The Love That Remains

Bab 43 Tunangan saya adalah papan datar

Saya merasa seperti sebuah truk menabrak tubuh saya.

Kepalaku masih pusing ketika menyadari bahwa aku memiliki empat tangan. Saya bisa menggerakkan dua, tetapi dua tangan lainnya memegang saya dengan erat. Tunggu, ini bukan lenganku. Saya tidak dapat memiliki empat tangan.

Sampah!

Rasa sakit ini anehnya akrab.

Saya menyadari bahwa ada seorang pria di belakang saya. 'Sesuatu' -nya menyelidiki saya dari belakang. Kakinya yang satu melingkari kakiku, menggunakanku sebagai bantal. Apakah saya tidur dengan seseorang? Apakah saya tidur dengan Cai Xuan? Tidak! Siapa pun kecuali pria dengan PMS yang tak terhitung jumlahnya.

Tiba-tiba, pria itu membiarkan saya pergi dan berguling. Saya bisa bernafas sekarang. Aku duduk dan mengintip wajahnya. Lebih baik tidak menjadi Cai Xuan. Jika itu dia, aku akan memastikan bahwa dia tidak pernah menggunakan bagian prianya lagi.

Dia terlihat seperti Sung Jun. Aku menampar wajahku dan melihat lagi. Masih Sung Jun. Kenapa dia? Sejarah terus berulang. Dari semua orang di dunia, mengapa itu dia lagi? Bagaimana dia menemukanku? Setidaknya, itu bukan Cai Xuan. Saya lega sekaligus takut. Apakah dia menggunakan perlindungan? Apakah saya akan hamil lagi? Tidak!

Saya perhatikan tanda merah di tubuhnya. Punggungnya penuh goresan. Saya melihat kuku saya. Apakah saya melakukannya? Apakah saya putus asa? Saya tidak dapat mengingat satu hal pun. Saya memeriksa tubuh saya. Tubuhku penuh memar dan gigitan cinta. Dia melakukan apa pun yang dia inginkan, bukan?

Itu bukan bagian terburuk. Apa yang akan saya lakukan ketika dia bangun? Aku harus pergi sebelum dia bangun. Lagipula aku tidak bisa bersamanya. Saya akan meminta Reis untuk mendapatkan saya identitas lain. Saya akan meninggalkan negara ini. Saya punya cukup uang untuk operasi plastik.

Saya turun dari tempat tidur. Pakaian dan sepatu saya terlempar ke sudut. Aku diam-diam mengumpat Sung Jun karena memakanku seperti serigala. Bahkan berjalan adalah tugas. Apakah dia tidak tahu bahwa saya masih perawan? Saya memakai baju saya dan secara mental mengutuk leluhurnya. Saya ambil sepatu saya dan berjalan di jari kaki saya. Aku membeku ketika aku mendengarnya mengerang dalam tidurnya. Aku berbalik untuk melihat apakah dia sudah bangun. Dia masih tertidur.

Aku melanjutkan rasa malu di kakiku. Ketika saya mencapai pintu, saya melirik bentuk tidurnya. Reis benar tentang satu hal. Takdir itu kejam.

Saya menemukan pintu terkunci. Dia melakukannya dengan sengaja.

"Kamu sudah bangun?"

Saya tidak ingin berbalik.

"Eshe Yu?"

Sepatu saya jatuh ke tanah. Aku mengerutkan kening dan menatapnya, memamerkan tubuhnya di atas ranjang. Kenapa dia menatapku seperti itu? Apakah dia tidak mengenali saya?

"Namaku Sung Jun." Dia menyeringai padaku. "Kamu terlihat seperti tunanganku yang sudah mati."

***

Seperti yang diharapkan, Fang Aisa pura-pura tidak mengenalnya.

Dia tidak tidur ketika dia bangun atau ketika dia mencoba menggeliat keluar dari tempat tidur. Dia tidak tidur ketika dia mengenakan gaun itu atau mengintip ke arahnya untuk melihat apakah dia tidur. Dia tidak tertidur ketika dia mencoba melarikan diri.

Dia dapat mengatakan bahwa dia tidak ingat tadi malam. Dia hanya bisa menebak apa yang terjadi semalam di antara mereka. Dia tidak akan pernah menerima bahwa dia adalah Fang Aisa. Bahkan jika dia memaksanya, dia akan menemukan cara untuk melarikan diri.

"Eshe Yu?" Dia berhenti ketika dia mendengarnya. Dia berbalik dengan kaku. Di matanya, emosi merajalela. Sung Jun merasakan kesedihan di hatinya dan berkata, "Namaku Sung Jun. Kamu terlihat seperti tunanganku yang sudah mati."

Dia terkejut dan bingung. "Tunanganmu?" Matanya mengembara ke tubuh bagian bawahnya sekali sebelum dia melihat ke langit-langit.

"Namanya Fang Aisa." Dia tidak menutupi dirinya meskipun wajahnya memerah. "Dia meninggal delapan tahun lalu."

Dia tidak gelisah lagi. Dia mencoba menyembunyikan emosinya, tetapi dia dapat melihatnya dengan jelas. Wajahnya tenang, tetapi tangannya membentuk tinju. "Saya melihat."

"Kamu mau pergi sekarang?" Dia bertanya dengan tenang. Dia berpura-pura menjadi Eshe Yu. Dia berpura-pura percaya bahwa Fang Aisa sudah mati. Ini pertandingan di antara mereka sekarang.

"Ya ... pintunya terkunci." Ada kecanggungan dalam suaranya. "Bagaimana kita bertemu?"

"Kau menabrakku dan meminta aku untuk berdiri semalam." Dia mengoceh.

Dia menutupi wajahnya. "Aku minta maaf. Aku mabuk kemarin malam."

"Tidak masalah." Dia berdiri dan menutupi dirinya dengan sprei. "Aku juga mabuk. Kupikir kamu tunanganku. Tapi orang mati tidak bisa hidup kembali. Lagi pula, kamu berbeda dari dia."

Dia berkedip padanya. "Apa bedanya aku?"

"Tunanganku adalah papan datar." Dia puas melihat warna mengering dari wajahnya. "Kamu lebih cantik dari dia."