Lukisan Rasa

28 0 0
                                    

"Assalamualaikum !"pintu kamarku ada yang mengetuk.

Aku bergegas merapikan baju yang baru ku kenakan. Ku ambil bedak tabur dan cermin kecil di dalam lemari fortableku.

"Waalaikum salam, bentar ya! " sahutku.

Setelah selesai memoles wajah dan sedikit lipcare di bibir, aku segera membuka pintu kamar.

"Hey,Sintaaaa!."teriakku setelah aku tau siapa yang tengah berdiri di depanku.

Sinta adalah sahabat lamaku, dia masih saudara Nata. Hampir dua tahun kami tak bertemu.

"Melyyyyy! " Sinta ikut ikutan berteriak. Kami saling berpelukan laksana dua orang sahabat yang telah begitu lama tak bersua. Di kampung, rumah kami masih berdekatan dan bertetangga.

"Sinta kapan kamu datang? " tanyaku setelah aku mengajak Sinta masuk ke dalam kamarku.
"Kemaren Mel" jawabnya.
"Kamu tidur di mana? " tanyaku lagi.
"Sementara ini aku tinggal di kostannya Nata? "Jawab Sinta. Aku diam dan tak ingin melanjutkan percakapanku yang bertemakan tentang Nata.
"Kok kamu tau sih tempat indekostanku ini? "
"Aku dianterin Nata tadi, cuma dia balik lagi" jawaban Sinta kali ini membuatku terpaksa harus bertanya dalam hati.
"Kenapa Nata ngga mau masuk? Apa mungkin Nata sudah ngga mau lagi bertemu sama aku? ".
"Ya udah, malam ini kamu nginap di sini aja ya! "pintaku pada Sinta.
"Pastinya doong" Sinta kelihatan begitu bersemangat untuk menginap di kamar indekostanku ini.

Semalaman aku dan Sinta lebih banyak ngobrol, kami baru bisa tidur hampir menjelang pukul 1 dini hari. Banyak cerita yang Sinta bawa dari kampung halaman. Aku begitu bahagia dengan kedatangan sahabat lamaku ini.

"Mel aku balik ke tempat indekostannya Nata dulu yah, tenang besok aku nginep lagi kok. " Sinta mengemasi beberapa barang lantas memasukan ke dalam tas ranselnya.
"Aku anterin sampe depan aja yah" kataku.

Aku dan Sinta pergi ke depan gang untuk menunggu Nata yang katanya akan menjemput Sinta. Aku ragu ragu antara keinginanku untuk mengantar Sinta dengan rasa malasku bertemu Nata.

"Mel itu Nata, ternyata dia sudah nungguin aku! "seru Sinta.

Aku menghentikan langkahku, berjalan menyelinap di belakang punggung Sinta. Beruntung, Sinta mempunyai postur tubuh yang tinggi jadi dia bisa menutupiku.
"Mel, ngapain kamu ngumpet? Kalian ada apa sih?. " tanya Mely seperti kebingungan.
"Udah, kamu jalan aja. Aku ngga apa apa kok. " Sinta pasti belum tau bahwa aku sudah putus dari saudaranya. Aku sama Nata bahkan sedang perang dingin. Aku tak ingin bertegur sapa sama Nata setelah aku tau bahwa dia mempunyai pacar baru. Sedangkan Nata masih bersikap biasa saja, hanya mungkin masih merasa kaku terhadapku.

Begitulah akhir dari kisah cintaku sama Nata, sekarang antara aku dengannya bagaikan seseorang yang belum saling mengenal. Aku pernah berusaha memperbaiki hubungan baikku dengan Nata, aku datang ke kampusnya. Nata membalasku dengan sikap dingin bahkan dia memperkenalkanku kepada pacar barunya.

"Mel aku pergi dulu ya! "teriak Sinta setelah Nata menstater motor dan melajukannya.

Ku lambaikan tangan pada Sinta dan pura pura tak melihat kalau Nata melemparkan senyumannya kepadaku. Entah lah, aku hanya ingin menjauh dari urusan laki laki manapun. Nata dan Diwa adalah dua orang laki laki yang harus segera ku enyahkan dari kehidupanku.

Sinta kembali mengetuk pintu kamarku. Kali ini dia datang sendirian tanpa diantar lagi oleh Nata.
"Mel, aku nginap lagi ya! "pintanya padaku.
"Selamanya juga boleh kok kamu tinggal di sini, asalkan bayar. "kataku. "Hahaha" Sinta malah ketawa.
"Enggak lah, besok Nata mau mencarikanku tempat indekostan untukku, yang deket deket kampus gitu. " jawabnya.
"Emangnya kamu mau kuliah di mana? "tanyaku sambil menebak nebak, apakah Sinta akan se kampus sama Nata.
"Aku mau daftar di kampus Nata Mel" jawab Sinta. Ternyata dugaanku tepat bahwa Sinta akan daftar di kampus Nata.

Seperti biasa sebelum kami terlelap di kamar yang berukuran tak terlalu besar itu aku dan Sinta saling bercerita.
"Mel, kamu udah putus ya sama Nata? "tiba tiba Sinta bertanya di luar topik pembicaraan sebelumnya.
"Emang kenapa? "tanyaku.
"Nata cerita bukan sama kamu? "Sinta terus dicerca pertanyaan olehku.
"Kenapa kamu mutusin dia? "Sinta malah balik bertanya sama aku.
"Mel? "Sinta mencubit tanganku.
"Aku sudah tak lagi menyukai Nata" jawabku.

"Opsss.... Aku benar benar keceplosan"bisik hatiku. Masih mending lah aku menjawab seperti itu, jawaban itu lebih masuk akal menurutku. Sejujurnya kenapa aku memutuskan Nata, ya karena pada saat itu ada seseorang yang lebih menarik dibandingkan dengan Nata. Sayangnya orang itu tak sama dengan Nata, dia tak mempunyai perasaan suka dan tak mencintaiku.

Setelah kedatangan Sinta, aku malah menjadi sering ketemu Nata. Setiap Sinta datang ke tempat indekostanku hampir selalu dianterin sama Nata.

"Nata lagi deket deketnya sama Amira"Sinta mulai bercerita tentang hubungan Nata sama pacar barunya. Sinta seolah tau kalau aku sedang menantikan kabar terbaru tentang Nata.

"Amira itu adik kelas angkatannya di kampus, dia orangnya manja banget. Beda sama kamu Mel. " Sinta terus saja bercerita meskipun aku tak menimpalinya.

"Coba kalau kamu ngga mutusin Nata, mungkin Nata ngga bakal jadian sama Amira" Sinta melirikku yang masih cuek dengan ceritanya.

"Mel!" Sinta memukulku dengan buku yang tengah dibacanya.

"Iya sintaaa...!"seruku dan balik memukulnya dengan buku yang tengah ku baca juga.

"Kamu jangan cerita lagi tentang Nata ya, karena aku sama dia sudah lama putus" pintaku sama Sinta.

Sinta pun akhirnya berhenti dari bercerita. Aku sungguh ingin sekali berlama lama mendengar Sinta berceloteh tentang Nata dan Amira. Tapi di sisi lain aku pun ingin berhasil dalam usahaku untuk tak lagi mau tau urusan mereka. Cara terbaik untuk melupakan seseorang menurutku adalah menjauhi dan tak peduli.

Alunan adzan subuh memaksaku untuk segera bangun dari tidurku. Mata rasanya begitu sulit untuk ku buka, rasanya baru lima menit aku dapat memejamkan mata tadi malam. Aku harus bisa mengalahkan rasa kantukku dan segera pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan sholat subuh.

"Sin, ayo bangun udah siang nih! " ku bangunkan Sinta yang masih tertidur lelap. Semalaman kami memang banyak ngobrol tentang masa masa ketika kami masih di kampung halaman. Kami baru bisa memejamkan mata hampir jam 2 dini hari.

"Jam berapa sih Mel? "tanya Sinta. Badannya menggeliat, sementara tangannya sibuk bergentayangan meraba raba HP yang tadi malam dia sembunyikan di bawah bantal setelah dia meNonaktifkan powernya.

"Hampir jam lima Sin, kalau mau ke kamar mandi buruan sana. Ntar antri lho! " kataku.
"Ya Allah, masih ngantuk Mel. " meski dengan rasa malas akhirnya Sinta pun bangun dan langsung pergi ke kamar mandi.

Lanjuuuut

Surat BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang