Sembari memilih milih peci yang akan di belinya, Ryan bercerita bahwa dia juga akan membeli satu barang titipan temannya.
"Titipan siapa?" tanyaku pada Ryan.
"Si Diwa" jawabnya singkat.
"Yah, nama orang itu lagi deh" kataku membuat Ryan heran.
"Emang kenapa sama si Diwa? " tanyanya sambil menengok ke arahku. Seketika mukaku memerah.
"Eeh.... Ngga apa apa kok, aku cuma aneh aja kenapa kamu ngga sama dia aja ke sini? " jawabku gelagapan.
"Dia lagi sakit gigi" jawabnya.
"Oh" jawabanku sangat singkat.
Selesai memilih peci yang pas dan cocok untuk Ryan, kami pun beranjak ke toko sebelah untuk mencari sebuah barang titipan Diwa. Aku hanya menunggu Ryan di depan toko. Aku ngga mau ikut memilih milih barang itu. Aku tidak akan terlibat dengan sesuatu yang ada hubungannya dengan Diwa.
"Kita pulang yah! " ajak Ryan setelah selesai membeli segala kebutuhannya.
"Hayu" jawabku antusias.
Sebelumnya Ryan membelikanku sekilo salak khas kota itu. Perutku sebenarnya sudah keroncongan. Aku belum makan malam. Ingin sekali aku katakan bahwa aku laper dan kita berhenti dulu di warung tenda yang tadi terlewati. Akan tetapi aku takut kalau Ryan mengira aku minta ditraktir makan sama dia. Oh now! Aku masih punya harga diri. Apalagi kalau nanti dia cerita sama Diwa bahwa aku termasuk tipe perempuan matre. Jadilah aku menahan lapar sampai indekostanku. Aku mengganjal perutku dengan buah salak yang tadi dibelikan Ryan untukku.
Ini adalah hari minggu, kegiatanku di hari libur adalah mencuci baju, tas, sepatu dan bersih bersih kamarku. Moodku sudah agak membaik, aku tak lagi berkutat dengan pikiranku yang tak lepas dari Nata dan Diwa. Aku sudah jujur kepada Nata meskipun tak ada jawaban apa pun darinya. Aku anggap semuanya sudah clear.
"Mel, " Ryan memanggilku ketika dia lewat depan indekostanku.
"Mau kemana Ryan?" tanyaku.
"Main, ikut yuk! " ajaknya
"Ngga ah, aku lagi nyuci" jawabku.
Aku ngga mau pergi lagi dengan Ryan, alasanku adalah cucian. Padahal aku ingin jauh dari semua laki laki yang dekat dengan Diwa. Aku sedang berjuang untuk menghapus nama laki laki itu dalam hati dan pikiranku. Herannya semakin aku menjauh dari dia, selalu saja ada penghalang yang menjadikanku susah untuk berhasil dari niatku. Salah satunya Ryan, akhir akhir ini dia selalu saja mengajakku keluar atau datang ke indekostanku.
Pernah suatu kali Ryan mengajakku main ke asramanya, dia akan mengenalkanku ke beberapa penghuni asrama yang belum mengenaliku. Saat itu aku tidak menerima ajakannya. Akan tetapi, sekarang aku malah penasaran ingin tau keadaan di asrama mereka.
Selesai sudah urusan cuci mencuciku, saat ini aku bisa santai. Rencanaku selanjutnya akan bertamu ke asrama tempat Ryan, Diwa dan teman temannya tinggal. Setelah mandi aku lantas memakai baju. Bedakan tipis tipis juga cologne pavoritku.
"Aduuuh...berani ngga ya aku ke sana" aku bertanya pada diriku sendiri.
"Gimana ya kalau aku disangkanya perempuan yang agresif, perempuan yang tak punya malu nyamperin asrama yang penghuninya laki laki semua" hatiku terus berbicara.
"Tapi aku kan hanya akan menemui Ryan saja, aku tak akan peduli meskipun Diwa juga pasti ada di sana".
Sisi lain hatiku mengatakan bahwa aku jangan merasa takut oleh anggapan mereka kepadaku. Semua
Yang aku takutkan itu pun sebenarnya hanya pikiran kotorku saja. Aku memberanikan diri pergi ke asrama Ryan yang tidak jauh dari indekostanku.Hari menjelang siang, matahari yang belum tepat berada di atas kepalaku memancarkan sinarnya yang terang. Ku pastikan langkahku mengarah ke asrama Ryan. Aku berharap dia ada di tempat tinggalnya itu. Tak lama kemudian sampailah aku di depan asrama yang tak berpagar itu. Terdengar suara orang orang dari dalam yang begitu rame dan membuat ucapan salamku tidak ada yang mendengar.
"Assalamualaikum!" ku ucapkan salamku lebih kencang lagi, tapi tetap saja tidak ada yang menyahut. Aku hampir di buat kesal dan berfikir untuk kembali ke indekostanku.
"Wah, sia sia deh aku ke sini" kataku dalam hati. Aku tetap berdiri di depan rumah itu, menunggu salah satu penghuninya keluar dan melihatku.
Detik hingga menit terlewati dengan sia sia, aku mencoba sekali lagi mengucapkan salam dan permisiku dengan kekuatan volume suara yang lebih kencang lagi.
"Assa..... "belum selesai ku ucapkan salamku, musik yang baru diputar dari salah satu kamar milik penghuni asrama ini tiba tiba mengalun dengan kerasnya. "I'II Stand By You" The Pretenders mengalun diikuti backsound orang yang memutar lagu tersebut.
"Hadeuuuh... "aku jadi menggerutu sendiri lantas aku membalikan badanku dan kembali ke indekostanku.
"Mel! " teriak seseorang memanggil namaku. Kuhentikan langkahku yang baru sekitar tiga meteran meninggalkan rumah itu. Suara orang itu sudah tak asing di telingaku. Suara orang itu yang beberapa hari ini ingin aku hindari, apalagi orangnya. Ku tengok sumber suara itu.
"Hups... " benar sekali. Seseorang tengah berdiri di pintu rumah itu. Postur tubuhnya yang tinggi hampir menyentuh kusen pintu bagian atasnya. Dia tersenyum kepadaku, senyuman yang dulu pernah kuartikan sebagai senyuman seseorang yang tengah menyukaiku. Kali ini senyumannya itu kembali dilemparkannya kepadaku. Kali ini aku sudah menguatkan hatiku bahwa aku tidak akan salah lagi menafsirkan sikap dia terhadapku.
"Aku mencari Ryan" kataku walaupun dia belum menanyaiku.
"Ngapain? " tanyanya.
"Ada perlu" kataku. Aku masih tetap berdiri di tempatku semula.
"Masuk aja, Ryan ada tuh di belakang" katanya lagi.
"Ngga ah, lain kali aja" jawabku sambil terus pergi tanpa permisi.
Aku pergi meninggalkan kesan yang tidak mengena di mata Diwa, setidaknya hal itu yang kupikirkan. Tapi aku berhasil membuat diriku tak lagi tertahan di jalan yang salah. Dulu aku pernah salah menambatkan hatiku pada Diwa. Pada seseorang yang jelas jelas tak menyukaiku. Ketika itu aku sempat prustasi karena ketidak pastian laki laki itu kepadaku.
Aku malah berfikir bahwa semua yang kualami itu adalah sebuah karma. Aku menghianati Nata dan berpaling darinya. Aku tak pernah mau meraba perasaan hatinya. Hal yang paling mengenaskan yaitu karena aku telah menghujamkan senjata keegoisanku ketika aku memutuskannya.
Semenjak itu, aku tak pernah lagi tau tentang Nata.
"Bagaimana kabar Nata sekarang? " aku tiba tiba mengingat Nata, ketika aku tengah asyik dengan kesendirianku ini.
"Apakah Nata masih mengingatku? " selalu saja ada pertanyaan seperti itu yang terbesit dalam hatiku. Akan kah Nata membenciku karena sikafku tempo hari. Aku ingin menemuinya, aku ingin berbagi kabar dengannya. Aku ingin ada hubungan lagi, selayaknya seorang sahabat. Hubungan yang bukan karena ada satu ikatan yang bukan hanya sekedar teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Biru
RomanceSakit rasanya jika kita sudah mencintai seseorang begitu dalam, tapi orang tersebut tak mencintai kita. Sudah berkorban perasaan hingga sakit hati yang sesakit sakitnya akibat cinta yang salah. Sudah terlanjur memutuskan orang yang justru tulus. Akh...