-4- [Revisi]

199 118 31
                                    

SELAMAT MEMBACA CERITA

APRIL

BAGIAN EMPAT | TOPI UPACARA

●●●

September, 2016

Moza benci hari senin, setiap hari senin pasti ketimpa sial. Menurutnya, di hari senin tumpukan PR lebih banyak, guru-guru killer berkeliaran dan lagi ia sering lupa membawa topi, padahal sudah diingatkan oleh Abangnya untuk langsung menaruh topi di dalam tas bukan digantung di balik pintu.

Alhasil, ia harus meminjam topi ke Niro atau Unna yang selalu siap membawa cadangan topi.

Moza mengobrak abik isi dalam tasnya, mencoba cari topinya.
Unna datang menghampiri Moza.

"Ketinggalan lagi?"

"Kayaknya gitu, lo bawa dua kan?"

"Kagak bawa gue."

"Yaelah terus gue pakek apa? Niro bawa dua gak?"

"Udah di pinjem Awan."

"Lah terus gue gak pakek topi? Dihukum oleh Bu Rus? Tolongin gue dong Na." Moza panik, upacara akan dimulai lima menit lagi.

Unna ikut panik. Cuaca sangat ini sangat panas meskipun masih pagi. Moza bisa saja dihukum, berdiri tengah lapangan, di bawah sinar yang terik. Bukan hanya membuat siapa pun mendidih tapi juga malu dilihat banyak orang.

Dengan jalan gontai Moza ke lapangan. Ia pasrah kalau jadi udang panggang kali ini.

Unna dengan setengah belari ke lapangan ke tempat barisan kelasnya.

"Woi, ada yang bawa topi dua gak?" Tanya Unna.

"Enggak lah? Gue aja modal minjam."

Unna berdecak kesal mendengar jawaban temannya itu. Kenapa dia selalu di hadapkan dengan orang yang ceroboh. Lalu dia berkelana lagi ke kelas tetangga, berharap ada yang membawa dua topi.

"Za topi lo mana?" Tanya Awan.

Awan melihat Moza datang ke barisan dengan wajah lesu dan tidak membawa topi.

"Lupa bawa."

Guru-guru killer mulai berkeliaran di barisan paling belakang. Matanya menjelajahi setiap murid yang tidak membawa topi atau atributnya yang tidak lengkap.

"Yang tidak membawa atribut sekolah, silahkan ke tengah lapangan." Perintah Bu Rus sambil berjalan membawa tongkat plastik.

Mendengar suara dari Bu Rus, Unna bergegas kembali ke barisannya, mencoba membawa Moza ke UKS, berpura-pura sakit agar terhindar dari hukuman.

Entah setan apa yang merasuki Faeza, ia mengeser badannya ke samping Moza. Dengan cepat ia memasangkan topi miliknya ke Moza. Moza mematung, ia menatap Faeza dengan tanda tanya.

Bukan hanya Moza yang terkejut, tapi teman-teman lainya terkejut atas tindakan Faeza barusan. Bisik-bisik pun mulai terdengar.

"Baris kedepan!" Bu Rus datang seraya mengayunkan tongkatnya ke arah Faeza.

Faeza tersenyum pada Moza, ia mematuhi perintah Bu Rus. Meninggalkan Moza yang menatap punggung Faeza yang semakin jauh.

Mengapa dia melakukan ini? Memberikan topinya kepada dirinya? Dan membiarkan dirinya yang terkena hukuman.

Unna lantas menghampiri Moza yang masih menatap ke arah Faeza. "Lo gapapa kan?"

"Iya gapapa, barusan gue mimpi ya Na?"

Unna menggeleng. "Enggak itu nyata."

"Barusan itu ... Faeza kan?"

Unna mengangguk, Moza tetap saja terkejut apa yang barusan ia alami barusan. Bukan merasa senang karena ia tidak jadi di hukum tapi malah sebaliknya.

Ia merasa tidak enak hati kepada Faeza. Ternyata dia hangat, sehangat mentari pagi hari ini. Walaupun kadang dia dingin, sedingin salju.

Moza tersentuh atas perlakuan Faeza barusan. Entah kenapa dadanya terasa sesak. Pipinya memanas. Bukan karena panas berjemur di bawah matahari pagi. Tapi panas karena hal yang lain.

●●●

Palembang, 25 Januari 2019

REVISI
Palembang, 6 Juni 2020

April [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang