(Almost) 30 Senior

3.3K 198 26
                                    

[READ FIRST]

Halo guys! Maaf banget ya aku baru bisa upload :( 

Bulan kemaren sampai bulan ini kebetulan aku lagi ga bisa nulis karena halan-halan ke luar negeri trus lanjut pulang kampung hehe. Trus aku punya info penting, kalian ingat sama foto pilot yang aku pake di Devair part-part sebelumnya? And yass, pas penerbangan dari Jogja ke Jakarta, dia jadi co-pilotnya trus aku punya kesempatan buat ketemu dia pas boarding. Aku gondok banget anjay cuma ngeliatin IDnya takut salah orang, tapi emang sih.... DEVA BANGET T_T Aku tergugup-gugup dibuatnya (?) 

Huhu, ga penting banget ya. Ya intinya gitu lah (?) Selamat membaca!


Alisha's POV

Rencanaku untuk jalan-jalan pagi di luar hotel gagal sudah. Hujan deras tiba-tiba mengguyur kota terbesar di Australia ini sejak pukul enam pagi tadi membuat udara semakin dingin, bahkan ketika aku sudah memakai jaket sekalipun. Aku sudah menghabiskan dua gelas teh panas di restoran hotel setelah memakan beberapa potong kentang untuk sarapan. Restoran masih sangat sepi karena orang mungkin akan berpikir untuk menghangatkan diri di dalam kamar daripada berkutat dengan udara dingin di sini. Tapi, aku bukan tipe orang yang bisa bermalas-malasan di kasur, walau keadaan cuaca sangat mendukung untuk bergumul dengan selimut dan bantal. Daripada harus memaksakan diri untuk keluar hotel, aku memilih untuk duduk di dekat dinding kaca sambil menyaksikan pemandangan di luar. Suara dentingan antara piring dan sendok besi tiba-tiba terdengar tepat di depanku. Aku menoleh ke arah sumber suara dan melihat seorang pria yang tak lain adalah seniorku sendiri.

"Gue boleh duduk di sini, 'kan?"

Angga Prasetya, pramugara senior yang tadi malam membantuku mengangkat koper, jika kalian ingat. Aku tidak banyak berbicara dengannya karena kami melayani kelas yang berbeda. Kalau dia berada di bagian paling depan kabin pesawat, aku yang paling bontot. Mataku tertuju kepada piring porselen yang sudah berisi tumpukan pancake lengkap dengan lumeran butter di depanku. Oh, dia mau duduk di sini.

"Boleh, Mas, boleh. Silahkan..." aku menyingkirkan piring kosong bekas sarapanku tadi dan memperbaiki posisi dudukku. "Baru sarapan, Mas?" tanyaku basa-basi.

"Baru?" dia tertawa, "Ini masih jam 7 kali, Sha."

Aku terdiam, baru kali ini seseorang di dunia penerbangan memanggilku dengan penggalan itu. Semua rekan kerjaku selalu memanggilku 'Lis' untuk Lilis atau Lisa karena lebih gampang untuk diucapkan. Kepalaku sontak menoleh ke arah jam dinding digital yang berada tak jauh dari kami duduk. Benar, baru pukul tujuh atau sekitar satu jam setelah matahari terbit.

"Ada rencana mau jalan-jalan hari ini?" tanya Angga setelah memakan satu sendok pancake, tatapannya mengarah kepadaku, kedua tangannya sibuk memotong pancake untuk suapan selanjutnya.

"Engga, Mas. Hujan, 'kan?"

Angga meminum air putih yang ada di depannya, "Sha, itu lah kenapa bangsa China menemukan payung 4000 tahun yang lalu."

"Tapi, bukan buat hujan di Sydney 'kan, Mas?"

Kami berdua sama-sama tertawa. Tatapanku tidak beralih dari laki-laki yang hampir menginjak usia tiga puluh tahun di depanku. Ah, kenapa aku bertemu dengan laki-laki yang masuk kriteriaku dua kali berturut-turut seperti ini, sih?

"Lo mau olahraga ya, Sha?" Angga melihat ke bawah meja.

"Iya, Mas. Tadinya mau lari di luar tapi hujannya gak berhenti."

"Gak nge-gym aja?" Angga kembali memakan pancakenya dengan lahap. Sepertinya dia sangat kelaparan karena semalam kami semua tidak sempat makan.

Devair 3.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang