Haloo!
First of all, aku selalu dapet notif di wattpad maupun email dari kalian yang pengen aku ngelanjutin cerita ini. Maaf banget baru sekarang aku bisa nulis lagi karena kebetulan lagi gak ada kerjaan yang mengharuskan aku menulis (dan membagi pikiranku) dan lagi kangen pesawat karena ga bisa jalan-jalan :')
Oh iya, setelah aku bersemedi, untuk Part 3 ini sepertinya aku gak akan fokus ke Deva Aira. Aku tau kalian kangen mereka tapi sudah cukup ya mereka dinistakan dengan permasalahan yang tidak kunjung selesai :') jadi aku belum berpikir untuk memberikan konflik tambahan untuk Deva Aira melainkan aku bakal bawa kalian buat 'flashback' Devair 1 dan 2 melalui kisah Alisha. Ga mau bertele tele, aku bakal lanjutin ceritanya dan maaf ya kalau masih kaku banget nulisnya :') enjoy!
Surabaya-Denpasar
Author's POV
"Turun, agak turunin. Awas tail strike*, ya."
Jantungnya berdegup kencang ketika pesawat perlahan-lahan mulai menyentuh landasan pacu yang ditandai dengan guncangan kecil di kabin pesawat. Matanya memandang lurus ke depan, pikirannya berfokus pada langkah-langkah selanjutnya yang harus dilakukan sesuai dengan apa yang ia pelajari di sekolah.
Dimas dapat bernafas sedikit lega setelah pesawat dapat bergerak melambat di landasan pacu, begitu pula dengan kapten pilot yang menjadi pelatihnya untuk penerbangan ini. Jangan lupakan seorang co-pilot yang mengelus dada setelah Dimas hampir saja mengacaukan pendaratan keduanya. Iya, baru saja kemarin Dimas melakukan pendaratan pertamanya dengan pesawat berpenumpang setelah lulus dari pelatihan pesawat jenis ini. Jika Dimas tidak melakukan dengan benar, mungkin saat ini juga dia sudah dikeluarkan dari jendela pesawat ke simulator penerbangan.
"Kita belok kiri di N3 berhenti di 25 ya," ucap kapten setelah mendapat arahan dari air traffic controller (ATC) yang langsung diikuti oleh Dimas. Beberapa menit kemudian, pesawat dapat berhenti dengan sempurna di terminal kedatangan. Dimas melanjutkan pekerjaannya dengan mengikuti checklist untuk mematikan mesin pesawat.
"Bagusan yang kemarin, ya?" celetuk sang kapten pilot sambil mengisi flight logbook. Perkataan kapten tersebut merujuk pada take-off dan landing yang dilakukan oleh Dimas yang Mendengar itu, Dimas sudah menyiapkan mentalnya lahir dan batin jika harus disemprot habis-habisan oleh pelatihnya ini.
"Sorry, kep."
"Santai, baru dua kali. Kita pindah pesawat, ya."
Dimas segera mengemas barang-barangnya yang ada di cockpit. Pandangannya mengarah ke satu pesawat yang parkir tepat di samping pesawat mereka, dia menghela nafas panjang karena ternyata harinya yang berat belum akan selesai sampai landing terakhir di Jakarta.
Dengan muka lesu, Dimas menarik kopernya menuju sisi lain terminal keberangkatan. Hanya dia, kapten, dan kopilot di penerbangan tadi yang pindah ke pesawat lain untuk terbang ke Jakarta. Sedangkan kru kabin dan kru cockpit yang baru akan melanjutkan penerbangan ke Beijing di malam hari nanti.
Dimas menyandarkan tubuhnya ke tembok kaca, masih menunggu pesawat yang sebentar lagi akan mendarat. Hanya tidur selama empat jam tadi malam membuat matanya terasa sangat berat hingga dengan sendirinya terpejam. Dia sama sekali tidak berniat untuk mengobrol dengan petugas bandara, walaupun dia bisa saja kenal, biarkan kapten saja lah.
Mata Dimas refleks terbuka mendengar suara mesin pesawat yang semakin mendekat. Dia mengusap wajahnya berulang kali, memastikan dia sudah sadar sepenuhnya sebelum satu penumpang melaporkannya karena terlihat ngantuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devair 3.0
Romance[Background : Airbus A330 (local & international routes), Boeing 737-800 (local & international routes)] "....ini adalah pertama kalinya aku terbang dengan pesawat yang sudah lama aku impi-impikan. Pesawat yang lebih besar, mengangkut lebih banyak p...