Episode 2 (Salah Lagi)

153 11 0
                                    

1

Di rumah, entah kenapa aku ingin buka kembali surat kecil yang tadi. Lalu aku tulis di HP, berharap terdeteksi W.A-nya. Ternyata ini nomor bukan nomor W.a kayanya, soalnya ketika aku search di W.A ada tulisan undang, artinya nomor ini belum menjadi nomor W.A.

Akhirnya aku punya ide, aku pengen isengin biar tahu rasa. Aku lekas keluar kamar dan mendekati bapak. Bapak sedang membaca buku di ruang tamu. Memang ketika jam tujuh malam, bapak suka membaca buku atau menulis di laptop, barangkali menulis puisi atau mengerjakan administrasi sekolah. Kalau ibu pasti sedang di kamar, sibuk bermain dengan gadgetnya atau menonton televisi.

"Pak." Lirihku pelan sambil duduk mendekati bapak.

"Ya, Ra?" sambil menutup bukunya, dan melipat bagian halaman sebagai tanda.

Aku kebingungan mau mulai dari mana pembicaraannya. Sementara bapak sudah mendekat dan menatapku dengan tajam. Aku ceritakan saja kejadian tadi pagi ke bapak. Bapak tertawa terbahak-bahak mendengar ceritaku. Lalu ibu ikut bergabung, soalnya bapak tertawanya lumayan keras membuat ibu penasaran. Bapak langsung menceritakan kejadianku ke ibu, dan seperti halnya bapak, ibu pun tertawa mendengarnya.

"Oh iya, pak, tadi di sekolah juga aku dapet surat kecil ini."

"Sini bapak lihat." Ucapnya sambil tangannya mengambil surat kecilku.

"Oh ini mah pasti tipe-tipe cowok genit, eh cowok playboy. Tapi jadul juga ya sama ngga kreatif. Emang ngga ada yang lebih modern gitu. Bapak aja kadang bacain puisi di depan perempuan yang ingin diajak kenalan, malah bapak sering pura-pura kesurupan terus minta syarat nomor hp-nya. Ibu salah satu korbannya" Sambil tertawa, dan aku juga tertawa mendengar cerita bapak.

"Trus gimana dong pak?"

"Gini aja, bapak mau jailin ah."

"Jailin gimana pak?"

Bapak tidak bilang apa-apa. Malah langsung bawa ponselnya. Lalu mengetikkan nomor yang tertera di surat itu.

"Bapak.. mau ngapain?"

Bapak hanya memberi isyarat dengan jari telunjuk yang ditempel ke bibir.

Suara tut...tutt...tutt terdengar di ponselnya, apalagi bapak sengaja menggunakan loudspeaker supaya aku mendengarnya juga.

"Halo..halo.. siapa ini" sahut suara lelaki di dalam ponsel.

"Ini dengan kepolisian." Aku kaget tiba-tiba bapak bilang seperti itu.

"Polisi?"

"Ya, betul. Anda adalah orang yang kami cari."

"Memang salah saya apa pak kenapa dicari?"

"Kenapa anda dicari karena anda belum ditemukan." Ucap bapak dengan suara diberatkan.

Aku tak kuat menahan ketawa.

"Maksudnya?" Jawabnya kaya heran.

"Maksudnya kalau limbad baik namanya jadi limgood." 

Aku benar-benar ingin meledakan tawa, tapi takut kedengeran dia.

"Bapak gila ya? Bapak salah orang kayanya, saya belum pernah melakukan kejahatan lagian aku masih anak sekolah juga."

Tutt.tut.tut.tut

Panggilannya dimatikan. Aku langsung tertawa terpingkal-pingkal bersama ibu dan bapak. 

"Bapak aneh-aneh aja."

"Kalau ngga aneh, bukan bapak namanya." Ucapnya sambil tersenyum.

Lalu setelah itu aku langsung menuju kamar. Namun pikiranku masih tertinggal dalam kebingungan. Siapa dia kenapa harus kasih nomornya. Ah percuma juga sebenarnya aku tahu dia, emangnya kalau tahu namanya buat apa coba. Mending aku ngga kenal sekalian. Jijik soalnya, kaya cowok yang sok keren tapi ngga keren, sok ganteng tapi ngga ganteng.

Dia Bukan Dilan 1990Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang