Flashback (3/3)
Dengan senyuman dan sekantung dua botol susu pisang supermarket di tangan, Taehyung membuka pintu kamar Seokjin.
Namun ekspresi girang itu harus luntur sekejap setelah sosok—yang tadinya ia bayangkan tengah menunggunya sambil membaca buku—kini mengerang kesakitan sambil terbatuk-batuk. Suaranya terdengar buruk. Mendadak kantung plastik yang Taehyung bawa terlempar sebelum langkahnya mengayun pada Seokjin.
"Hyung! Astaga, apa yang terjadi!" Taehyung berseru panik. Kelabakan menelpon resepsionis untuk segera menyiapkan ruang operasi.
Setelah menyimpan ponsel, Taehyung memegang pundak sang kakak. Mengatakan padanya untuk tenang dan bersabar.
"Taehyung ...." Seokjin memanggil lirih.
Mata mereka bertemu. Jujur, Taehyung mati-matian menahan takut saat mencoba mendalami maksud tatapannya. Tersirat penyesalan dan putus asa di balik netra Seokjin. Membuat sesuatu dalam hatinya teriris kala mendengar erangan sang kakak.
Seokjin berusaha menahan sakit sampai wajahnya dipenuhi peluh dingin. Setiap menarik napas nyerinya semakin menghujam. Semua itu tak kalah menyakitkan dengan rasa takutnya meninggalkan Taehyung. Melihat iris sang adik yang gemetar saja membuatnya tak sanggup. Jadi untuk sekadar mengatakan perpisahan atau ucapan manis sebelum pergi saja ia tidak yakin bisa menggerakan mulutnya—padahal banyak pesan yang ingin disampaikan.
Ditengah bungkamnya mereka berdua, nalar dan batin sebenarnya memberontak hebat tak terkendali.
Lagi-lagi Taehyung harus merasakan neraka untuk kedua kalinya saat mendorong brankar sang kakak yang sedang sekarat. Namun kali ini lebih mengerikan sebab kemungkinan terburuk sangat tinggi.
Melihat dari gejala yang dialami Seokjin, ia paham betul bahwa sang kakak terkena alergi obat bius. Alergi tersebut memang amat langka dan jarang diketahui saat operasi di mulai. Antara merutuki diri sendiri atau menyalahkan takdir, harapan Taehyung hanya sebesar biji jagung. Sangat kecil. Dan ia putus asa meski bersusah payah yakin.
Lampu operasi dinyalakan.
Semua yang berada di ruangan—kecuali Seokjin—kelar memakai masker dan baju higenis. Serta semua orang—termasuk Taehyung—ragu menjalankan operasi yang sangat beresiko ini. Pasien masih kesakitan tanpa alat bius. Ditambah Taehyung harus membelah saluran pernapasan pasien agar udara yang sukar keluar bisa lolos melalui jalur lain.
Ada sesuatu yang menahan napas Seokjin di daerah pernapasan, jadi ia harus melakukannya apa pun itu-meski sungguh keduanya sama-sama akan membuat Seokjin .....
Taehyung bahkan tak mampu membayangkannya.
Saat pisau kecil hendak menyentuh dada kiri atas pasien, rekan sejawat memanggil ragu di balik maskernya. "Dokter Kim .... Anda yakin?"
"Lalu aku harus apa?" Suara Taehyung bergetar.
Matanya tergenang sebelum cepat-cepat mengerejap dan berdehem. "Tidak ada cara lain."
Seokjin yang sudah bertelanjang dada, mulut berselang masker oksigen, serta pundak melenting menahan kesakitan hanya bisa menatap Taehyung dengan penuh rasa percaya. Mau bagaimana pun, ia tetap ingin hidup untuk menemani hari-hari sang adik yang banyak terlewatkan.
"Lakukan," kata Seokjin. Hampir tak terdengar.
Tangan Taehyung gemetar. Lama-lama genggaman pisau di jemarinya menguat. "Maaf ... Maaf ini akan sangat menyakitimu, H-hyung." Ia bergumam sendu nan tergugu, sempat ingin berteriak putus asa atau menangis sekeras mungkin jika saja netranya tak menangkap wajah teduh Seokjin dibalik kesakitannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ENMESHED
Fanfiction[LENGKAP] Definisi kebahagiaan bagi Kim Taehyung adalah; terjerat dalam suatu anomali yang membuatnya lupa akan arti kehidupan yang sebenarnya. Collaboration project : @IMATEARS x @halusinojin. On Taejin's Birthday. Bangtan Short Story. ©2018