Adista terlihat duduk santai di bawah pohon rindang taman kampus. Dengan bacaan novel di tangan dan earphone di kedua telinganya. Sesekali ia menggerakkan kaki atau badannya mengikuti irama musik Avril Lavigne yang mengalun pelan dari ponselnya.
Kesenangannya tiba - tiba terganggu dengan kehadiran sahabatnya, Sheila Maria.
Cewek tinggi mendekati body goals yang berbalut floral dress selutut yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Dilihat dari penampilannya dari ujung kaki sampai kepala bisa dikatakan semuanya bernilai tidak murah. Penampilannya sungguh berbeda dengan Adista meski berasal dari status sosial yang sama. Terkadang banyak yang heran dengan perbedaan kedua sahabat tersebut. Adista terkenal dengan sosok yang pendiam, kutu buku dan menghindari keramaian. Tipe - tipe cewek yang mendekati nerd.
Sedangkan Sheila lebih dikenal sebagai cewek gaul, easy going, dan sangat menyukai kebisingan. Contohnya dengan aktifnya ia mengunjungi club - club malam dan seringnya bergonta-ganti pacar. Tipe cewek yang mendekati sifat bad.
Tapi persahabatan mereka tak terusik dan tetap awet dengan segala perbedaan tersebut. Terbukti dengan lamanya mereka berteman. Dari zaman SMP mereka sudah saling mengenal atau semenjak Sheila pindah rumah bertetangga dengan Adista. Mereka cocok dan nyaman satu sama lain, sehingga terjalinlah persahabatan antara keduanya.
"Woi.. asik banget lo sampe lupa dunia dan seisinya."
Adista mendongak ke arah Sheila yang ikut duduk di sampingnya.
"Udah masuk lo? Kirain bakalan hidup tentram dan bahagia di Singapura sampe lupa pulang."
"Ck! Kangen banget ya lo sama gue?" Sheila terlihat menaik turunkan alisnya menggoda Adista.
"Segitu ga berharganya waktu gue sampe rela buat kangen sama lo."
"Ah lo mah emang gengsian. Ngaku aja deh lo kangen sama Sheila Maria yang cantik dan seksi ini."
Adista memutar kedua bola matanya, malas menanggapi kenarsisan sahabatnya.
"Oh ya gimana sama orang tua lo? Ikut pulang ga?"
"Kaya ga tau orang tua gue aja lo. Kerjaan mereka kan lebih penting daripada gue."
"Lo ga boleh gitu Shei. Mereka kerja kan buat lo juga."
"Tapi ga segitunya juga kali Dis. Mereka ngajak pindah ke Indonesia secara ga langsung kaya ngebuang gue. Buktinya baru pindah kesini beberapa tahun, mereka malah balik lagi kesana. Gue ditinggal sama pembantu dan pengasuh aja. Padahal saat itu gue masih butuh bimbingan mereka. Memangnya cukup komunikasi antara anak sama orang tua cuma sekedar lewat ponsel? Gue ini emang cewek pembuat onar yang dibuang sama orang tuanya sendiri."
Sheila berusaha menahan gelombang air mata yang siap turun. Kehidupannya memang terdengar pelik. Sedari kecil ia selalu ditinggal oleh kedua orang tuanya dengan alasan pekerjaan.
Sampai kekayaan yang melimpah seperti sekarang inipun tidak bisa mengubah kebiasaan orang tuanya. Memang setiap bulan isi rekeningnya semakin bertambah. Tapi bukan itu yang ia butuhkan. Ia hanya butuh arti keluarga yang sesungguhnya.
Adista tidak tahu harus berkata apa lagi. Ia memang sudah tahu bagaimana keadaan keluarga Sheila. Ia prihatin dan kasian dengan sahabatnya ini.
Mungkin keadaan lah yang membuat Sheila terus berbuat semaunya. Mungkin untuk sekedar mencari perhatian kedua orang tuanya. Seringkali Sheila terkena amukan orang tuanya akibat kenakalan cewek itu. Tapi Sheila tak peduli.
Dan yang Adista bisa lakukan hanya memberikan dukungan moril sebagai sahabat.
Adista merengkuh pundak Sheila berusaha memberikan kenyamanan layaknya sahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADENTA (End)
General Fiction"Adis, lo mau ga jadi cewek gue?" "Ih, amit - amit deh gue sama lo." Sambil menaikkan sebelah alisnya Adenta bertanya, "Emang gue kenapa?" "Cowok sok cakep, belagu, player dan bossy kaya lo bikin gue ilfeel." "Yakin ilfeel? Entar lo cinta setengah...