RINDU

165 18 16
                                    

     Remang-remang, Sepi, dan dingin. Hanya cahaya kuning lampu jalanan yang jaraknya 15 m dari tempatku duduk meringkuk yang menjadi sumber cahaya disini. Ditempat yang sudah tak asing lagi bagiku, setidaknya untuk satu bulan ini. Dingin, sangat dingin. Dan tak ada yang mempedulikanku.
    
     Andai ibu tahu, pasti dia sudah memelukku hingga terasa hangat. Lalu membuatkanku secangkir coklat panas kesukaanku. Dan aku akan meneguknya hingga habis sambil memeluk teddy bear hijau kesayanganku. Aku merindukan ibu. Ahh bukan, aku merindukan almarhum ibuku. Tapi aku membenci ibuku, secara tidak langsung karena beliaulah keadaanku sekarang menjadi seperti ini. Meskipun aku tahu, aku tak boleh membenci orang mati. Setidaknya itulah yang pernah nenek katakan.

     Aku benci menangis, karena itu membuat hidungku tersumbat dan mataku menjadi buram. Tapi akhir-akhir ini, aktifitas itu justru sering kulakukan. Anak jalanan. Yahh... begitulah orang-orang menyebutku sekarang. Lebih menyakitkan lagi jika menggantinya dengan kata gelandangan atau gembel.

     Tapi itulah faktanya. Aku adalah gelandangan, aku adalah gembel, seorang diri. Yang sangat senang jika menemukan makanan yang tergeletak dan botol air mineral yang masih menyisakan sedikit airnya.

     Dari kecil aku takut berjalan dijalan seorang diri. Bukan takut kepada culik atau pencopet. Tapi karena aku tak bisa menyebrang jalan. Dulu, jika aku akan menyebrang jalan seorang diri, aku akan jongkok dan menangis karena takut dengan kendaraan yang berlalu lalang. Lalu ibu akan menyusulku dan menggendongku sampai kesebrang jalan. Ahh.. aku merindukan ibu lagi.

     Tapi sekarang, jalanan adalah hidupku. Berjalan menyusup padatnya kendaraan sudah menjadi keahlianku. Memegang tongkat 10 cm yang di beri tutup botol dengan paku. Sambil memukulkan pelan ketangan sebelahnya dan menyanyi lagu yang ku ingat. Lagu yang sering kunyanyikan bersama temanku disekolah, dan kunyanyikan ulang bersama ibuku jika sudah pulang sekolah. Sambil membawa kantong plastik bekas bungkus ciki-ciki kesukaanku dulu yang kutemukan dipinggir jalan. Aku menyanyikannya dengan senyum yang merekah dipipi, sambil menyodorkan bungkus ciki-ciki kekaca mobil yang sebelumnya telah kuketuk agar dibuka.

     Jika matahari sudah terasa sangat menyengat, aku menyudahi aktifitasku dari pagi. Dan mengeluarkan koin-koin yang terkumpul, beberapa berupa lembaran dan tekadang juga ada beberapa permen. Kurapihkan koin-koin dan lembaran uang lalu kumasukan kekantong celana. Dan mengemut permen jika kebetulan ada yang memasukan permen kedalam kantong ciki-ciki ku. Aku suka permen, coklat, dan eskrim. Lalu ibu akan memarahiku jika aku terlalu banyak memakannya. Katanya, itu bisa merusak gigi ku. Aku tersenyum sendiri ketika mengingat kejadian itu.

     Sambil berlari kecil dengan wajah yang bahagia aku menuju warung makan langgananku. Uangku masih sangat kurang untuk membeli satu porsi nasi dan satu tempe goreng. Untuk itu, biasanya ibu pemilik warteg memintaku untuk membantunya mencuci piring. Aku sangat senang, karena sehabis itu pasti aku akan mendapat bonus. Dan aku memilih pisang goreng. Setelah itu aku akan kembali lagi kejalanan mencari beberapa koin dan lembaran uang, dan permen jika beruntung. Untuk persediaan makan malamku nanti. Karena kelaparan malam-malam itu tidak enak. Aku jadi tidak bisa tidur, dan pasti aku akan menangis karena teringat ibuku. Jika aku kelaparan ibu pasti selalu menyiapkanku makanan. Jika tak ada persediaan makanan ibu akan memasak mi instan yang dibelinya di toko depan rumah. Aku suka mi goreng, apalagi jika dicampur dengan telor dan sayuran yang tak ku tahu namanya.

     Untuk kesekian kali air mata ini sangat bandel, selalu saja menetes tanpa permisi. Hingga lelah tangan ini mengusapnya. Dan ahirnya kubiarkan saja ia lolos dari sarangnya dan keluar sesukanya.
     Dalam benak masih saja bertanya-tanya. Kemana bahagiaku yang dulu pergi ? kenapa ia pergi ? apa aku sudah menjadi orang yang jahat ? ahh.. kurasa tidak, tapi nenek pernah bilang begitu. Jangan pernah menjadi orang yang jahat, karena orang jahat hidupnya tak akan bahagia.

     Aku rindu mencium bau buku baru, aku rindu tanganku yang penuh dengan coretan bolpoin karena keisenganku saat bosan mendengarkan ibu guru menjelaskan materi. Aku rindu bisingnya suara anak-anak saat istirahat dikantin. Bukan seperti saat ini, aku benci mendengar bisingnya suara kendaraan dijalan. Dan aku benci suara orang-orang yang sibuk hilir mudik tanpa mempedulikan keberadaanku. Aku rindu heningnya suasana saat ulangan harian, atau saat guru galak sedang mengajar. Bukan seperti saat ini, aku benci sepi ini. Tak ada lagi ibu, tak ada lagi nenek, dan tak ada lagi teman-teman dikelas yang selalu membuat hariku berwarna.

     Dan aku benci terus menangis meratapi keadaan. Dengan kasar kumengusap wajahku yang basah karna airmata, berharap dapat menghapus pula jejak-jejak kepedihan dalam hidupku. Biarlah rindu-rindu itu terus berdatangan. Bahkan aku ingin terus merindu.. Merindukan hangatnya pelukan ibu, merindukan lembutnya usapan nenek, merindukan canda tawa teman-teman sekolah, dan merindukan apapun yang kini telah menjadi masalaluku. Dan kuharap, aku akan terus merindu tanpa menitikan airmataku lagi.

............................................

Terimakasih telah membaca, ditunggu kritik dan sarannya ya  o_<

salam manis buat yang termanis ... :)

Hanya DhiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang