Ranting Ranting Kering

59 4 0
                                    

Waktu acara keakraban antar mahasiswa se daerah sudah tiba. Pagi pagi sekali aku dijemput kakak seniorku.
"ting tong" bel berbunyi di kostanku menandakan ada seseorang yang bertamu ke kostan ini.
"Sebentar ya! " seru mba Ita yang menempati kamar paling dekat dengan pintu ruang tamu. Setelah mba Ita membuka pintu, dia memanggil namaku.
"Mel, tamu tuh! " seru nya.
" Iya mba bentar! " aku segera memakai sepatu lalu ku ambil tas ransel yang telah ku siapkan sejak semalam. Aku tau tamu itu adalah kak Idham yang kemarin telah berjanji untuk menjemputku. Ku buka pintu ruang tamu, benar saja kak Idham sudah berdiri menungguku.
"Yuk! " ajaknya. Aku pun langsung memakai helm yang disodorkan ka Idham. Motor vespa jadul yang kak Idham bawa membuatku menjadi tampak manis duduk di atasnya.
Kak Idham adalah panitia untuk acara keakraban itu, dia begitu perhatian terhadap junior juniornya. Tidak lama kemudian sampailah kami di titik berkumpulnya para peserta yang akan ikut acara keakraban. Kak Idham bilang aku harus segera bergabung dengan mereka dan segera naik ke dalam bus yang akan membawa kami ke tempat tujuan.

"Mel, baru datang ya? " tanya Nata yang sudah sedari tadi menantikan kedatanganku.
"Iya" jawabku sedikit ketus.
"Maaf ya aku ngga jemput kamu. Tadi bangun tidur kesiangan" Katanya.
"Iya, ngga apa apa kok. Kan ada kak Idham" jawabku masih dengan nada yang ketus. Aku kok kesel banget ya sama Nata. Males banget ngobrol apalagi duduk satu kursi. Bukan karena dia ngga perhatian sama aku, tapi karena rasaku terhadapnya sudah lama terkikis dan hampir habis setelah aku bertemu dengan Diwa.
"Mely, ayo duduk sama aku. Sini! " Via yang duduk di kursi belakang sopir memanggil dan mengajakku untuk duduk bersamanya.
"Mel, aku udah tandain kursi buat kamu" Nata mengurungkan langkah kakiku yang akan menghampiri Via.
"Tuh di sana" katanya sambil menunjuk dua buah kursi kosong yang berada di posisi paling belakang dekat dengan pintu. Aku diam saja tak mau berkomentar dengan tawaran Nata. Males banget duduk bareng dia dan aku benar benar tak ingin bersama Nata saat ini.

Aku memutuskan duduk satu kursi dengan Via. Aku tak peduli dengan perasaan Nata yang mungkin akan tersinggung dengan sikafku. Aku sudah kehilangan rasa yang lebih dari sekedar teman dengan Nata.
Akhirnya Nata duduk satu kursi sama Andri. Harapannya akan selalu bersamaku menjadi tak terwujud.
"Maafin aku ya Nata" maafku hanya terucap dalam hatiku saja.

"Mel, Nata tuh!" Via mencolek tanganku.
"iya, biarin aja ah" kataku. Setelah sampai di tempat tujuan aku turun dari bis bersama Via. Nata celingak celinguk mencariku. Aku benar benar tak mau mempedulikan Nata dan aku lebih nyaman bareng Via di acara itu. Panitia mengumumkan kepada para peserta agar segera berkumpul di aula untuk mendengarkan arahan agenda acara keakraban. Setelah ishoma dan penentuan kamar masing masing peserta dibebaskan untuk menikmati pemandangan di seputar danau tempat kami mengadakan acara.

Nata menghampiriku dan mengajakku duduk di sebuah batu yang teronggok di pinggir danau di bawah pohon pinus.
"Kamu kok jadi lain sih Mel sama aku? " Nata memulai percakapan setelah kami duduk di batu itu. Angin berhembu sepoi sepoi menerpa wajahku. Air danau yang tenang tak mencerminkan hatiku yang resah.
"Mel, kenapa kamu diam saja? "Tanyanya lagi. Aku tetap dengan diamku. Wajah Nata sudah menampakan rasa kesalnya. Dia beranjak dari duduknya. Batu batu kerikil yang terhampar di pinggir danau itu menjadi sasarannya. Satu persatu kerikil dilemparkannya ke tengah danau.
"Jawab dong Mel!" Nata kembali duduk di sampingku di atas sebuah batu dan memcercaku dengan pertanyaannya.
"Aku ngga apa apa kok, hanya lagi males aja" jawabku mencoba meluluhkan hati Nata. Kalau sudah begitu Nata biasanya akan lebih manis terhadapku.
"Maaf ya, kalau tadi pagi aku ngga jemput kamu" katanya. Aku mengganggukan kepala.
"Mel ke sebrang sana Yuk" Nata mengajakku ke sebrang danau.
"ih takut ah harus naik perahu kayanya"
"Enggak lah, kita bisa kok menyusuri pinggir danau ini" Nata antusias mengajakku ke sebrang danau.

Aku dan Nata menyusuri jalan setapak di pinggir danau itu. Masuk ke dalam hutan yang masih rimbun dengan pepohonan besar. Matahari belum meninggi, cahayanya menyelinap di antara celah celah  pepohonan. Ranting ranting kering di sisi kanan kiri jalan setapak itu menandakan saat itu sedang musim kemarau. Meskipun cuaca panas tapi di sekitar danau ini udaranya begitu sejuk. Perjalanan menyusuri jalan setapak itu menjadi tak terasa hingga sampailah kami di sebrang danau.

Di sebrang danau itu ternyata tempatnya lebih sejuk karena hutan pohon pinus ini sangat terawat dengan baik. Tak ada rumput liar yang tumbuh di sana, sebaliknya rumput gajah yang terhampar menjadikan tempat itu begitu natural. "Mel, sebaiknya kamu pindah kostan aja. Bukannya di tempatmu sekarang itu terlalu jauh ke kampus". Tiba tiba saja Nata membicarakan tentang kostanku.
"Ngga ah, aku udah betah di sana" jawabku. Aku berharap Nata berbicara seperti itu bukan karena kostanku yang sekarang dekat dengan kostannya Diwa. Menurutku memang bukan karena itu Nata menyarankanku untuk pindah tempat kost. Nata belum tau apa yang tengah terjadi antara aku dengan Diwa.
"Nanti kamu keteteran lho kalau udah banyak kegiatan di kampus".
"Ngga ah titik!" jawabanku kali ini menggunakan intonasi yang tinggi.
"Lho kok kamu jadi marah gitu sih, Mel". Nata seperti ngga senang dengan intonasiku itu.
"Lagian kamu maksa" jawabku.
"Siapa yang maksa? Aku kan kasihan sama kamu kalau kostan kamu jauh dari kampus ntar kamu cape!" Kali ini Nata berbicara dengan nada yang agak tinggi.
"Yang cape juga kan aku toh, bukan kamu! " nada ucapanku kali ini lebih tinggi dari Nata. Nata menunduk dan terdiam tak lagi menanggapi ucapanku. Aku sebenarnya tau kalau Nata itu hanya ingin menyampaikan perhatiannya padaku. Tapi yang ada dipikiranku saat ini adalah Diwa. Seandainya aku pindah kostan maka aku akan jauh dengannya.

Malam hari seluruh peserta acara keakraban berkumpul di aula. Panitia mengadakan macam macam games yang bertujuan untuk mengakrabkan antar mahasiswa yang se daerah dan belum saling mengenal. Nata kulihat duduk di antara teman temannya. Gelak tawa para peserta yang tengah beradu games semakin mengakrabkan kami. Aku dan Via ikut andil juga dalam acara itu. Sementara Nata hanya diam seperti tak ada gairah. Berbeda dengan ketika mau berangkat tadi pagi. Mungkinkah Nata merasa tersinggung oleh sikaf dan kata kataku. Ataukah karakter aslinya muncul kembali yaitu seorang Nata yang pendiam.

Bersambung kembali....
Mohon kritik dan sarannya agar ceritanya nyambung...

Surat BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang