Terpaksa

1.9K 33 0
                                    

Terdengar bunyi bel dua kali pertanda waktu itu telah tiba.

Seperti murid yang lain. Mereka berdua menuju kantin, penghuni dalam perut sejak tadi berdemo meminta jatah.

Mereka memilih duduk di ujung kantin, tempat favorit keduanya.

Laki-laki paruh baya berjalan menghampiri dua gadis cantik sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman yang mereka pesan.

"Terimakasih Mang Diman." Laki-laki paruh baya itu tersenyum sembari menyimpan dua mangkuk bakso dan dua gelas es jeruk.

Siang ini kembali mereka lalui dengan obrolan sambil menikmati semangkuk bakso. Banyak hal yang mereka obrolkan.

Mulai dari kejenuhan karena dua jam tadi mendengarkan materi dari Pak Toni. Entah apa yang dijelaskan oleh Pak Toni, mereka sama sekali tak mengerti.

Belum lagi akhir-akhir ini, keduanya disibukkan dengan tugas yang setiap harinya semakin banyak.

"Oiya, kamu udah tahu mau buat apa buat presentasi besok?"

Gadis bermata coklat itu menepuk jidat, sungguh ia benar-benar lupa kalau besok presentasi.

"Ya ampun, aku lupa Bil. Gimana dong?"

"Tumben lupa sama tugas, biasanya kamu orang pertama yangs selalu inget sama tugas sekolah."

Gadis itu tak menjawab, kini pikirannya kacau. Ia tak tahu harus bagaimana. Karena untuk kali pertamanya dia lupa dengan tugas sekolah.

Ini semua gara-gara si kutub es itu. Batinnya.

"Lah, nih anak malah bengong. Kesambet baru tahu rasa."

Mendengar perkataan sahabatnya, gadis berambut panjang itu menoyor kepala Nabila.

Nabila mengerucutkan bibirnya, mirip seperti ikan.

"Kamu mikirin apa sih?"

"Pake nanya lagi. Ya, mikirin buat presentasi besok lah." Carissa benar-benar bingung, ia mengaduk asal es jeruknya.

"Yaelah, aku pikir kenapa," kata Nabila santai. "Carissa sayang, dengerin aku, kamu 'kan satu kelompok sama Azzam, ya suruh aja dia yang buat. Gampang 'kan?"

Sebenarnya Carissa juga berpikir demikian. Namun, ia tak tahu bagaimana bicara pada Azzam. Pasalnya mereka berdua belum pernah bicara sebelumnya. Bahkan kemarin saat pelajaran Pak Rendi, waktu dua puluh menit mereka habiskan tanpa bicara satu patah kata pun.

Laki-laki itu terlalu dingin. Pikir Carissa.

"Masih mikirin buat besok? Udah deh Ca, mending kamu ikutin saran dari aku tadi. Lagian nih ya, Azzam itu pintar. Kalo cuman masalah presentasi pake Bahasa Inggris mah, kecil."

"Ngga segampang itu Bil." Carissa  membenarkan posisi duduknya. "Kamu kan tahu dia gimana orangnya, masa iya aku tiba-tiba nyuruh dia buat ngerjain tugas kita berdua. Ngobrol aja ngga pernah."

Gadis berkulit putih itu kini mengaduk asal mangkuk yang isinya tinggal setengah, "Lagian Pak Rendi, ngapain coba bikin aku satu kelompok sama kutub es itu."

Nabila tak menanggapi celotehan gadis bermata coklat itu, sebenarnya ia sangat gemas dengan tingkah sahabatnya.

"Kenapa?" Carissa memicingkan kedua matanya. "Ada yang salah dari perkataan aku tadi?" tanyanya lagi.

"Ngga apa-apa. Aku cuman heran, kenapa sih kamu sebenci itu sama Azzam? Nih ya kalo dipikir-pikir Azzam kurang apa coba, cakep ia, pintar ia, tajir lagi." Pikiran Nabila kini tengah membayangkan sosok yang ia sebutkan tadi.

Carissa diam.

Entahlah, ia sendiri bingung kenapa bisa sebenci itu pada Azzam.

"Hati-hati, benci sama cinta itu beda tipis Ca," kata Nabila mengingatkan. "Sekarang aja bilangnya benci, satu tahun dua tahun kemudian kali aja kalian malah berjodoh."

Lagi-lagi ia menoyor kepala Nabila. Seperti sudah menjadi hobi baginya.

Tanpa mereka sadari, ternyata seseorang di belakang sana mendengar semua percakapan mereka berdua.

-----

Jam pelajaran SimKomDig kosong. Tadi guru piket memberitahu jika Bu Tari hari ini tidak masuk karena sakit. Beliau hanya memberi tugas.

Setelah selesai mengerjakan tugas dari Bu Tari. Gadis bermata teduh itu kini kembali memikirkan apa yang dikatakan Nabila sewaktu di kantin tadi. Ia memaikan pena di tangannya.

Apa aku harus ikutin saran dari Nabila tadi ya? Tapi masa aku sih yang samperin dia duluan, ngga elit banget. Batinnya.

Beberapa kali matanya melirik ke arah laki-laki yang sedang sibuk dengan buku dan pena ditangannya.

Setelah memikirkannya, akhirnya gadis  itu memutuskan  untuk menghampiri Azzam. Dengan susah payah ia menurunkan gengsinya. Ini dmsemua demi tugas.

Carissa menarik nafas dalam-dalam, kemudian berjalan menuju tempat duduk Azzam.

"Hhmm .. Zam." Panggil Carissa kikuk.

Mendengar namanya disebut, laki-laki berparas tampan itu menoleh. Sebelah alisnya terangkat saat tahu siapa yang memanggilnya barusan. Melihat siapa orang yang menyebut

"Ya," jawabnya singkat.

Carissa menghela nafasnya kasar, "Hhmm, aku .. aku ke sini mau ngebahas tugas Pak Rendi."

"Oh .. terus?"

Gadis itu mengusap dadanya, mencoba untuk tetap santai.

"Ya, kita kan belum ada persiapan sama sekali. Sedangkan besok presentasinya. Jadi mau ngga mau pulang sekolah kita harus cari bahan-bahan buat presentasi besok, kamu bisa 'kan?"

"Nanti diusahakan." Laki-laki itu sama sekali tak melihat ke arah gadis di hadapannya. Ia malah sibuk dengan buku dan penanya.

Carissa benar-benar geram dengan sikap, "Loh kok nanti diusahakan sih!" nada bicaranya mulai terdengar tinggi. "Inget ya, ini tuh menyangkut nilai kita berdua. Aku ngga mau kalo nilai aku nanti sampai nol. Pokoknya pulang sekolah, kamu harus ikut aku beli semua bahan-bahan buat presentasi besok." Carissa langsung memutar balik badannya, kemudian berjalan menuju kursinya. Ia tak peduli dengan reaksi  dari laki-laki itu. Saat ini ia benar-benar geram.

----
"Bilang, kayanya aku ngga jadi pulang bareng kamu. Soalnya aku mau mampir ke mall dulu beli bahan-bahan buat presentasi besok."

"Sendiri?"

"Enggaklah. Aku sama si kutub es. Enak aja, aku kerja sendiri gitu. Big no!"

Nabila tertawa. Dan berhasil membuat Carissa bertanya-tanya.

"Kenapa?"

"Ngga apa-apa. Yaudah hati-hati di jalan. Kalo ada apa-apa hubungi aku." Carissa mengangkat kedua jempolnya.

"Have fun, Ca." Gadis berdarah Jerman itu seketika menghilangkan dari pandangannya.

Saat ini Carissa tengah menunggu seseorang di depan halte sekolah.

Ia baru ingat belum memberitahu orang rumah lalu hari ini pulang terlambat.

Buru-buru ia merogoh tasnya. Mengambil benda persegi panjang. Menekan tombol kontak, lalu men-scroll mencari nama kontak seseorang.

Setelah menemukan kontak yang ia cari, gadis itu mengetikkan sebuah pesan kemudian menekan tombol send.

Lima menit kemudian, orang yang ia tunggu akhirnya datang juga. Ia mengambil helm yang disodorkan oleh sang pemilik motor. Lalu duduk di belakang tempat penumpang.

BENCI tapi CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang