klub Kimia, satu pelajaran itulah yang paling dia kuasai.

Sementara Asti adalah anak biologi sejati, dia juga anggota KIR dan ketua pengurus UKS. Sudah jelas dia calon dokter.

Mereka berempat pertama bertemu saat kelas 10, mereka juga di kelas yang sama.

Di SMA Dirgahayu ada 8 kelas MIPA, 3 kelas Sosial dan 1 kelas Bahasa. Untuk kelas MIPA, yang unggulan adalah MIPA 1 dan MIPA 4.

Anggika mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin. Mencari seseorang, lebih tepatnya Geraldo.

"Guys. Kalian kenal Geraldo?" Tanya Anggika kepada ketiga sahabatnya.

Mereka bertiga terdiam, bingung mau jawab apa.

"Ngga ada yang ngga kenal Geral di sekolah ini, Gi." Syarah yang memilih menjawab.

Asti dan Dinda memilih diam, sedikit banyak bersyukur karena Anggika benar-benar lupa dengan apa yang terjadi diantara Anggika, Syarah dan Geral.

"Oh gitu ya. Dia kelas MIPA berapa?"

"Dia anak Sosial, Gi. Ketua ekskul bela negara." Jawab Dinda seadanya.

"Ooh, hebat dong." Jawab Anggika lagi.

"Hebat kalo seandainya dia ngurangin dikit hobinya bikin ricuh. Julukan dia di sekolah ini, Buldoser." Jelas Asti.

"Hahaha. Kenapa gitu Ti?" Anggika bertanya ingin dijelaskan lebih jauh.

"Soalnya dia suka bikin ricuh dan gusur situasi damai sana sini. Persis kaya buldoser yang dateng pas situasi lagi damai." Jelas asti.

Mereka berempat tertawa, dengan lepasnya.

"Gue beli Aqua dulu." Pamit Anggika setelah selesai makan.

***

Aqua dijual di ujung kedai yang ada di kantin. Tepat saat tangan Anggika meraih satu botol Aqua yang dia pilih. Ada tangan lain yang juga memegang Aqua itu.

Tanpa dia sadari, Anggika memiringkan bibirnya sinis menanggapi situasi awkward ini.

Ia menoleh untuk melihat tangan milik siapa yang sedang berusaha meraih botol Aqua yang sama dengan dia.

"Anggika..." ujar laki-laki itu.

***

Hayolooooooo siapa kira2 laki-laki itu yaaaah😋

Mindless meets HeartlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang