I

25 1 4
                                    

"biarkan aku memelukmu dalam tawaku

Mengingatmu dalam doaku

Menyayangimu dengan nama yang terucap untukku panjatkan doaku padaNya

Berbahagialah selalu Ainun

Bila nanti waktunya senja bertemu pada malam, maka kau pasti kan bertemu lagi denganku, InsyaaAllah

Seperti Ali dan Fatimah, ingat?

Bulan Dzulhijah, temui aku saat itu, Ainun ku"

Bilal

Tulisan rapi itu masih terlihat jelas pada kertasnya, menandakan sang penulis belum lama menuliskannya. Dengan meninggalkannya di bawah pohon rindang diatas bukit tempat biasa mereka bermain-Ainun dan bilal.

Ainun kembali merunduk hanya mampu memandangi tulisan itu lagi. Pernah sekali temannya itu - Bilal, mengutarakan maksudnya untuk pergi, tanpa menceritakan alasannya. Ainun yang saat itu masih seorang gadis lugu tak terlalu menanggapinya.

"Ainunku"

Kenapa panggilan Bilal unuknya sedari kecil itu seakan menunjukkan kepemilikan dirinya atas laki-laki itu? Kembali Ainun sekedar duduk di bawah pohon rindang diatas bukit itu.

"kau benar Bilal, mungkin aku akan menunggumu. Seperti kisah favorit kita berdua Ali dan Fatimah. Bolehkah sekarang aku mengagumimu di usia yang sudah dewasa ini. Hingga aku berharap, nanti kau akan kembali untuk memintaku pada orang tuaku?" kata-kata itu hanya mampu Ainun ucapkan dalam hati yang diikuti dengan kekehan kecil.

Hingga tanpa sadar langit sudah bertemu senja dan terdengar panggilan khas untuk dirinya

"Teteh Ainunnn", seru seorang gadis degan nafas terengah dan menampilkan jilbab lebarnya yang tertiup angin

"iyaa, iyaa Hima, teteh mendengarmu. Maafkan teteh sampai lupa waktu disini", balas Ainun kepada gadis tersebut yang diketahui bernama Hima tau tepatnya Himawari.

"ayo teh balik ke pondok, sudah ditunggu abah kyai", kembali gadis itu menyuarakan ajakannya sambil mengamit tangan Ainun untuk ditariknya.

"tidak biasanya abah memanggilku, kira-kira kenapa ya Hima?" kembali Ainun bertanya pada gadis yang berusia 2 tahun dibawahnya itu

"mana Hima tahu teteh. Hima kan bukan abah kyai. Mungkin tentang kelulusan teteh?" balas Hima yang disauti kekehan kecil kembali dari Ainun dan gelengan kepala seolah menjawab 'tidak tahu'

"tidak terasa sudah 3 tahun ya teh, aa' bilal pergi. Kira-kira bakal baik lagi tidak ya tehh?" tanya Hima tiba-tiba yang seakan menyadarkan Ainun tentang penantiannya setiap senja.

"tidak tahu, semoga saja. Tidak mungkin juga aa' Bilal lupa sama podok yang sudah seperti keluargaya sendiri bukan?" kembali Ainun menjawab sambil bertanya pada Hima yang hanya dibalas anggukan kepala oleh 'adik'nya itu.

Seakan kembali kini angin yang bertegur sapa menemani mereka tanpa ada niatan memulai lagi percakapan. Dan berlanjut hingga sampai di pondok tempat biasa mereka menimba ilmu.

--------------

semoga tertarik untuk tunggu part seanjutnya, maaf ya cast nya sama kaya cerita satunya dan typo bertebaran huhuhu

Don't CoPast my story, please!

need critic and comment, don't forget with vote :)

see you next part :)

#AuthorInAinun

Hilal Untuk AinunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang