9

95 30 34
                                    

Setelah memastikan adiknya sudah tertidur. Erik segera bangkit dan keluar kamar dengan hati-hati agar tidak mengganggu tidur sang adik.

"Kok laper ya?" gumam Erik sambil memegang perut. Ia lalu berjalan menuju dapur dan membuka kulkas, siapa tahu ia bisa menemukan makanan.

"Abang ngapain?" Pandangan Erik teralihkan ketika mendengar seseorang memanggilnya.

"Astagfirullah, Mama, ngagetin aja." Erik yang masih terkejut mengusap dadanya dan menenangkan diri.

"Abang ngapain di depan kulkas begitu. Lagi ngadem?" tanya Mila kepada anaknya.

"Abang laper, Ma," keluhnya lalu menjatuhkan kepala dipundak sang mama.

Mila tertawa mendengar hal itu. Dibalik sikap Erik yang galak dan selalu protektif dengan Rika, sebenarnya ia juga memiliki sikap yang sangat manja. Berbeda dengan Rika yang setiap kali manja kepada papanya, sedangkan Erik selalu manja kepada sang mama.

Mila segera memasakkan nasi goreng kesukaan Erik. Nasi goreng ditaburi Bon Cabe yang banyak adalah makanan favoritnya.

Sambil menunggu sang mama selesai memasak, Erik mengambil cemilan yang ada dikulkas dan duduk di ruang keluarga sambil menonton tv.

"Tumben papa nontonnya bola, biasanya juga nonton berita di MetroTV," celetuk Erik setelah duduk disamping Nino--papanya.

"Gapapa dong, sekali-kali terhibur dengan pertandingan bola," ucap Nino sambil memakan cemilan yang Erik bawa dari dapur.

"Adik kamu mana?"

"Udah tidur, Pa."

"Tadi kata mama kamu, temen-temen Rika pada kesini. Papa seneng dengernya. Sekarang adik kamu banyak temennya," jelas Nino. Erik yang mendengar hal itu manatap papanya dengan intens.

"Serius, Pa," ujar Erik memastikan. Nino hanya menanggapi dengan anggukan kepala mantap.

"Kok adik nggak cerita ya sama abang," gumamnya yang masih bisa didengar Nino.

"Mungkin adik kamu nggak sempet cerita karena udah ngantuk."

"Temennya cewek atau cowok, Pa? Berapa orang yang kesini? Terus ngapain aja mereka?" tanya Erik bertubi-tubi.

"Mana papa tahu. Tanya Mama aja sana."

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Mila datang dengan membawa nasi goreng. Belum juga Mila menyerahkan nasi goreng, ia sudah ditanyai oleh Erik tentang teman-teman Rika yang tadi datang ke rumah.

Mau tidak mau Mila menceritakan semuanya kepada Erik tentang teman-teman Rika. Namun, ada yang lain dari Erik, ia yang biasanya antusias ketika mendengar cerita. Kini hanya diam dan menanggapi dengan gumaman tak jelas. Bahkan Mila melihat anaknya memakan nasi goreng dengan rakus.

"Biarkan adik kamu mengenal orang lain. Selama ini mungkin kamu sudah terlalu protektif dengan Rika. Mama tahu kamu khawatir, tapi adik kamu butuh teman," nasehat Mila kepada Erik.

"Tapi, Ma. Abang 'kan juga bisa jadi temennya Rika. Abang bisa jadi apa aja yang Rika mau. Abang cuma nggak mau Rika sampai terlalu dekat dengan orang lain selain abang, Ma."

Mila hanya tersenyum dan menghela nafas mendengar penjelasan anaknya. Ia tahu bahwa Erik sedang cemburu saat Rika lebih akrab dengan orang lain selain dirinya.

Setelah nasi gorengnya habis, Erik segera mencuci piring dan masuk ke dalam kamar untuk tidur.

Besok Erik akan menanyakannya sendiri kepada Rika. Ia merasa belum puas dengan penjelasan sang Mama. Ia ingin bertanya siapa temannya dan seberapa dekat pertemanan mereka.

___________________ERIKA___________________

"Susah banget sih dibanguninnya," gerutu Erik karena sang adik tak kunjung bangun, padahal ia sudah melakukan berbagai cara. Namun, hasilnya nihil.

"Nah, akhirnya bangun juga." Senyum Erik merekah saat adiknya menguap lalu membuka mata. Ternyata ia lupa bahwa Rika akan terbangun saat ia menciumnya.

"Bangun gih, terus mandi, siap-siap ke sekolah," bisik Erik dengan lembut ditelinga Rika. Setelah membisikkan hal tersebut Erik keluar dari kamar menuju ruang makan untuk menyiapkan sarapan bersama mamanya.

"Ma," panggil Erik dengan tangan yang sibuk menata makanan diatas meja makan.

"Iya."

"Mama nggak mau buka lowongan pekerjaan buat ART gitu, Ma?" tanya Erik karena merasa kasihan terhadap mamanya yang melakukan pekerjaan rumah sendiri.

"Engga, lagian 'kan udah ada Mang Yusuf," jawab Mila.

Mang Yusuf adalah sopir pribadi di keluarga Erik. Ia sudah bekerja selama 7 tahun. Menurutnya, Mang Yusuf itu orang yang multi talenta, bisa nyupir, bisa masak, apalagi rawat tanaman mama. Beeuuh, jago.

Erik mengingat saat awal Mang Yusuf bekerja dirumahnya. Ia dan adiknya sering sekali menjailinya saat orang tua mereka sedang sibuk bekerja.

Erik tertawa kecil mengingat kejadian itu. Kejadian yang tak pernah terlupakan. Apalagi keseruan saat sedang berada di kolam renang, saat itu ia tidak bisa berenang. Mang Yusuf-lah yang mengajari dia.

Setelah semua makanan tertata rapi di meja makan, ia memanggil adiknya untuk sarapan bersama.

Tok... tok... tok

"Dek, udah selesai belum?" tanya Erik yang berada di depan pintu kamar adiknya.

"Iya bang, tunggu bentar," sahutnya lalu membuka pintu kamar yang disambut senyum manis dari kakaknya.

"Yuk sarapan," ajak Erik sambil merangkul adiknya, sedangkan Rika hanya menganggukan kepala dengan senyum yang masih terukir diwajahnya.

"Pagi Mama. Pagi Papa," sapa Rika lalu mencium kedua pipi orang tuanya dan yang terakhir kakaknya.

Duduk disamping Erik lalu mengambil nasi dan menikmati masakan mamanya yang sangat enak.

Sarapan yang di selingi dengan candaan membuat pagi itu menjadi lebih indah. Tak lupa rasa syukur yang selalu terucap agar keharmonisan selalu menyertai keluarga.

"Semalem temen-temen kamu main ke rumah?" tanya Erik tiba-tiba.

"I-iya, bang. Maaf ya bang belum ijin dulu. Rika tahu kok abang nggak suka ada orang asing dateng ke rumah," ucapnya menyesal karena telah mengundang teman-temannya datang tanpa sepengetahuan Erik.

Erik tersenyum mendengar hal itu. Tangannya terulur untuk mengacak rambut adiknya gemas.

"Gapapa. Emang siapa aja yang dateng?"

"Dewi, Maya, sama Alvin," jawab Rika.

"Alvin? Cowok?" tanya Erik memastikan.

"Yaiyalah, masa iya nama Alvin itu perempuan."

"Cowok kamu ya?" selidik Erik.

"Bukanlah. Temen."

"Bohong."

"Yaudah kalau nggak percaya," ucap Rika dengan mengerucutkan bibirnya.

Tbc
Komen, kritik, saran sangat diterima

Salam,
ERIKA

ERIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang