"Iya, May, maaf lagian gue cuma demam biasa," ucap Rika.
"Gue cuma nggak mau sahabat gue kenapa-napa," ujar Maya yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Rika.
"Kok jadi melow sih," ucap Alvin sambil memakan baksonya.
"Lo juga, kalau mau temenan sama kita nggak boleh playboy." Alvin tersedak ketika mendengar penuturan Maya.
"Lo kenapa sih, Vin? Nih minum," tanya Dewi sambil menyodorkan minuman.
Alvin segera meminumnya hingga tandas yang membuat ketiga temannya melongo dan menggelengkan kepala tak percaya. Bagaimana tidak, 1 botol air mineral dapat ia habiskan dalam 3 kali tegukan.
Setelah makan, mereka segera masuk ke kelas. Namun, ada yang aneh dari tatapan teman-teman sekelasnya. Seperti tatapan tidak suka. Tak biasanya begini, apa diantara mereka berempat ada berbuat kesalahan?
"Kalian semua kenapa natap kita kayak gitu? Sinis banget kelihatannya?" ucap Maya memecahkan suasana kelas yang terlihat tegang.
Namun, teman-temannya hanya merespon dengan gelengan kepala dan sikap yang acuh.
Rika yang kebetulan duduk dibangku depan Tono, segera bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
"Ton, pada kenapa sih? Kok tatapannya pada sinis ke temen-temen gue?"
"Mereka nggak suka sama Alvin," jawab Toni singkat tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku.
"Hah? Alvin? Emang ada apa sama Alvin?"
"Lo lihat aja di facebook ada berita yang menggemparkan tentang temen lo itu yang suka main ke club," jelas Tono.
Rika yang mendengar penuturan itu segera mengecek handphone dan membuka aplikasi Facebook-nya. Dan benar yang di bicarakan Tono.
Wajahnya tidak jelas karena ia sedang menoleh, namun postur tubuh dan gelang yang dikenakan sama seperti Alvin.
"Alvin," panggil Rika.
"Iya?"
"Lo, suka main ke club," tanya Rika hati-hati yang membuat Maya dan Dewi menoleh bersamaan.
"Apa?" ucap Dewi memastikan ucapan Rika dan telinganya agar tidak salah mendengar. Sedangkan Maya merebut ponsel milik Rika.
Maya mengerutkan alisnya meminta penjelasan kepada Alvin setelah membaca berita yang ada di Facebook
Mereka tidak salah lihat. Ya, benar yang ada dalam foto itu adalah Alvin.
Alvin menunduk, tak tahu apa yang akan ia jelaskan kepada teman-temannya. Ia takut akan dijauhi lagi.
Itulah sebabnya Alvin pindah sekolah, karena saat berada di SMK sebelumnya berita itu sudah tersebar, hingga guru-guru pun tau kabar itu. Semua orang menjauhinya seperti bakteri yang akan menimbulkan dampak buruk.
Alvin merasa tidak nyaman dan akhirnya memutuskan pindah sekolah. Alvin nyaman sekolah disini, ia seperti memiliki separuh hidupnya semenjak berteman dengan Rika, Maya, dan Dewi.
Walaupun teman-temannya perempuan, ia tidak merasa malu sedikitpun.
Dan sekarang berita itu muncul lagi. Padahal belum ada 1 bulan ia berada di sekolah barunya. Ia curiga jika ada yang menyebarkan berita itu dengan sengaja. Tapi apa yang telah ia lakukan hingga ada seseorang yang membencinya?
Alvin hanya berharap teman-temannya tidak ada yang menjauh seperti dulu.
Tapi, apa Alvin sanggup untuk menceritakan hal itu kepada ketiga temannya?
Pahit. Selama ini Alvin memendamnya seorang diri. Bodohnya Alvin selalu menampilkan senyum tanpa beban yang membuat semua orang berfikir bahwa ia tidak pernah menemui masalah dalam hidupnya.
Rika yang melihat Alvin menunduk langsung mengisyaratkan kepada kedua temannya agar tidak meminta penjelasan sekarang. Mungkin Alvin butuh waktu untuk terbuka dengan teman-temannya atau mungkin ini menyangkut dengan masalah pribadinya.
Maya dan Dewi mengerti tatapan itu, mereka tersenyum dan mendongakkan kepala Alvin agar tidak menunduk. Alvin butuh teman sebagai penyemangatnya. Ia butuh teman yang bisa menemani suka dan duka.
___________________ERIKA___________________
"Dek, bangun. Udah sampai rumah nih. Kebiasan banget sih ketiduran di mobil," ucap Erik sambil melepaskan seatbelt milknya dan juga Rika.
"Abang nggak mau gendong. Berat tau!" lanjutnya dengan nada kesal karena Rika tidak juga bangun.
Erik menghembuskan nafas pelan lalu mencium pipi Rika. Dan berhasil, Rika bangun dari tidur panjangnya seperti putri salju yang ada di dongeng.
Erik terkekeh ketika melihat Rika menggeliat lalu membuka mata.
"Udah sampai, dek. Bangun, terus mandi sana." Rika hanya menganggukkan kepala dan turun dari mobil.
Mila tersenyum melihat kedua anaknya selalu rukun, walaupun sering kali ada perdebatan antara kakak beradik itu.
Setelah menjemput Rika, Erik segera pamit untuk kuliah.
"Enggak makan dulu, bang?" tanya Mila.
"Enggak, Ma. Erik berangkat ya, Ma. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah melihat mobil Erik keluar dari pekarangan rumah, Mila segera masuk yang berniat untuk ke kamar anak perempuannya, Rika.
Namun, niat itu diurungkan karena melihat Rika turun dengan tergesa-gesa.
"Ma, abang udah berangkat?" tanya Rika memastikan.
"Udah," jawab Mila.
"Lain kali kalau turun tangga itu pelan-pelan. Jangan lari. Bahaya. Kalau abang atau papa lihat kamu begitu, mereka pasti marah," ucap Mila menasehati anaknya.
"Iya, Ma. Maaf," ucap Rika menyesal.
"Ma, teman-temanku mau main ke rumah, boleh?" lanjutnya.
"Boleh. Udah jam 5 loh, emang mau dateng jam berapa?"
"Jam setengah 7, Ma."
"Yaudah, makan dulu sana. Udah mandi 'kan?" tanya Mila memastikan.
"Udah dong, Ma. Nih, Rika udah ganti baju berarti udah mandi juga."
"Siapa tahu kamu cuma ganti baju doang. Engga mandi."
___________________ERIKA___________________
"Rika, teman kamu udah sampai nih," panggil Mila.
"Iya, Ma. Tunggu."
"Kalian masuk aja, tante mau ke minimarket dulu," ucap Mila kepada ketiga teman Rika.
"Iya tante, makasih," ucap Dewi sopan.
Tbc
Komen, kritik, saran sangat diterimaSalam,
ERIKA
KAMU SEDANG MEMBACA
ERIKA
Teen FictionMempunyai kakak memang menyenangkan. Kita bisa berbagi cerita kapan saja kita mau dan menceritakan apapun tanpa beban. Namun, bagaimana jika kita mempunyai perasaan berbeda terhadap orang yang salah? Haruskah kita membuang perasaan itu? Atau kita...