4 | Sekoteng di balkon.

6.1K 1K 26
                                    

Sudah jam 8 malam, Jungkook dongkol total. Sebabnya ya tadi; Mas Taehyung.

Bukan perihal kakinya yang luar biasa sakit karena beling yang nancap di kulit— tapi nyatanya sekarang dia lagi duduk sendiri di kursi, berusaha usir angin yang ketuk tubuhnya nakal, sambil tahan laparnya.

Uang Jungkook perhari itu bisa dibilang ngepas. Buat makan siang aja cuma nasi goreng tadi, tapi gara-gara si Kim Bodoh Taehyung, hilang semua.

Soal Seungcheol, dia gak jadi pergi. Lebih tepatnya; Jungkook larang ikut. "Argh tai— tau gini pulang aja," lirihnya.

Pulang tinggal pulang sebenarnya, tapi kan dia gak enak. Sudah kekeh mau pergi, mana pakai acara nonjok Taehyung segala, kan— jadi kepikiran.

Matanya menyebar kemana-mana, tatap stan makanan, lalu cek dompet. Uangnya bener-bener ngepas, kalaupun beli, cuma cukup untuk seporsi nasi goreng atau dua bungkus sekoteng.

Dia cek lagi kontak whatsapp si Mamas. Dia baru ingat, stok makanan mereka habis, sedangkan Taehyung paling malas keluar malam meski untuk beli makan sekalipun. "Ck, nyusahin," gumamnya seraya berdiri— ambil langkah cepat menuju tempat sekoteng. "Bang, beli satu."

"Oke, neng."

Tangan si kelinci sudah mengepal di depan wajahnya. "Saya hajar juga kamu."

"Eh— iya iya ampun, maaf bang," lirih si abang sekoteng. Serius, dia agak gak nyangka muka manis, kelakuan iblis. "Nih, masih panas banget."

"Makasih." Jungkook senyum. "Maaf buat barusan, saya gak serius hajar kamu."

"Ehehe . . . iya, santai." Si Abang garuk tengkuk, masih takut sama kloningan Ade Ray di depan. "Selamat malam, Dek."

"Malam," finalnya lalu kembali berjalan— kali ini destinasinya; asrama.

Sumpah demi Zeus, Jungkook gengsi setengah mati beliin sekoteng buat Taehyung. Dia cuma mau minta maaf, tapi— ah sudahlah.

Ayo buat perjanjian; kalau nanti Taehyung menyebalkan, Jungkook siram habis pakai sekoteng panas.

[]

"Assalamualaikum."

Ketukan ketiga, pintu dibuka sama laki-laki berdarah Jogja, pakai kaos putih polos sama celana selutut. "Waalaikumsalam, Dek Manis."

Jungkook mau senyum, tapi dia gak mau senyum— bingung ya. Tanpa basa-basi si pemilik gigi kelinci tadi masuk ke dalam, lihat kondisi ruang tamu yang Subhanallah joroknya. "Mas!"

"Apa?"

"Mas apain ini?" Nadanya meninggi, seraya Jungkook pungutin kerupuk udang yang berserakan. "Udah tua juga, makan masih berantakan gini. Kalau ada semut gimana? Terus kalau ada tikus? Ada kecoa?"

Jungkook balik badan, tatap si Mamas yang lagi senderan ke dinding sambil tutup mata. Ekspresinya lemas, tapi dia pilih acuh, beralih beberes ruang tamu yang kacau dibuat si Juna.

"Kamu berangkat sama Seungcheol kan? Kok gak diantar balik? Kamu gak dipegang-pegang, kan?"

"Kepo, sono tidur." Judesnya masih sangat terasa. "Gak usah pingsan di situ, males angkat."

"Kamu gak bawa makan gitu, Kook?" Taehyung tegakkan badan, tatap punggung si adik kelas. "Perut mas kosong, lho. Tunggu kamu daritadi, ada?"

"Enggak." Dibarengi oleh gelengan. "Beli sendiri kalau mau."

Acak rambut hitam miliknya, terus hembusan nafas berat dari Taehyung yang terdengar. "Marah terus," lirihnya sebelum masuk ke kamar, mau nugas katanya.

Alih-alih menyapu, Jungkook kembali tatap punggung Taehyung yang digantikan oleh pintu kamar mereka. Merasa bersalah iya— apalagi lihat bekas biru di sudut bibirnya, tanda sudah kena tonjok dua kali dari Jungkook.

Diletakkan kembali sapu ke tempat semula, lalu ke dapur. "Mana ya," gumamnya seraya ambil dua gelas yang berbeda ukuran. Jungkook tuangkan sekoteng tadi, sengaja dibanyakin di gelas yang lebih besar. "Semoga dosa Jungoo ke Mas Taehyung terampuni Ya Allah, amin."

Pintu dibuka, benar saja, Taehyung lagi sibuk di depan laptopnya. Tanpa babibu lagi Jungkook taruh gelas di depannya. "Minum."

Taehyung noleh, naikkin satu alis. "Nyuri di mana kamu, dek?"

"Beli, bodoh."

Jungkook cemberut, tarik kursi lalu duduk di sebelah Taehyung. "Mas!"

Bentakannya tadi dibalas pakai tatapan lembut dari si Mamas. "Apa hm?"

"Huft— maaf, ah–" Jungkook geleng. "Itu sekoteng, tanpa susu, masih panas. Habisin, jangan sakit." Serius tanpa nada lembut sama sekali.

"Hahahaha—" tawanya kembali keluar, seraya usak gemas kepala Jungkook. "Makasih, lho."

"Oh ya, aku juga gak bareng Seungcheol," lanjut Jungkook sambil ambil piyamanya. "Jadi gak usah bilang aku dipegang-pegang."

"Jadi sendiri kamu?"

"Hm."

"Kenapa? Pergi sen . . . —"

"Mas larang, kan?"

Taehyung senyum, berdiri lalu tarik tangan si adik kelas ke balkon. "Sini, duduk depan Mas." Dengan manisnya dia suapi Jungkook— lalu suapi dirinya sendiri.

Yang disuapin makan, lalu berdecih. "Sok manis, aku gak baperan, Mas."

"Baper iku opo?"

Jungkook hela nafas pelan. "Lupakan— suapin lagi."

"Kook," ujarnya pelan seraya terus suapin Jungkook sekoteng— hampir lupa kalau sendirinya belum minum. "Kakimu apa kabar?"

"Sakit, tapi biasa aja, aku kuat."

"Kalo masih sakit lapor ke Mas, ya?"

Jungkook kerutin dahi. "Biar apa?"

"Biar Mas marahin, jadi dia takut trus pergi." Taehyung senyum setelahnya.

Jungkook ketawa— manis sekali. "Kasihan, nanti dia nangis mas marahin! Alay."

"Loh gak masalah, rasanya lebih nyusahin kalo kamu yang nangis." Taehyung ambil sesuap, terus suapi Jungkook lagi. "Mas gak tau cara balikin senyummu, soalnya."

Yang jadi teman makannya cuma bisa diam, trus bilang, "Mas Taehyung lucu."

Lalu dijawab oleh penerima, "Jangan ngomong gitu, malu lho."

Roommate | Taekook [ discontinued ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang