Aku yakin Min Yoongi itu seseorang yang cinta lingkungan. Dia itu sangat hemat energi. SANGAT hemat. Termasuk menghemat energi tubuhnya sendiri.
"Bikinin indomi buru ih, laper."
"Bikin sendiri."
"Mager."
Kan? Seharian ini saja dia cuma tiduran, duduk, tidur beneran, melek, tiduran, nyuruh ini, tidur beneran, melek, duduk, tiduran, nyuruh itu, tiduran....
"Laper."
"Lah makan gih."
"Bikinin buruan makanya."
Aku menarik napas panjang, menghembuskannya secara perlahan. Berusaha agar tidak menggeram kesal, karena itu tidak baik, nanti akan membuat aku terlihat seperti anjing liar.
"Bagi duitnya. Buat beli indomi."
Entah aku harus bahagia atau tidak. Tapi ucapanku membuat Yoongi senyum.
Senyumnya lucu. Apalagi kalau sampai tertawa. Aku suka. Coba kalau senyumnya Yoongi itu jelek. Aku tidak akan rela jadi budak kemageran seorang Min Yoongi seperti ini.
Aku beli indomi, lalu pulang, langsung ke dapur. Dan AJAIB. Yoongi ada di sana, berdiri di depan kompor, menunggu air di panci mendidih.
"Katanya minta dibikinin."
"Ga jadi. Nanti ga enak lagi."
Wah, ingin sekali aku menakol kepalanya.
"Bikinin buat aku juga berarti."
"Iya, bawel."
Tuhanku, itu cuma lima kata loh.
Meski kepalaku itu ramai sekali dengan kalimat-kalimat, tapi tidak pernah sampai terucap. Eh, pernah sih. Tapi kan jarang. Begitu dibilang bawel.
Tapi kami berakhir makan indomi bersama. Setelah kenyang, ia minum air dingin dari kulkas tanpa pakai gelas, langsung di tuang ke mulutnya yang kecil itu, ibu akan marah kalau tau. Sementara aku mencuci piring.
"Bang, mau tanya."
"Tanya apa?"
"Kenapa ada orang yang masih mau berjuang buat hidupnya, tapi malah diambil nyawanya? Padahal banyak yang sayang sama dia, banyak yang masih butuh dia dan yang paling penting dia masih mau hidup."
"Karena Tuhan lebih sayang sama dia, mungkin."
"Terus, kenapa ada orang yang mau nyawanya diambil cepat-cepat, tapi belum diambil juga? Padahal dia udah capek, udah ga berguna, udah ga dibutuhkan lagi, intinya udah ga mau hidup."
"Bagus dong, Tuhan masih sayang sama dia berarti. Dosanya masih banyak, Tuhan kasih kesempatan buat tobat, perbaiki diri."
"Tuhan curang. Kok disayang dua-duanya?"
"Tuhan itu maha penyayang, dan adil, ga pilih kasih. Emangnya kamu, lebih sayang Hoseok daripada aku."
"Engga kok! Aku sayang dua-duanya."
"Masa? Tidur kamu buruan, jangan bahas hal aneh-aneh."
Aku mau ke kamar, lalu tidur. Seperti perintah Yoongi. Tapi seseorang mengetuk pintu, jadi aku buka dulu.
"Wah, Namjoon. Mau cari Yoongi?"
Namjoon berdiri di depan pintu. Memandangku dengan tatapan ser
"Ya, bangun, mau?"
Mau tertawa rasanya.
Kim Namjoon, aku menyukainya. Sangat.
Satu hal yang membuat aku menyukai Kim Namjoon sedalam ini adalah seberapa bebas pun ia membiarkan aku bahagia disini. Ia juga yang selalu membuat aku kembali.
Aku benci mengakui ini. Tapi aku tidak tahan lagi. Benar kata Taehyung, aku sudah lebih dari suka kalau begini.
"Kim Namjoon."
"Hmmm?"
"Tanggalnya bagus."
"Terus?"
"Nanti aja lah ya bangunnya. Aku ada janji main sepeda sama Jimin."
Namjoon terdiam beberapa saat begitu mendengar ucapanku, lalu ia menyipitkan matanya membuat alisnya bertaut, gestur favoritku darinya, selain saat dia tersenyum sambil mengerutkan hidungnya. Dan, ah, aku baru sadar. Dia memakai mahkota. Mahkota yang aneh. Tapi lucu juga.
"Sama Jimin mau. Tapi sama aku ga pernah mau."
Mungkin benar apa yang Yoongi bilang. Aku pilih kasih. Tapi kan aku sayang nyawaku. Bisa mati aku kalau main sepeda dengan Namjoon. Tidak akan fokus nanti, yang ada aku bisa menabrakkan diri ke pagar rumah tetangga atau sekalian menceburkan diri ke sungai.
"Hehe, maaf. Kalau begitu, nanti main bertiga mau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenyataan Selalu Sibuk
RandomKarena Kenyataan selalu sibuk hingga tidak sempat mendengarkan omong kosong mu. Aku akan beri kamu satu tempat untuk memberi Kenyataan segala macam sumpah serapah karena kamu berhak lelah.