The Love That Remains

Bab 70 Dia akan membunuhnya

* [KEMBALI KEMBALI - 7 TAHUN YANG LALU] *

*

*

*

Seorang anak laki-laki berdiri di depan sebuah rumah. Seekor kucing malas duduk di bahunya. Wajahnya setengah tersembunyi. Dia mengenakan kacamata hitam dan topi baseball merah. Pintu rumah saat ini dikunci. Jejak asap hitam keluar dari jarinya dan masuk ke lubang kunci pintu. Dengan satu klik, pintu tidak dikunci. Bocah itu masuk ke dalam rumah karena itu miliknya.

Ruang tamu penuh dengan sampah dan barang rusak. Jendelanya tertutup. Sulit bernapas di rumah karena baunya. Bocah itu menggerakkan sofa dengan susah payah dan menemukan pintu rahasia yang dirantai. Dia menunggu sebentar. Tidak ada suara. Kumis asap dilepaskan dari jari telunjuknya lagi. Kali ini, rantai putus dua.

Dia mengangkat pintu dan melihat tangga menuju kegelapan di bawah. Dia turun dari tangga tanpa rasa takut. Kucing di bahunya membuka mata yang tidak cocok. Bocah itu berjalan lebih dalam ke ruang tersembunyi yang gelap. Kamar tersembunyi itu berbau kotoran, darah, dan urin. Bocah itu menutupi hidungnya. Sesuatu retak di bawah kakinya. Terkejut, dia mengucapkan mantra. Bola api ungu dengan cahaya redup muncul di tangannya. Dia melihat tumpukan tulang di mana-mana.

"Kamu bisa memperingatkanku." Fang Aisa, yang berpakaian seperti anak laki-laki, berkata kepada Rene Reis.

"Ayo bergerak. Kita tidak punya banyak waktu." Suara kucing agak tenang. "Temukan anak itu."

Fang Aisa berjalan di atas tumpukan tulang tanpa ragu-ragu. Dalam beberapa bulan terakhir, dia telah melihat yang lebih buruk. Sekarang, ruang bawah tanah rahasia dengan penuh tulang tidak lagi mengejutkannya. Ini adalah rumah pemakan manusia yang sedang pergi saat ini. Fang Aisa tidak ingin bertemu dengannya.

Fang Aisa telah mencoba melacak pemakan manusia selama berbulan-bulan. Dia tidak pernah tinggal lama di satu tempat. Dia adalah pedagang organ manusia yang menjual organ yang tidak dia makan. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menemukan bocah yang tak sadarkan diri di tumpukan tulang. Ketika dia menyentuh wajahnya, dia menemukan bahwa dia dingin dan hampir tidak bernafas.

"Seperti yang aku duga, bocah ini seorang fae." Kucing itu turun dari bahunya. "Cepat, kita harus segera mengembalikan anak itu."

"Bagaimana dengan manusia pemakan manusia?" Fang Aisa bertanya padanya.

"Jangan khawatir. Dia akan membunuhnya," jawab Reis. "Mengapa kita harus membuat tangan kita kotor? Kismet akan melakukan perbuatan itu. Ketika dia marah, dia mengeluarkannya pada pion-pionnya. Dia akan menemui nasibnya yang sesuai."

Kismet adalah nama lain dari Takdir. Fang Aisa mengerutkan bibirnya. Reis benar sejauh ini. Dia mengambil anak laki-laki yang ringan seperti bulu di bahunya. Dia bergegas keluar dari rumah. Sebelum dia pergi, dia membakar rumah. Tulang-tulang itu terbakar dalam api bersama dengan sisa rumah.

Mereka keluar dari kota secepat mungkin. Ketika bocah itu tidak bangun, Fang Aisa khawatir.

"Kamu harus menjatuhkannya di tepi hutan," kata Reis dengan mata terpejam. "Orang-orangnya akan menemukannya."

"Apakah kamu yakin?" Fang Aisa gelisah. Anak laki-laki itu memiliki rambut cokelat dan kulit pucat. Saat ini, mereka berada di Country D. "Dia hanya laki-laki ..."

"Dia seorang Fae." Reis mengibaskan ekornya. "Fae berusia dua ratus lima puluh tahun, tapi ya, dia masih anak-anak dalam istilah Fae."

"Bagaimana pria itu menemukannya?"

"Dia pasti telah berkeliaran jauh dan dijemput oleh orang itu. Fae menjadi lemah ketika mereka keluar dari hutan. Logam membuat mereka lemah. Pria itu pasti telah memikat anak ini dengan sesuatu."

"Fae terpikat oleh manusia? Aneh sekali!" Fang Aisa hanya bisa menghela nafas.

"Ketika Kismet seperti dewa terlibat, segalanya mungkin terjadi."

"Kenapa dia melakukan ini? Tidak bisakah dia melakukan pekerjaannya dengan normal?" Fang Aisa telah belajar satu atau dua hal tentang dewa. Sama seperti manusia, ada dewa baik dan dewa jahat. Mereka juga memiliki pangkat. Dewa seperti dewa keberuntungan atau dewa perkawinan adalah dewa peringkat rendah. Dewa seperti dewa nasib atau dewa api atau dewa air adalah dewa kelas menengah. Lalu, ada dewa tingkat tinggi seperti Reis atau Death atau Power. Terakhir, ada yang tertinggi. Satu yang semuanya. Semua yang satu. Yang tertinggi saat ini sedang tidur atau dalam keadaan terlantar. Tidak ada tuhan yang mendengarnya sejak awal dunia dan ciptaan.

"Dia buta." Suara Reis rendah. Mereka mencapai tepi hutan. Fang Aisa dapat melihat beberapa bayangan bersembunyi di balik pohon. Dia menjatuhkan bocah itu ke tanah dan berjalan pergi. Setelah berjalan agak jauh, dia berbalik dan menemukan bocah itu pergi.

"Maksud kamu apa?" Fang Aisa bertanya kapan mereka mencapai jalan. "Dia benar-benar buta?"

"Ya," gumam Reis. "Aku menggaruk matanya karena dia menyebalkan. Dia tidak pernah bisa melihat setelah kejadian itu."

"..." Fang Aisa menggelengkan kepalanya.

"Setelah kehilangan matanya, dia sedikit kehilangan akal. Dia telah rusak." Kucing itu menatap langit dengan tatapan kesepian. "Dia menemukan beberapa celah dalam hukum surgawi dan mulai memanipulasi untaian nasib untuk keuntungannya. Sekarang, dia ingin membersihkan dunia yang berantakan untuk memulai dunia baru."

"Hancurkan dunia karena ini berantakan?" Fang Aisa memiliki perasaan yang rumit di hatinya. "Apakah kamu bercanda?"

"Kekuasaan itu membuat ketagihan." Reis melompat di bahunya. "Jika bocah itu dibunuh oleh orang itu, Fae akan menggunakan alasan ini untuk melawan dunia manusia di masa depan. Tapi sekarang, manusia telah mengembalikan anak mereka."

"Aku bukan manusia," Dia bergumam bingung.

"Di mata mereka, kamu." Reis menghela nafas. "Karena kamu memiliki darah manusia di dalam kamu."

"Manusia tidak berpikir kalau aku ini manusia ..." Alis Fang Aisa semakin dalam. "Makhluk dunia lain ini juga tidak menganggapku sebagai salah satu dari mereka. Lalu, di mana aku berada?"

"Bukan masalah saya." Reis menutup matanya dan menguap dengan malas. "Di mata para dewa, kamu semua sama. Kamu adalah makhluk hidup yang bahkan bisa mengalahkan dewa jika kamu mau."