Flashback (1/3)
Yoongi berseru memanggil Seokjin yang menerobos masuk restoran cina di tengah malam. Tempat tersebut begitu gelap dan mencekam. Pemilik restoran itu baru saja menutupnya sejak setengah jam yang lalu.
Suara langkah kaki dari sepatu Seokjin menggema saat menaiki tangga dengan cepat. Di bawah sana Yoongi mengatur napas sambil menggerutu kesal.
"Anak bebal itu memang keras kepala. Ya! Kim Seokjin! Kenapa tidak nyalakan listrik dan naik lift saja, keparat!"
Ia menggeleng, mendesah panjang sebelum naik mengejar Seokjin.
Sial.
Banyak sekali anak tangga. Sesekali pria sipit itu duduk meredakan lelah. Andai saja kaki Yoongi sekuat milik Seokjin, ia pasti sudah menarik kerah rekannya ke bawah agar bersabar menunggu polisi ketimbang mengkhawatirkan nyawa saksi di atap restoran.
Seorang gadis memekik saat seorang pria berambut gondrong menarik-narik lengannya sambil mengancam memberi kesaksian palsu. Seokjin datang tepat waktu, ketukan dari sepatunya mengalihkan atensi si penjahat gondrong.
Seokjin menunjukan logo detektif. "Hwang Minsuk, kau ditahan atas tindak kriminal dan pembunuhan," katanya mengatur napas sejenak. "Kau berhak memiliki pengacara, dan apapun yang kau katakan akan digunakan untuk melawanmu di pengadilan." Kemudian ia menyimpan dompet berlogo tersebut sebelum melangkah mendekat. "Dan lepaskan gadis itu! Atau hukumanmu akan bertambah karena tuduhan kekerasan."
Penjahat itu terkekeh miris lalu menarik tubuh si gadis ke depan, menodong kepalanya dengan pistol. Beruntung gerakan Seokjin lebih lincah, sang detektif mengempaskan tangan lawannya sampai pistol itu jatuh. Kini si gadis berada di belakang Seokjin.
"Menjauh dari sini," titah Seokjin kepada seseorang yang diketahui saksi kuat kejahatan Minsuk. "Temanku masih di bawah. Temui dia dan katakan kau adalah saksi dalam kasus pembunuhan kakakmu."
Gadis itu menangguk. Ia sempat ragu meninggalkan Seokjin, namun pada akhirnya ia menaruh percaya pada sang detektif. Berharap pria bermarga Kim itu akan berhasil dalam misinya kali ini. Harus.
Minsuk memekik melihat harapan satu-satunya pergi. Tentunya Seokjin menghadang. Berakhirlah mereka dengan pergulatan sengit, saling tonjok sampai berguling di teras.
Seokjin bangkit saat Minsuk menaikan kerahnya. Detektif itu mengecap rasa besi di mulut seiring kebas dan ngilunya area pipi sebelah kanan akibat pukulan Minsuk.
Dengan kakinya, Seokjin menjatuhkan tubuh Minsuk.
Tubuh Seokjin sempat terhuyung ke belakang. Penglihatannya seakan berputar.
Saat ia melirik Minsuk sambil mengerenyit memfokuskan pandangan, pria gonrong itu menarik pematik pistolnya, menembak dada Seokjin sebanyak dua kali.
Detik seakan berhenti. Pandangan Seokjin memburam. Matanya tergenang merasakan nyeri luar biasa di dadanya. Suara Yoongi dan beberapa rekan diikuti polisi sayup-sayup terdengar.
Seokjin jatuh. Kepalanya membentur lantai. Bola mata dan wajahnya memerah. Ia terbatuk darah saat bergumam lirih, "Taehyung ... Taehyung ...."
Sang adik, Taehyung, bagaimana reaksinya saat melihat Hyung kesayangannya berada di ambang kematian?
Jika Seokjin tidak mampu bertahan, bagaimana adiknya bisa hidup sebatang kara? Meski memiliki pekerjaan sebagai dokter yang cukup mapan, Seokjin tidak akan pernah rela meninggalkan Taehyung. Apalagi dulu saat kematian kedua orangtua mereka karena kecelakaan pesawat, Taehyung sempat depresi.
Takut. Hanya itu yang Seokjin rasanya ketimbang sakit di dadanya. Taehyung akan baik-baik saja bilamana ia pergi, bukan?
Tidak. Tidak. Seokjin tidak boleh berpikiran negatif. Ia harus selamat. Harus tetap terjaga dan bertahan demi Taehyung.
Entah dosa apa yang sudah Seokjin lakukan, Tuhan menambah pedih penderitaannya tatkala pintu ambulans terbuka, menampilkan wajah keterkejutan Taehyung. Mengapa ... harus Taehyung yang bertugas menyelamatkan kakaknya? Kenapa harus adiknya? Seokjin yakin, Taehyung pasti sangat terguncang meski mencoba menyembunyikannya.
Seokjin bisa mendengar Taehyung memanggilnya lirih saat brankar diturunkan dari mobil. Sebelum terlambat, sebelum ia tidak lagi bisa melihat wajah Taehyung, Seokjin memanggil-manggil sang adik sambil mengerenyit kesakitan.
Oh, Sial. Masker oksigen menutupi mulutnya. Lantas Seokjin mendorong lengan suster yang memegang masker tersebut sambil berkata tersendak-sendak sebab napasnya terasa sesak. Panggilnya, "Taeh-yung ...."
Suster itu meringis sebelum kembali memperbaiki letak masker. Beruntung Taehyung tidak melihatnya. Sekarang ucapan Seokjin harus kembali terendam masker oksigen.
Namun ia tetap berusaha membuka mulut dan mengeraskan suara.
"Taeh-yung ... de-dengar ... ku-mo-hon ...."
Nihil, Taehyung bahkan tidak meliriknya sedikit pun.
"To-long ... biarkan aku mengatakan sesuatu ...." Bahkan sang suster mengabaikannya.
Seokjin masuk ke ruangan gelap. Sorot lampu operasi tiba-tiba menyilaukan sampai membuatnya pening, ia berusaha 'tuk menatap Taehyung. Namun kesadarannya harus direngut oleh obat bius kendati ia sudah berusaha untuk tetap terjaga.
Samar-samar Seokjin mendengar Taehyung berbisik, "Aku percaya padamu, Hyung. Kau harus baik-baik saja," sebelum semuanya gelap.[]

KAMU SEDANG MEMBACA
ENMESHED
Fiksyen Peminat[LENGKAP] Definisi kebahagiaan bagi Kim Taehyung adalah; terjerat dalam suatu anomali yang membuatnya lupa akan arti kehidupan yang sebenarnya. Collaboration project : @IMATEARS x @halusinojin. On Taejin's Birthday. Bangtan Short Story. ©2018