2. Hanya Cinta

25K 757 28
                                    


Seorang gadis berusia 19 tahun menatap nanar pada benda kecil memanjang yang baru saja ia lempar ke sembarang. Ia syok melihat dua garis yang tertulis di benda tersebut.

Ia terduduk di lantai kamar mandi sebuah kostan beriringan dengan tetesan bening yang mengalir dari sudut matanya. Ia meremas perutnya yang tanpa ia sadar kini telah tumbuh j4nin dari hasil perbuatan terl4rangnya dengan teman lelakinya.

"Beb, kok lama." Suara laki-laki terdengar dari luar kamar mandi--sebut saja Alvian. Ya, mereka memang sering menghabiskan waktu berdua di sebuah kostan.

Buru-buru gadis bernama Maharani itu mengusap air matanya. Ia memungut benda kecil yang tadi sempat dibuangnya. Perlahan ia membuka pintu kamar mandi yang seketika menampilkan sesosok wajah dengan raut muka cemas.

"Gimana?"

Maharani yang masih berdiri di ambang pintu mengulurkan benda itu pada Alvian.

Alvian menatapnya ragu, "Aku gak ngerti begituan, jelasin!" katanya tak sabar.

"A-aku h4mil, Al." Maharani menjawab lirih hampir tidak terdengar. Tubuhnya menggigil, ia begitu terpukul mengetahui dirinya berbadan dua.

Alvian menyambar tubuh Maharani ke dalam dekapannya. Mencoba meyakinkan kekasihnya itu bahwa semua akan baik-baik saja.

"Tenanglah, kita cari jalan keluarnya bareng-bareng," ucap Alvian mencoba menenangkan gadis yang dicintainya, meski sejujurnya nyalinya sendiri menciut. Umur mereka berdua belum genap 20 tahun dan masih mengenyam bangku kuliah. Sekilas terlintas wajah kedua Ayah mereka yang pasti akan murka mengetahui perbuatan mereka.

"Aku takut, Al."

•••••

Sepulang dari rumah sakit, Maharani memilih mengurung diri di kamar. Ia benar-benar terpukul mendapati Alvian telah menikah lagi bahkan telah memiliki anak yang bahkan sudah balita. Itu artinya sudah bertahun-tahun lalu Alvian mengkhianatinya, dan betapa bodohnya ia baru mengetahui semuanya hari ini.

Bodoh! Bodoh!

Maharani merutuki kebodohannya. Ia baru menyadari ada sesuatu yang Alvian coba tutupi darinya. Berawal dari seringnya Alvian pulang terlampau larut dan seringnya pergi ke luar kota. Sekarang Maharani tahu kalau Alvian membohonginya, hanya demi bisa bersama keluarga barunya.

"Bu." Mbok Minah bersuara dari balik pintu kamar. Asisten rumah tangga yang sudah mengabdikan dirinya semenjak Maharani dan Alvian masih menjadi pengantin baru.

"Masuk, Mbok, gak dikunci." Maharani menjawab pelan. Ia masih berbaring di ranjang dengan mata sembab. Lembaran tisu terserak di sekitar ranjang, menjadi saksi betapa pilu hatinya.

Pintu terbuka. Mbok Sum masuk perlahan. Pandangannya menyapu ke seluruh kamar. Ia terkejut mendapati kamar majikannya yang tidak seperti biasanya. Kaca pigura foto remuk berkeping-keping. Puluhan lembar tisu berserakan. Bantal, selimut yang teronggok dilantai granit.

Mbok Minah menghampiri majikan wanitanya. Pelan ia duduk di bibir ranjang. Ia tatap wajah ayu Maharani yang sudah ia anggap seperti anak sendiri itu. Wajah yang biasanya ceria dan terbalut make-up tipis, kini tampak murung dan kehilangan kilaunya.

"Bu, ada apa?"

"Mbok Minah punya anak?" Maharani bertanya dengan mata berkaca-kaca. Pandangannya menatap lurus ke jendala kamar, menampakkan langit biru yang perlahan berubah keemasan.

"Punya, Bu." Mbok Minah menjawab pelan. Ia berpikir kalau majikannya sedih karena memikirkan nasibnya yang belum juga di beri keturunan setelah 10 tahun pernikahannya.

"Pasti seneng ya Mbok bisa punya anak," Maharani tersenyum kecut. Ia bangkit, ia duduk menghadap Mbok Minah.

Mbok Minah meraih jemari lentik Maharani. Ia menatap lekat wajah sendu wanita di depannya. "Ada apa, Bu? Cerita sama saya."

Air Mata Maharani ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang