One

32 7 0
                                        

Sekarang Riko sedang sarapan dengan ayahnya. Berdua. Ya, berdua saja. Ayah dan anak ini selalu sarapan bersama dirumah. Dengan masakan Bi Asih yang khas dari dulu. Membuat lidah keluarga ini terbiasa dengan masakannya.

Sejak perceraian kedua orangtuanya, hampir seluruh kebutuhan Riko Bi Asih yang urus. Mulai dari makan dan menyiapkan pakaian untuk Riko kenakan saat sekolah dan sampai sekarang.

Begitupun dengan ayahnya, bi Asih juga yang mengurusnya. Bi Asih memang asisten rumah tangga yang setia dan pengertian. Makanya keluarga ini sangat menyayangkan Bi Asih kalau beliau tak ada. Seperti saat ia cuti pulang kampung untuk menemui anak-anak dan suaminya membuat Riko dan ayahnya merasa tidak nyaman. Karena tak ada yang memasakkan makanan untuk keduanya. Alih-alih mereka harus membeli makanan diluar.
Karena keduanya tak punya ahli dibidang masak-memasak.

Kalau perihal pakaian, tak terlalu dipikirkan karena mereka bisa menggunakan jasa laundry.
Berhubung keduanya adalah seorang pria dan merupakan kalangan keluarga berada, maka semuanya memilih serba praktis. Tak peduli berapa uang yang harus keluar untuk kebutuhannya.

"Ko, kamu kuliahnya kapan?" Ayah Riko mulai membuka cerita.

"Tahun depan, Yah."

"Kenapa ga langsung kuliah aja sih? Kan biar cepat wisuda kamu bisa gantiin posisi Ayah di perusahaan kita."

"Iya, yah. Tapi Riko masih belum mau kalau kuliahnya sekarang. Riko mau tenang dulu, lepas dari tugas sekolah sementara hehehe"

"Buang-buang waktu aja kamu, nunggu apa coba? Ga mungkin cuma itu alasan kamu."

Riko malah tertawa kecil mendengar ocehan ayahnya tanpa menjawab pertanyaan dari ayahnya.

Sendok yang ada diujung bibirnya sedang di pilin memutar. Matanya menyorot pada makanannya, tampaknya sedang memikirkan sesuatu. Makanannya pun jadi enggan ia makan lagi.

****

"Belajar yang bener ya, Ra. Ntar pulang sekolah kalau sempat Papa jemput."

"Oke, Pa." Ara menjawab sambil mengacungkan ibu jari tangan kanannya ke papa sebelum keluar dari mobil.

Setelah salim dan keluar dari mobil, Ara pun langsung pamit memasuki gerbang sekolah. Buntut mobil papa juga perlahan lenyap ketika Ara telah tiba dihalaman sekolah.

Dalam perjalanan ke kelas tercinta, tiba-tiba terlihat sepasang kaki berjalanan beriringan dengan Ara ketika ia melihat ke bawah sembari membenahi tali pinggang yang agak miring menurutnya.

Sepatu kulit bertali itu terlihat asing. Seketika Ara hanya mengabaikannya setelah melihat sepasang kaki yang beriringan dengannya, dan melanjutkan perjalanannya menuju kelas.

Namun langkahnya tertiba berhenti ketika ia menoleh ke sebelah kirinya, ternyata..

'Eh?'

Ara mengernyitkan dahinya seketika mengetahui siapa yang sedari tadi beriringan dengannya. Orang itu. Ya, orang yang tak tau malu menurut Ara. Yang telah membuat Ara iflil dengan sikap anehnya beberapa hari terakhir di akun Instagram Ara .

Tanpa basa-basi Ara langsung memalingkan pandangannya ke segalah arah, dan terakhir ia langsung memutuskan untuk segera pergi dan berjalan dengan kecepatan yang hampir seperti lari.

Sweet, But to Break it Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang