Tujuh

25 8 0
                                    

Drrttttt....Drrrtttt....
“Ya Halo?”
“Kamu dimana? Ini udah jam setengah tujuh.” Teriak perempuan di ujung sana.
“Haaaaaa..... Oke aku berangkat.”
Merlin segera bangun dari tidurnya, masuk ke dalam kamar mandi dan segera mungkin memakai baju sekolah. Mbok Gina yang sedang menyiapkan makanan malah santai-santai dan tidak ingin tahu.
“Mbok kenapa gak bangunin Merlin sih?” tanya Merlin sambil memakan sandwichnya.
“Mana tahu kalo sekolah.” Jawab enteng mbok Gina dan berlalu pergi.
Merlin menganga, lalu segera lari dan berpamitan untuk pergi sekolah.

Sudah biasa suasana kota akan macet ketika para pekerja, mahasiswa, pelajar, dan pencari nafkah lainnya disatukan. Mau geser ke kiri tidak bisa geser ke kanan tidak bisa, mau menyebrang kadang susah sekali. Sekalipun kota kecil, macet di pagi hari pastilah terjadi.

Pukul tujuh lebih lima belas menit Merlin baru sampai sekolahan. Gerbang sudah ditutup. Semua guru piket sudah berjajar akan menghukum murid yang terlambat. Merlin pun bersikap biasa saja. Karena memang dia juga sering terlambat masuk. Di gebroknya pagar itu dengan keras. Kemudian seorang satpam membukakan pintu untuknya. Merlin sudah bersiap untuk lari keliling lapangan lagi. Lagipula hari ini dia sudah sarapan. Namun guru piket hari ini adalah Bu Farida, seorang guru sejarah yang paling ditakuti para siswa.
“Baik anak-anak yang terlambat. Kali ini ibu tidak menghukum kalian keliling lapangan.” Semua murid kecewa kecuali Merlin yang malah tersenyum karena pikirnya dia akan dihukum membersihkan toilet atau menyapu.
“Ibu akan menghukum kalian dengan memberikan tugas berupa membuat laporan sejarah tentang candi atau peninggalan jaman kerajaan di daerah sekitar. Lengkap dengan foto dan sejarahnya. Dikumpulkan minggu depan.”
“Oh iya, kelompok akan ibu bagi nanti setelah istirahat.”
Merlin sedikit bingung, lalu mengambil tasnya dan beranjak ke kelas. Saat melewati kelas Yolan, Merlin berhenti sebentar. Meneguk ludahnya kemudian memberanikan diri untuk terlihat biasa saja. Semua teman Yolan berteriak, berusaha menggoda Merlin. Tiba-tiba pundak Merlin ditepuk, membuatnya terlonjak kaget. Merlin membalik wajahnya, dan nampak Fahri tersenyum jahil. Merlin tak menanggapi, kemudian berjalan menuju kelasnya. Fahri tak mau kalah, ia segera menarik tangan mungil itu. Kemudian dibisikannya ucapan perintah di telinga Merlin.
“Pulang bareng aku!.” Membuat Merlin kesal dan menatapnya acuh. Fahri tak peduli, dia tersenyum senang.

Pertanda istirahat sudah berbunyi, membuat seisi kelas menggema. Suara kanan dan kiri tak mau kalah, saling beradu topik pembicaraan. Merlin yang tidak suka kebisingan segera mengajak Karin pergi ke kantin.
“Eh Mer, aku ke toilet dulu deh. Kamu pergi dulu aja.”
“Oke lah.” Jawab Merlin singkat dan segera menuju kantin. Perut Merlin minta segera diisi. Dia sangat lelah seharian mengerjakan tugas yang menumpuk. Belum lagi membantah perintah Fahri, menegakkan hati ketika bertemu Yolan, dan dia butuh penenang seperti Gilang. Tapi sayang sekali, Gilang sedang tidak ada.

Merlin berjalan santai, memakai headset dan berlalu meninggalkan adik kelas yang ramai menyapa. Tak lama itu, tangan Merlin tiba-tiba ditarik kebelakang. Tubuh Merlin seakan ikut melayang di udara. Ia segera melepas headsetnya saat yang menarik adalah Gerisa. Ketua geng abal-abal yang meratu di sekolah. Membuat semua para perempuan takut dan menghindari geng abal-abal itu.
“Ya ada apa?” tanya Merlin dengan biasa saja.
“Lo tau gak? Gue ini ketua geng...”
“Ketua geng abal-abal. Udah tahu. Ada urusan apa mbak-mbak narik tangan saya?” ucap Merlin dengan nyelonong.
“Jangan pernah deketin Fahri atau lo tau akibatnya!” ancam Gerisa dengan tangan sudah mengepal.
“Siapa juga yang mau deketin si cowok gak jelas dan gak penting itu.” Jawab Merlin enteng dan berlalu meninggalkan Gerisa bersama kawan-kawannya.

Merlin langsung meneguk habis dua botol mineral. Karin menatapnya takut, dan memeriksa dahi Merlin. Merlin tetap memasang muka lusuh. Dia sangat kesal sekali dengan Fahri.
“Sudah masuk di kandang singa mau apalagi?” tanya Karin sambil memangku dagunya dengan tangan.
“Semua ini gara-gara si cowok gak jelas itu. Kalo dia gak masuk di hidupku. Aku gak bakalan stres gini.” Omel Merlin dengan menarik-narik rambutnya. Seisi kantin melihat Merlin aneh, namun Merlin tidak peduli. Karin yang merasa malu jadi pusat sorotan, segera menarik tangan Merlin. Namun sebelum itu, tarikan Karin dicegah oleh laki-laki bertubuh jangkung. Dia menyuruh Karin untuk pergi sebentar meninggalkan mereka berdua.
“Gak perlu narik-narik rambut gitu.” Ucap Fahri sambil membenahi rambut Merlin yang tidak karuan.
“Ngapain kamu? Gara-gara kamu semua hidupku jadi gak berwarna cuma hitam sama putih kayak kamera lama.” Omel Merlin dengan suara lebih keras. Membuat yang mendengarnya menjadi cekikikan.
“Kamu itu gak pantes jadi orang judes. Coba lihat semua orang di kantin malah ketawa saat kamu ngomel-ngomel.” Jelas Fahri pelan sambil duduk di samping Merlin.
“Ah terserah. Aku pusing banget.”
“Oh iya, kamu satu kelompok lho sama aku.” Ucap Fahri dengan menatap mata Merlin.
“Satu kelompok apa?” tanya Merlin bingung.
“Sejarah. Hukuman dari bu Farida tadi pagi.” Jawab Fahri sambil berlalu meninggalkan Merlin.
Merlin mengelus dada untuk kesekian kalinya. Dia sudah tidak sanggup menegakkan tubuh. Wajahnya lusuh. Hatinya sangat kesal dan dia tidak tahu harus berbuat apalagi. Sebelum dia menerima Fahri masuk dalam hidupnya, dia tak akan pernah berdamai dengan perasaannya.

Jam waktu pulang sudah berlangsung dari tadi. Karin pun sudah memilih pulang lebih dahulu. Merlin memang sengaja mengulur waktu untuk turun dari kelas. Dia menunggu Fahri pulang karena kesal menunggunya terlalu lama. Namun Fahri tidaklah bodoh. Dia lebih memilih mencari Merlin daripada menunggu di samping mobil. Merlin sudah menghubungi Gilang dari tadi untuk menjemputnya. Namun Gilang bukanlah orang nganggur. Dia pekerja keras, dan mungkin saat ini dia sedang sibuk melayani pasiennya.

Merlin tetap berada pada posisinya. Duduk menghadap layar handphone yang sedari tadi hanya masuk pesan dari Fahri. Ingin sekali ia menghilang dari kejaran Fahri yang terus menerus menemukannya. Dia sangat lelah, menanggapi sahabat dari mantan pacarnya ini.

Setengah jam sudah berlalu. Sekarang pukul empat lebih lima belas menit. Merlin belum juga turun. Dilihatnya mobil Fahri yang tak kunjung menjauh. Namun tak lama suara Fahri pun terdengar. Meneriaki gadis yang sangat polos menghindari dirinya.
“Aku tahu kamu gak akan betah sama rasa lapar.” Ucap Fahri dengan menggandeng tangan mungil Merlin. Merlin berontak, namun apalah daya tenaganya sudah sangat lemah.

~Jangan lupa vote dan komennya

Seakan Bintang ingin MemelukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang