04 - reset

130 63 89
                                    

e m p a t
_____

"Ketika kamu tau sesuatu akan berakhir buruk, namun tidak dapat menghentikannya saat masih terasa indah."

"Yang kamu lakukan bukan berbahagia, tetapi menunda keburukan akan akhir menyedihkan itu."

***

"HEH ANJING!!! Bagian mana dari jangan pernah nampakin diri lu depan Anggika yang lu ga ngerti. Jelasin ke gua, bagian mana!?" Teriak Geral di ruang OSIS.

"Ngga ada hubungan semua ini sama gue Ger!" Ansel membalas teriak juga. Tanpa memperdulikan dimana posisi mereka beradu pendapat sekarang.

Mungkin lebih tepatnya, bersiap-siap memulai perang.

"Justru semua itu gara-gara lo anjing." Balas Geral lagi, kali ini ia mengepalkan tinjunya ke pelipis kanan Ansel hingga Ansel terjatuh.

Semua pengurus OSIS yang menyaksikan kejadian itu benar-benar syok, para perempuan berteriak.

Beberapa anak laki-laki mencoba melerai perkelahian mereka.

"Hah. Keterlaluan lu." Ansel berdiri dan balik menyerang Geral.

Sudah terlambat, mereka berdua sudah saling menyerang satu sama lain lebih jauh.

Saat ini kalau ada yang cukup berani melerai mereka maka orang itu akan berani menerima resiko kena hantam juga.

"Ansel, Geraldo. Stop!" Lerai Pak Riko, pembina OSIS.

Tidak main-main, pak Riko langsung menjewer masing-masing telinga Geral dan Ansel, dan membawa paksa mereka keluar ruangan menuju lapangan sekolah.

Tempat mereka selanjutnya akan menerima hukuman.

"Aw aw sakit banget pak ini nggak adil. Bapak jewer saya pakai tangan kanan, bapak pilih kasih ke Ansel mentang-mentang Ansel wakil ketua OSIS kan pak!?" Teriak Geral melawan.

"Sudah salah, masih melawan." Perkataan Geral barusan justru menambah kencang jeweran pak Riko di telinga mereka berdua.

Sesampainya di lapangan, bel tanda istirahat makan siang telah berakhir berdering.

Semua siswa yang bersiap-siap kembali ke kelas masing-masing melirik kepo ke tengah lapangan, tempat Geral dan Ansel akan dihukum.

Mungkin inilah hukuman pertama Ansel di sekolah ini. Wakil ketia OSIS itu selain pintar, dia juga santun dan bisa menjaga sikap.

Beberapa orang yang lewat di sekitar mereka juga membicarakan hal itu, hal yang membuat Geraldo senang.

"Kamu lagi, kamu lagi! Bikin malu anak-anak Bela Negara saja! Kamu pikir membanggakan suka berkelahi seperti itu?" Tanya pak Riko ke Geral setengah berteriak.

"Justru karena saya anak bela negara pak, harus jago dulu bela diri. Gimana mau bela negara kalau nggak bisa bela diri?" Jawaban Geral membuat emosi pak Riko meningkat, tetapi di saat yang bersamaan ia ingin tertawa mendengar pernyataan bodoh Geraldo barusan.

"Bela diri apaan orang situ yang mukul duluan." Celetuk Ansel dengan nada tak suka. Ini bukan posisi yang dia inginkan. Catatan pelanggaran di buku disiplin siswa milik Ansel masih bersih.

Jangan tanya punya Geral, sejak kelas 10 lalu, ia sudah 3 kali ganti buku itu. Sudah penuh.

"Hah!" Geraldo mendengus sinis. "Gue cuman menyelesaikan apa yang lo mulai!"

"STOP!" Teriak pak Riko, mencegah kedua anak laki-laki labil berusia 17 tahun ini supaya tidak berkelahi lagi.

"Kalian berdua, jalan jongkok keliling lapangan. 3 kali! Sekarang!" Teriak pak Riko.

Mindless meets HeartlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang