4 - penasaran

22 4 0
                                    

Written in these walls are
the stories that I can't explain,
I leave my heart open
but it stays right here empty for days

🌫️🌫️

Dio merebahkan tubuhnya di atas kasur King Size miliknya. Pikirannya melayang entah kemana, matanya menatap langit langit kamar. Hidupnya hampa, sejak 'dia'----ibunya yang pergi meninggalkan ayah nya demi lelaki lain. Dia selalu mengatakan cinta kepada ayahnya bahkan di depan Dio, tetapi hanya omongan, bukan bukti. Dia membenci ingatan itu. Ingatan yang membuat dirinya benci dengan ibu nya sendiri.

Itu adalah salah satu alasan kenapa Dio kadang membenci perempuan. Alasan nya Klise memang.

Dio tersenyum kecut, dan mengacak rambut nya frustasi. "Hidup gue hambar." Gumam nya. Setelah beberapa menit, pintu kamar diketuk dan dibuka oleh lelaki paruh baya dengan rahang nya yang kokoh. Dan wajah yang mirip sekali dengan Dio. Seperti Dio adalah fotocopy an lelaki paruh baya itu.

"Yo? Papa mau bicara sama kamu."

Dio beranjak dari tidurannya. Dan menghadap ke Papa nya. "Mau bicara apa pa?" Tanya nya lembut. Dia selalu bersikap baik dan lembut ke Papa nya yang sudah mengurusi dia sampai sekarang, tanpa bantuan dari Mama nya.

"Papa masih mau menanyakan hal yang sama. Kamu kapan mau jadi CEO buat nerusin Papa? Papa mau kamu secepatnya buat keputusan Yo, papa udah mau kamu yang ngurus perusahaan papa."

"Pah...." Lirih Dio. "Papa tau, kamu masih mau nerusin kuliah kamu, kamu mau kejar cita cita kamu, tapi Yo...., siapa yang bakal nerusin ini kalau bukan kamu? Papa harap kamu mengerti." Jelas nya dan beranjak dari kamar Dio. Dio menghembuskan nafasnya.

Dio berjalan ke meja makan untuk makan malam, di sana sudah ada papa nya yang tengah menuangkan air ke gelas nya.

"Pah..." Lirih Dio. "Eh Yo, sini makan."

"Pa, Dio udah ambil keputusan." Kata Dio yang membuat papa nya langsung menatap dirinya. Davin, papa Dio menghembuskan nafas nya pelan. "Papa terima keputusan kamu."

Dio menarik nafas nya dan hendak berbicara. "Dio.., Dio mau kok lanjutin usaha papa, termasuk jadi CEO." Tambahnya.

"Papa gak mau kamu terpaksa dan cuman kasian sama papa."

"Dio serius, Dio mau kok. Tapi Dio pengen kerja sambil nerusin kuliah Dio pa." Jelas nya. Davin tersenyum. "Terimakasih, papa udah cukup bahagia dengan ini. Iya papa juga gak mau ngeganggu kuliah kamu." Dio tersenyum karena hanya ini yang bisa membuat papa nya tersenyum kembali. Hingga suara cempreng seseorang menggelegar di ruang makan.

"Malam!!!" Sapa nya. "Eh anak papa, sini makan sayang." Ajak Davin. Anak kecil yang usia nya baru 9 tahun itu tersenyum dan menampilkan deretan gigi putih nya.

"Abang Dio, Dasya mau minta es krim sama Abang." Keluh nya. Namanya Dasya Adhiana Putri. Gadis cantik ini adalah adik Dio satu satunya. Dasya sangat disayangi keluarga nya. Karena Dasya tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu, maka Dio dan Davin selalu berusaha menjaga Dasya layaknya seorang ibu.

"Ini sudah malam sayang, besok Abang belikan buat kamu ya?" Jawab Dio sembari mengacak rambutnya gemas.

Dasya cemberut mendengar jawaban kakak nya itu. "Tau ah Abang, kalo Abang belikannya besok, berarti eskrim Dasya jadi Double ya!" Protes nya. Dio terkekeh geli melihat tingkah adik nya itu. "Iya sayang, buat kamu apa aja bakal Abang kasih."

Dasya tersenyum. "Makasih Abang!!!!" Teriaknya sambil memeluk Dio. "Yasudah kamu makan dulu yang banyak ya!" Perintah Davin.

▪️◾▪️

Dio merebahkan tubuhnya di kasurnya. Pikiran nya tiba tiba berpacu pada kata kata Leo. Entah kenapa?

Mungkin iya, gadis itu polos. Pikir Dio. Tapi kenapa dia harus mengingat Caca? Gadis itu lucu menurutnya saat ia melihatnya tadi, namun Dio menghapus pikiran itu jauh jauh. "Aishh! Kenapa Lo berkeliaran di kepala gue sih? Tai." Gumam Dio sembari mengacak rambut nya frustasi.

Bodo amat dah, gue gak bakal tertarik sama siapapun. Batin nya.

Tiba tiba suara deru ponsel membuyarkan lamun Dio.

Leo kampret is calling.

Dio mengerutkan keningnya, ngapain Leo malam malam begini menelpon dirinya? Rindu kah?

"Yoyo! Akhirnya lo angkat telfon gueeee!"

Dio menjauhkan ponsel nya dari telinga. Bisa bisa rusak kuping dia mendengar teriakan Leo.

"Apaan si." Jawab Dio.

"Gimana? Omongan gue kepikiran kan sama Lo?"

"Ga."

Sambungan diputus sepihak oleh Dio, dia risih dengan Leo yang cerewet dan Dio ramal, Leo pasti berbicara dengan mengeluarkan hujan disana. Dan siapapun yang melihat itu akan katarak. Sip.


Tbc..

DIONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang