Seoul, South Korea
"Ju."
"Ju."
"Ju."
"J-"
"Tahu tidak jika menganggu sesorang itu bisa memasukanmu ke dalam penjara jika orang yang diganggu itu membuat laporan?"
Jae Hoon, kakak laki-laki Hyeon Ju, hanya terkikik geli melihat reaksi berlebihan adik satu-satunya tersebut.
"Eih, memangnya, kau tega melaporkan kakak tertampanmu ini?"
Hyeon Ju meletakkan pensil kayunya di atas meja dengan geram, memutar badannya hingga menghadap kakaknya yang sedang dalam posisi terduduk di pinggir ranjang.
"Dengar, ya, Tuan Ho Jae Hoon," Hyeon Ju berucap tebal pada kata Jae Hoon. "Aku tidak peduli dengan semua rasa jenuhmu itu, dan aku bisa saja menelpon polisi saat ini juga, kau tahu aku."
Jae Hoo diam sesaat sebelum membalas. "Kupikir kau lebih suka Jackson ketimbang Jae Hoon, Ju."
"Betul. Hanya saja, Jackson terlalu keren untuk sikapmu kali ini."
"Bagaimana dengan Juliet? Hyeon Ju atau Juliet?"
"Terserah. Aku tidak begitu memusingkannya." Hyeon Ju berujar cepat lalu kembali memutar tubuhnya menghadap meja, menyambar pensil, ingin menyelesaikan tugasnya secepat mungkin.
"Kenapa, ya, Ju, ayah dan ibu memberi kita dua nama? Padahal mereka sudah memberi kita nama di saat kita lahir."
Gerakan tangan Hyeon Ju berhenti sesaat, tadinya ia tidak ingin ambil pusing dengan omong kosong kakaknya yang hanya lebih tua satu tahun itu, namun otaknya berpikir begitu saja.
Iya, juga ya, kenapa?
Hyeon Ju menggeleng tegas sedetik kemudian. Ini hanya pertanyaan yang tak berisi, yang tidak seharusnya memakan waktu untuk dipikirkan.
"Karena setahuku nama itu mencerminkan identitas, mungkin karena ayah dan ibu ingin membuatkan kita identitas lain."
"Maksudmu, Ju?"
"Tidak tahu juga, hanya asal bicara."
Setelah itu hening, Hyeon Ju kembali larut dalam tugas sekolahnya dan Jae Hoon tenggelam dalam pemikirannya sendiri.
Well, kakak beradik Ho itu sebenarnya tidak terciri dalam kategori manis seperti yang ada dalam cerita fiksi.
Malah, jarang sekali ada interaksi manis diantara keduanya. Meskipun umur mereka hanya terpaut satu angka.
Hyeon Ju lebih suka mengetuskan omongannya ketimbang berbicara dengan lembut untuk menghadapi Jae Hoon yang kerap menganggu ketenangannya. Dan tidak jarang berakhir dengan kata umpatan atau tidak berbicara selama satu atau dua jam.
Mereka mungkin tidak sadar, bahwa di balik semua sikap tak menyenangkan masing-masing pribadi, itu hanya bentuk lain mereka dalam mengasihi satu sama lain.
₩
Usai mencuci wajah sehabis memakai sheet mask, Hyeon Ju melangkah menuju tempat tidurnya dengan menggunakan piyama bercorak teddy bear yang usianya hampir lima tahun.
Maniknya hampir saja tertutup sempurna ketika ponselnya yang terdapat di atas nakas berdering.
Hyeon Ju melirik sekilas pada layar sebelum memutuskan untuk menjawab panggilan.
"Halo?"
"Hai, Ju. Sedang apa?"
"Sedang berbincang denganmu di telfon."
Lawan bicaranya terbahak sejenak, membuat Hyeon Ju mengernyitkan dahi lalu menyahut, "what a strange boy."
"Kenapa? Kenapa aku aneh?"
"Kurasa kau memang tertakdirkan aneh, bukan begitu?"
"Apapun untukmu, Ju sayang."
"Hell, Kim, kenapa kau memanggilku dengan Ju? Aku baru menyadarinya. Dan what? Sayang? Yang benar saja."
"Apa ada larangan khusus? Aku belajar dari Jackson Hyung. Iya sayang, Ju, kau tidak salah dengar, kok."
Hyeon Ju membuat suara ala orang muntah kemudian berkata. "Demi apapun, apa tubuhmu memberikan reaksi menolak mi dingin yang di makan tadi sehingga kau seperti ini?"
"Well, bukan mi dingin dan tubuhku masalahnya, tapi dirimu dan hatiku."
Oke, dengan segenap kepengecutan Hyeon Ju berusaha menolak pesona gombalan lawan bicaranya. Menepuk beberapa kali bagian dadanya dengan niat memperlambat detak jantungnya yang kian cepat.
"Ju? Masih disana? Sudah tidur ya?"
"B-belum," ini tidak bagus, bagaimana bahkan suaranya ikut bergetar ketika ia tidak menyadari.
Hyeon Ju berdehem, menegaskan nada bicaranya. "Apa lagi yang kau inginkan?"
"Hm, menurut beberapa sumber dari orang-orang sekitarku, jika boleh kutebak kau pasti sedang memerah sekarang."
Satu detik kemudian, Hyeon Ju memegang sebilah pipinya, dia memang tidak bisa melihat warna pipinya, tapi anehnya dia merasakan bilah pipinya menghangat.
"Memang seperti apa ciri-cirinya? Jangan asal bicara tanpa bukti, tahu." Hyeon Ju menyangkal dengan cepat.
"Ya seperti dirimu. Tergagap, nada bicara menjadi cepat tapi nafas menjadi cepat dan pendek, dan menyangkal dengan penuh semangat."
Jelas Hyeon Ju terkejut mendengar penuturannya, setelah ia pikir dengan tenang setelah beberapa saat, omongannya memang benar. Ia memerah, dan itu karena lawan bicaranya.
"Oke. Terserah."
"Jadi.. kau benar memerah karena diriku?
Kemudian hening. Hyeon Ju berusaha memikirkan kalimat yang paling tepat untuk menyelamatkan harga diri sekaligus menutup mulut si Kim satu ini rapat-rapat.
"Dengar ya-"
"Bukankah sudah kubilang tidak baik untuk bertelfon di atas jam delapan, Juliet?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Into A New World ((TAE HYUNG KIM))
FanfictionHyeon Ju hanya ingin membuka lembar baru dalam hidupnya, memendam semua memori lamanya bersama harapan.