Seorang gadis bertubuh mungil dengan kuncir ekor kuda terlihat tergesa memasuki sebuah kampus. Ia berjalan sambil sesekali menggerutu dengan apa yang menyebabkan keterlambatannya mengikuti kelasnya hari ini.
"Copet sialan!"
Untung ia sering memakai pakaian kasual dengan jeans dan kaos, jadi ia dengan mudah meringkus copet yang akan mengambil tasnya. Bersyukurlah ia dengan selera berpakaiannya yang tidak suka pakaian-pakaian mini dress dan semacamnya.Ya gadis tersebut adalah Adista Mananta, gadis yang mampu menumbangkan sosok pria sangar di jalanan tadi. Ia adalah salah satu mahasiswa yang berada dalam satu kampus dengan Adenta. Penampilannya yang biasa membuatnya tidak terlihat mencolok diantara mahasiswi lainnya. Pakaian kasual dan hampir tak pernah memakai makeup kecuali saat sang mama yang menyuruh memakainya demi untuk dipamerkan di hadapan relasi bisnis papanya.
"Permisi sir," ia mengetuk pintu kelas jurusan manajemen bisnis yang telah diisi oleh seorang dosen setengah baya.
Dosen tersebut menghentikan aktivitas mencatatkan materinya dan berpaling ke Adista.
"Maafkan keterlambatan saya sir," ulangnya sekali lagi karena dosen tersebut hanya melihatnya. Dosen tersebut mengangguk dan mempersilahkan Adista masuk.
Adista menghembuskan nafas lega karena ia tidak ketinggalan terlalu jauh dengan materi kuliahnya. Ya ia memilih jurusan bisnis ini bukan tanpa pertimbangan. Selain karena ia menyukainya, ini merupakan perintah dari orang tuanya agar ia nanti bisa melanjutkan bisnis keluarga. Jangan tanya bisnis keluarga apa, karena bisnis properti milik keluarganya merupakan salah satu bisnis terbesar di negaranya. Jangan remehkan gaya berpakaiannya dan sifat sederhananya, karena dibalik itu semua ia adalah pewaris tunggal dari bisnis tersebut. Ia hanya ingin kehidupan yang tenang dan tidak mencolok. Terkadang status sosial membuat kehidupan seseorang begitu rumit.
Ia bukan cewek - cewek yang hobi memamerkan kekayaan orang tuanya, karena ia tidak bangga dengan itu semua. Ia akan bangga jika bisnis tersebut adalah hasil kerja kerasnya sendiri. Ke kampus pun ia tak pernah memakai mobil mewah. Ia rela berdesak - desakan di dalam angkutan umum, karena itu akan lebih menyenangkan dan bisa memberi warna dalam hidupnya.
Ia tidak pernah kekurangan kasih sayang orang tuanya. Papa dan mamanya sangat menyayangi dirinya terlepas ia adalah anak semata wayang mereka. Mereka sebenarnya sering kali protes karena ia lebih memilih angkutan umum daripada diantar oleh sopir pribadi. Tapi kesederhanaan itu sudah terpatri dalam hidupnya seperti ajaran mamanya.Kemewahan bukan kebahagiaan utama dalam hidup, itulah kata beliau. Ya meskipun kadang hidup juga akan menderita jika tanpa uang. Tapi bahagia itu sederhana kan? Hidup tidak melulu soal uang, kekuasaan dan kemewahan. Justru hal sederhana seperti naik angkutan umum jg membuat seorang Adista bahagia
"Permisi sir, maaf saya terlambat."
Adista mendongakkan kepala dari coretan catatan materi di bukunya begitupun dengan dosen tadi.
Ia melihat seorang laki-laki berambut lurus dengan wajah tampan memasuki kelasnya.
"Tampan? Ih jangan gila deh Adis. Cowok model kaya gitu mah banyak di pasaran,"sinisnya dalam hati.
Pria tersebut adalah Adenta Abimanyu. Pria yang ia anggap sebagai sosok menyebalkan yang pernah ia lihat. Walaupun dengan tampang yang cukup oke tapi itu tidak menutup sifat jelek pria itu. Belagu, sok bossy dan yang parah adalah playboy akut. Ia bergidik ngeri. Untung cowok tersebut tidak pernah melirik ke arahnya. Ya mana mungkin ia akan meliriknya, tubuh mungil dengan pakaian biasa sepertinya tidak masuk dalam hitungan seorang Adenta Abimanyu.
Sang Dosen mempersilahkan Adenta masuk. Pandangannya tanpa sengaja terjatuh pada sosok perempuan yang ia lihat tadi di seberang cafe dengan aksi kerennya. Iya keren menurutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADENTA (End)
General Fiction"Adis, lo mau ga jadi cewek gue?" "Ih, amit - amit deh gue sama lo." Sambil menaikkan sebelah alisnya Adenta bertanya, "Emang gue kenapa?" "Cowok sok cakep, belagu, player dan bossy kaya lo bikin gue ilfeel." "Yakin ilfeel? Entar lo cinta setengah...