"Woi bro, diam aja lo? Ga ada kelas?"
Pria yang ditanyai hanya menggeleng sambil menyesap kopi. Pria tersebut adalah Adenta Abimanyu. Cowok dengan rahang tegas, bibir sensual dan berbodi atletis. Wajar saja karena hobinya adalah latihan di gym selain latihan taekwondo.
Sementara pria yang menyapanya tadi adalah Bagaskara Tama atau sering dipanggil Bagas. Pria tinggi kurus yang juga tampan seperti Adenta. Ia adalah sahabat Adenta dari masa masih bayi. Selain bersahabat, mereka adalah tetangga komplek. Wajar saja mereka begitu dekat."Ngapain lo disini?" Tanya Adenta.
"Suntuk gue di kampus, mana Brian?"
"Ikut bokapnya buat dipamerin ke relasi bisnisnya."
"Ck. Bokapnya otoriter banget dari dulu."
Sambil memainkan ponselnya Adenta menghela nafas, "Setidaknya bokapnya masih peduli sama dia."
Bagas hanya memandang Adenta penuh arti. Ia tahu apa yang terjadi dengan kehidupan sahabatnya. Adenta yang terlihat angkuh, sok bossy dan player ini menyimpan lukanya sendiri. Ayahnya tidak pernah peduli dengan dia. Semenjak Bundanya meninggal, ayahnya berubah menjadi sosok yang dingin dan keras. Tak jarang beliau memukul Adenta kalau beliau sedang kesal. Adenta hanya bisa pasrah menerima pukulan tersebut, karena ia menyayangi ayahnya. Bagas tahu semua cerita tentang Adenta dan ia sebagai sahabat hanya bisa memberi nasihat dan dukungan mental.
Kembali ke Brian Sagara yang adalah sahabat Bagas yang juga sahabat Adenta. Mereka selalu satu sekolah dari jaman TK, hanya kadang beda kelas. Seperti sekarang, mereka berada di satu kampus yang sama. Kampus yang cukup terkenal dikotanya. Mereka hanya berbeda jurusan, Adenta dan Brian masuk jurusan manajemen bisnis sementara Bagas jurusan arsitektur. Meskipun Adenta dan Brian berada di jurusan manajemen bisnis, tapi fakta dibalik kedua sosok itu berbeda. Brian masuk jurusan ini karena paksaan orang tuanya atau lebih tepatnya ayahnya, sedangkan Adenta memang menyukai bisnis. Ia suka bermain dengan angka - angka, saham, persaingan dan semua hal yang berbau bisnis."Eh Den, gundik lo dateng tuh,"tunjuk Bagas.
Adenta menoleh kearah cewek berpakaian seksi dengan bodi goal.
"Hai sayang, keluar yuk." Perempuan itu bergelanjut manja sementara Bagas memutar mata jengah melihat salah satu kekasih sahabatnya ini. Adenta terlihat malas melihat kedatangan perempuan tersebut. Ia memang sering bergonta-ganti pasangan. Meskipun begitu ia tidak pernah bermain lebih dari ciuman. Ia masih menghargai perempuan seperti ia menghormati Bundanya yang sudah tiada. Setelah ia puas bermain dan bosan maka ia akan meninggalkan perempuan-perempuan tersebut. Tentu saja para perempuan tersebut histeris tidak terima. Tapi ya apa boleh buat, berani berhubungan dengannya berarti harus siap patah hati. Karena ia berhubungan dengan mereka tanpa hati sedikit pun.
"Ini kan udah diluar," jawab Adenta malas.
"Maksud aku bukan gitu sayang.. shopping yuk."
Selalu saja begitu, Adenta terlihat jengah menghadapi perempuan matre seperti Bianca ini.
"Kamu shopping aja sendiri ya? Aku lagi ga enak badan nih," bohongnya.
"Ya udah deh, mana kartu kamu."
Adenta menyodorkan sebuah gold card pada Bianca. Jangan heran kenapa ia punya kartu itu meskipun ia masih kuliah, karena Ayahnya Aben Abimanyu termasuk salah satu pebisnis handal banyak harta di negara ini. Dengan kartu itu, jangankan baju, tas, dan sepatu bermerek, tokonya pun bisa ia beli. Dan kartu tersebut tak terbatas alias unlimit.Bianca mengecup pipi Adenta sebelum ia bergegas pergi dengan gembira karena ia bisa belanja puas hari ini.
"Dasar benalu!" Teriak Bagas setelah Bianca pergi.
"Biarin aja Gas, habis dia belanja sepuasnya gue langsung mutusin dia. Kan alur ceritanya emang gitu. Kaya ga tau gue aja lo," ucapnya sambil menampilkan smirknya.
Bagas hanya bisa geleng - geleng kepala melihat kelakuan player sahabatnya ini.
"Eh Den.. tuh liat ada cewek mau dijambret," tunjuk Bagas ke arah seberang cafe tempat ia dan Adenta nongkrong.
Adenta mengarahkan pandangannya ke arah seberang cafe dan melihat seorang pria besar saling tarik menarik tas dengan seorang gadis bertubuh mungil berkuncir kuda. Gadis tersebut terlihat berusaha keras mempertahankan tasnya, sementara sang pria bersikeras merebut tas tersebut. Tanpa disangka, sang gadis meraih tangan sang pria dan memelintirnya sebelum ia membanting dan menendang tubuh pria tersebut seperti atlit taekwondo. Si pria terlihat menahan nyeri di tubuhnya lalu beranjak pergi dari sana. Si gadis menepuk - nepuk tangan seolah ada debu di tangannya. Lalu ia mengambil tasnya dan beranjak pergi dengan gaya sok jagoannya.
Adenta hanya memasang senyum tipis melihat aksi beladiri sang gadis. Tidak disangka gadis bertubuh mungil dan terlihat rapuh tersebut mampu menghajar seorang pria bertubuh besar dan sangar itu."Gila tuh cewek! Badannya aja yang keliatan kecil, tenaganya wow! Merinding gue liatnya," cecar Bagas agak bergidik setelah menyaksikan kejadian tadi.
"Makanya jangan liat orang cuma dari sampulnya doang lo," balas Adenta sambil beranjak dari duduknya.
Bagas yang melihat sahabatnya akan beranjak ikut berdiri,"mau kemana lo?"
"Mau nyari wonder woman."
"Serius gue babi.""Gue juga serius kali."
"Suka - suka lo deh Aden. Tapi gue ikut, masa gue sendirian?"
"Emang lo bocah minta ditemenin terus?"
"Sembarangan tuh mulut."
Adenta hanya nyengir mendengar umpatan sahabatnya itu. Ia berjalan keluar dari cafe menuju kampusnya sambil memikirkan gadis tadi. Ia jadi penasaran. Harus ia akui kalau ia cukup terpesona dengan aksinya tadi. Bagaimana jadinya kalau gadis tadi jadi pacarnya yang selanjutnya? Mungkin adegan putusnya pakai acara gulat di ring dulu kali pikirnya..
Revisi :21082019
Sampai sini dulu ya? Capek ngetik nya. Sorry banyak typo. Mohon vote dan komentarnya kalo suka.
Salam manis dari penulis amatiran
_meirhy_
KAMU SEDANG MEMBACA
ADENTA (End)
General Fiction"Adis, lo mau ga jadi cewek gue?" "Ih, amit - amit deh gue sama lo." Sambil menaikkan sebelah alisnya Adenta bertanya, "Emang gue kenapa?" "Cowok sok cakep, belagu, player dan bossy kaya lo bikin gue ilfeel." "Yakin ilfeel? Entar lo cinta setengah...