02.

89.1K 3.6K 135
                                    

Kevan memandang satu-persatu rumah yang berjejer rapih, dari atas balkon kamarnya. Tatapan nya terhenti pada sebuah rumah mewah bergaya modern klasik, yang berada disamping rumahnya. Ia menunduk, teringat akan banyaknya kenangan dirumah itu. Kenangan bersama orang yang dicintai nya dulu. Kevan menggelengkan kepalanya berulang kali, berusaha untuk tidak mengingat akan kenangan yang kembali menghantui pikirannya.

Mata elangnya beralih memandang sebuah gitar yang sedari tadi berada disampingnya. Kevan meraih gitar tersebut, kemudian berjalan kearah sofa yang terletak disamping pintu balkon.

Tangan kekarnya memetik senar gitar dengan perlahan, kemudian terdengar lah nada yang terbilang cukup selow dari gitar tersebut.

Takkan pernah, kisah ini kan terjadi,,
bila cinta ini tak pernah kau khianati..

Kau dustai aku, kau bohongi aku,,
sungguh tega, kau sakiti aku..

Tak pernahkah, kau sadari cinta ini,,
tulus dan suci yang tak pernah ku khianati..

Kau dustai aku, kau bohongi aku,,
sungguh tega, kau buat ku begitu..

Betapa indah kisah cinta kita yang dulu,,
berbagi cerita, semua tentang kita..

Tapi kini, kau tak lagi seperti yang dulu,,
kau telah berubah, pada ku..

Sakit sungguh sakit, kau khianati kisah cinta suciku,,
tak pernahkah engkau menyadari itu,,
buat ku terjatuh..

Sa..

"Woy! Galau-galau bae.." Kevan menoleh, dan mendapati Devan yang sudah duduk menyender, dengan menampilkan cengiran khas nya. Ah, hancur sudah kegiatan galau nya sore ini.

"Ngapain sih lo?" Tanya Kevan kesal.

"Lah? Gue kan lagi duduk, abang enggak liat?"

Kevan memutar bola mata nya malas, "Anak kecil juga tau kalo lo lagi duduk. Ngapain lo ke kamar gue?"

"Mampir aja. Pas gue lewat kamar abang, gue ngedenger suara gitar. Yaudah gue masuk."

"Eh btw, suara abang bagus juga." Lanjut Devan sambil tersenyum.

"Suara gue mah emang bagus, emangnya lo!" Balas Kevan dengan nada angkuhnya. Memang tidak diragukan jika suara Kevan terbilang merdu. Bagaimana tidak? Disekolahnya saja, Kevan bergelar sebagai ketua dalam ekskul musik.

"Nyesel gue muji lo bang!"

"Dih? Bodoamat!"

"Serah bang, serah!" Ujar Devan kesal, seraya mengambil ponsel disaku celananya.

"KEVAN, DEVAN, TURUN NAAKK!!!" Mendengar suara teriakan mama nya dari lantai bawah, membuat kakak-beradik itu saling pandang, kemudian menggelengkan kepalanya bersamaan.

"Gila mulut nyokap lo, toak banget."

Devan membulatkan matanya tak percaya, setelah mendengar ucapan Kevan barusan.

"Nyokap gue, ya nyokap lo juga onta!" Devan beranjak, kemudian dengan sengaja kakinya menginjak kasar kaki Kevan, membuat sang-empu nya meringis kesakitan.

"Anjir, untung sayang!"

*****

"Kenapa mah? Mau ngasih uang?" Tanya Devan, ketika dirinya sudah berada disamping Mela yang tengah mengaduk sup.

Kevandra [Akan Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang