Sebelas

2 2 0
                                    


Cukup mengerti saja, Fahri tak akan mampu bersikap biasa ketika harus menjemput Merlin. Dengan hatinya yang meradang. Harus pula di regangkan. Tak seharusnya ia menyukai perempuan yang sudah tak sendiri. Namun, perasaan tidak mungkin dipungkiri.

Sepagi ini Fahri sudah berada di rumah Merlin. Mengetuk pintu, lalu duduk di ruang tamu. Menunggu Merlin yang sedang bersiap-siap turun. Dengan kaos polos serta celana jeans selutut, ditambah sepatu convers berwarna putih. Merlin sudah terlihat sangat menarik. Tidak salah jika Fahri langsung jatuh hati.

Motor klasik Fahri berjalan pelan. Hingga suara knalpot tidak terdengar. Jalanan mulai macet. Membuat semua pengendara berebut jalan agar terhindar dari debu dan panas matahari. Rumah Fahri berjarak 12 km dari perumahan Merlin. Tentu ini tidak dekat, apalagi harus menghadapi kemacetan yang terus menerus di sepanjang lampu merah.

Dari pagi, Merlin belum mendapat kabar dari Gilang. Bahkan dia tidak membuka whastapp nya sama sekali. Sehingga Merlin sulit menghubunginya. Disaat Merlin sibuk dengan pikirannya tentang Gilang. Motor Fahri berbelok menuju warung makan dekat lampu merah.

“Ayo turun! Kamu pasti belum sarapan kan?”
“Udah kok.”
“Kok masih lemes? Sarapan apa memangnya?”
“Cuma roti sih.”
“Yaudah, ayo.”

Merlin menurut mengikuti Fahri di belakang. Ia hanya terfokus pada Gilang saja, hingga lupa bahwa dia merasa lapar.

Mereka memilih duduk di tengah-tengah. Sehingga dapat melihat seluruh meja di warung ini. Merlin memeasan nasi dan ayam, sedang Fahri mengikut pesanan Merlin. Sambil menunggu pesanan datang, Fahri sesekali menatap Merlin dengan iba. Gadis itu selalu saja beringsut sedih setiap hari. Entah malam ataupun pagi-pagi begini.

Fahri ingin mengucap sesuatu untuk menenangkan Merlin, tapi nyatanya ia terlalu takut. Fahri merasa dia belum pantas memberi wejangan atau nasihat pada Merlin. Tetapi akhirnya gadis itu membuka suaranya.

“Fahri, kalau kamu punya pacar. Apa yang kamu lakukan?” dengan suara sedikit tercekat.
“Hmm... akuuu... menjaganya mungkin.” Jawab Fahri sedikit ragu.
“Kalau pacar kamu sedih?”
“Memeluk... mungkin.”
“Kenapa semua jawabanmu mungkin?”
“Karena aku... masih lapar.” Jawab Fahri dengan seringai saat pesanan itu datang.
“Aku tanya serius.”
“Iya, nanti kujawab serius. Sekarang ayo makan dulu.”

Merlin pasrah, dia pun ikut segera menyantap makanannya.

Pukul sembilan lebih sepuluh mereka sudah sampai di rumah Fahri. Rumahnya termasuk besar. Bahkan lebih besar dari rumah Merlin. Fahri segera turun dari motor diikuti Merlin. Mereka segera masuk rumah dan mendapati seorang perempuan yang masih muda duduk di ruang tamu.

Perempuan itu sedang membaca sebuah buku. Ia terlalu fokus pada bukunya hingga tak menyadari keberadaan Merlin dan Fahri.

“Assalamuallaikum, Tante.” Ucap Fahri, dan membuat perempuan itu menoleh ke arahnya.
“Waallaikumsalam Fahri. Kamu sama siapa?” tanya perempuan itu sambil berjalan menuju mereka berdua.
“Saya Merlin, teman Fahri.”
“Tumben bawa teman perempuan. Biasanya kamu bawanya cuma teman laki-laki.” Ungkap perempuan itu sambil menyentuh pipi Merlin.
“Yaudah, ayo masuk.” Ajak perempuan itu.

Merlin dan Fahri memutuskan untuk mengerjakan tugas di ruang keluarga. Mereka hanya berdua. Tante Fahri sudah izin pergi ke rumah temannya sebentar. Dan disana keheningan terjadi. Fahri sibuk memikirkan akan berbicara apa. Sedang Merlin memilih senyap menunggu Fahri bicara.

Di keheningan itu, tiba-tiba teman mereka berdua, Haris dan Juno datang. Mereka adalah anak-anak yang terlambat waktu itu. Dan harus rela menerima tugas sebangai sanksi. Sebenarnya tugas sejarah ini adalah melakukan penelitian di tempat bersejarah. Dan mereka hari ini, masih menyusun rangkaian sebelum penelitian.

Merlin sudah berpikir keras untuk menentukan dimana akan melakukan penelitian. Dan usulan Haris dan Juno dari tadi di tolak mentah-mentah oleh Merlin.

“Gimana kalau kita melakukan penelitian di Candi aja?” tanya Fahri dengan memincingkan matanya. Takut jika Merlin menolak usulannya.
“Aku sih iya.” Jawab Haris dan Juno bersamaan.
“Hmm.. kayaknya bagus juga dibuat penelitian. Apalagi kita hanya perlu wawancara.” Komentar Merlin dengan kepala diangguk-anggukan.
“Terus gimana Mer, kamu setuju kan?” tanya Haris disertai nada yang hampir putus asa.
“Iya aku setuju.” Jawaban Merlin membuat mereka bertiga merasa lega.

Setelah mereka memutuskan tempat penelitian. Haris berpamitan untuk pulang disertai Juno yang selalu mengikut arah langkah Haris. Mereka seperti saudara kembar. Dengan kelakuan dan sifat-sifat yang sama. Dan wajahnya hampir mirip.

Merlin merasa mulai canggung. Ketika Fahri terpusat pada wajahnya. Ia tidak ingin Fahri melihatnya seperti itu. Seakan tatapannya mengintrogasi. Membuat hatinya semakin gelisah. Fahri adalah laki-laki yang menemaninya kala ia merasa sedih saat kehilangan kabar Gilang. Dan kali ini, Merlin tak sanggup jika ia harus menceritakan seluruhnya. Perihal Huda yang menjemputnya ataupun kabar Gilang yang tak kunjung didapatnya. Semakin lama, tatapan Fahri menyelidik. Dengan suara beratnya ia berkata.

“Mer, jika sedihmu selalu berasal dari Gilang. Sudah lupakan saja dia!.” Perkataan Fahri kali ini membuat hatinya sakit. Bahkan wajahnya yang menunduk seketika ia tegakkan. Matanya berkaca.
“Mer, maksudku tidak seperti itu.” Sergah Fahri disaat Merlin mulai menatapnya.
“Fahri. Kamu tidak tahu rasanya mengkhawatirkan seorang yang dicinta.” Nada suara Merlin meninggi.
“Aku tahu Mer. Aku mencintaimu dan aku mengkhawatirkanmu.”
“Aku nggak mau kamu selalu kaya gini. Nunggu dia yang bahkan kamu ngga tau dia sekarang dimana dan lagi apa.”
“Mer, coba dengerin aku aku kali ini. Aku ngga mau kamu sakit hati lagi.” Ucap Fahri panjang dengan menatap mata Merlin yang berkaca.
“Tapi, perkataanmu sekarang yang membuatku sakit hati.”

Merlin segera berdiri dari duduknya, meninggalkan Fahri yang masih terpaku. Ia harus apa? Saat gadis itu mulai marah dan bahkan sakit hati oleh ucapannya.

“Mer, biar kuantar kamu pulang.” ucap Fahri ketika Merlin sudah sampai pintu depan. Merlin tidak menjawab, dia hanya menatap Fahri kemudian berjalan keluar.
.
.
.
.
.
ajakin temen kalian buat baca tulisan ini.
follow instagram ku @n.eridinata
tunggu part selanjutnya!

Seakan Bintang ingin MemelukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang